SING TEKO
Labels
- 2014 (26)
- 2015 (13)
- Agustus (3)
- April (4)
- Arthafreya (1)
- Bahasa (1)
- Bakti Sosial (2)
- Bullying (1)
- Cerita Pendek (2)
- Cinta (4)
- Cook (3)
- DE-NL-ERS (30)
- Desember (1)
- Dream (5)
- Efi (2)
- Erna (15)
- Februari (6)
- heningswara (20)
- Ibu (6)
- Januari (7)
- Juli (1)
- Juni (2)
- Kepada Rangga (1)
- Kontemplasi (26)
- Laki-Laki Terindah (3)
- LDC (24)
- Lesbrary (4)
- Liburan (1)
- Logo (1)
- MadRann (83)
- Maret (4)
- Maybe Yes Maybe No (3)
- Megha (7)
- Meghi (1)
- Mei (3)
- Mengeksekusi Hubungan yang Melelahkan (1)
- Merdeka (3)
- Meta (1)
- Mimpi (3)
- Missing Her (3)
- Move On (5)
- n1nna (1)
- Nadia (1)
- Neni (5)
- Niken (49)
- November (1)
- Oktober (2)
- Opini (1)
- Pahlawan (4)
- Puisi (94)
- Pusing (6)
- Rara (2)
- Resensi (7)
- Safe Sex (2)
- Sahabat (24)
- Self Awareness (3)
- September (2)
- Special Case (15)
- Tips (10)
- Vany (2)
Entri Populer
-
Judul buku: Flambe Penulis: Club Camilan Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Kota dan tahun terbit: Jakarta, 2014 Genre: Novel Dewasa ...
-
Apa yang membuat orang jatuh cinta? Apakah itu dari p anda ngan? Mungkin kamu pernah jatuh cinta pada seseorang karena kecantikannya, raut...
-
Sejujurnya saya bukan orang yang dekat dengan orang tua, terutama ibu. Sempat saya sangat membenci ibu. Waktu itu (mungkin tidak sengaja...
Kontributor
Bulan menjelma sempurna di
langit, samar. Malam melarut dalam pusaran waktu yang menghening. Mungkin, ada
pula orang yang tak menemukan kata yang tepat untuk saling mengucapkan salam
tidur. Dan, katanya, bumi semakin menua--semoga ia semakin bijak.
Harap sampaikan pesanku kepada
dia yang merasa kehilangan,
"Perjalanan bukan hanya
tentang satu dua persimpangan. Dan, yakinlah, ketika kau tak bisa kembali ke
persimpangan yang terlewatkan, memang seperti itulah cerita dalam sebuah perjalanan:
menemukan dan melewati persimpangan. Satu-dua, bahkan tiga persimpangan. Dan,
setiap persimpangan akan selalu punya cerita. Kau hanya berhak mengabadikannya,
bukan memilikinya.
Kau tahu, seperti di dalam cerita negeri ajaib yang Alice datangi, 'Setiap jejak, setiap jalan, dan setiap persimpangan milik-Ku,' kata sang Ratu. Dan, begitulah adanya. Akan selalu ada bahagia dalam setiap persimpangan, jika itu yang kau cari. jadi, buat apa merasa kehilangan, toh kau tak memilikinya, bukan? Seorang bocah kecil saja tahu bagaimana rasanya ketika ditanya apakah ia merasa kehilangan ketika ia kehilangan sebuah mainan yang tak pernah ia miliki? Kau tahu, ia akan katakan bahwa ia tak pernah merasa kehilangan dalam hal itu--tentu saja begitu.
Setiap persimpangan, di
ujungnya selalu ada bahagia. Teruslah berjalan. Jangan hentikan langkah hanya
karena kau kehilangan satu-dua persimpangan yang telah kau lewati. lupakan
saja. Ada persimpangan lain di depan sana. Lalu, pilih persimpangan yang ada di
perjalananmu itu, tak perlu ragu. dan, percayalah: jalan bahagia selalu
bermuara di setiap persimpanganNya.
Lalu, mengapa kita harus takut kehilangan, sementara tak ada yang kita miliki?
Mengapa kita harus takut kehilangan, sementara tak ada yang kita miliki dan sang Ratu telah mengakui bahwa Dia-lah yang memiliki semua itu? Tapi, jika kau temukan alasannya, tuliskanlah. aku akan membacanya. Mungkin, hanya akan membacanya.
Begitulah saya selalu
menuliskan tentang keyakinan orang lain dalam menyikapi apapun yang sedang
menghangat bahkan membakar habis kehidupan. Seperti halnya “Je Suis Charlie”;
“Pertikaian antar suku di Papua”;
Berbagai pertikaian karena Keyakinan di seluruh dunia; Pembantaian
manusia karena RAS di seluruh dunia; dan yang juga tidak terselesaikan di
Indonesia, misalnya: Gerakan 30 September 1965”
Keyakinan, baik terhadap Tuhan maupun terhadap ideologi tertentu, adalah candu. Ia
menjanjikan jalan pintas dari persoalan yang tak terpecahkan:
“Berdoalah dan serahkan
segalanya kepada yang kita sembah.” Itu adalah sebuah jurus pamungkas dari
solusi persoalan yang tidak mampu kita selesaikan. Orang-orang yang putus asa
dan para pemalas sangat menyukai konsep itu.
Keyakinan melemahkan daya
juang. Ia membiarkan kita tergantung pada sosok sang Tuhan yang akan menjadi
jawaban dari semua masalah-masalah kehidupan yang pelik.
Keyakinan melemahkan mental dan
akal kita. Ia telah menyediakan jutaan hikayat keteladanan hidup para nabi
untuk kita contoh tanpa kita mesti bersusah payah lagi mencari kebenaran hidup
kita sendiri.
Keyakinan mematikan sejuta
kemungkinan mencapai jalan kebijakan. Ia telah mengharuskan kita menjalani cara
yang telah ditentukan oleh isi kitabnya. Kita dituduh sesat bila kita
menolaknya. Keyakinan adalah citra keangkuhan. Membuat penghakiman terhadap
orang-orang yang tidak mau mempercayainya.
Keyakinan adalah candu buat
para pemalas dan orang-orang putus asa. Ia menyediakan sekian banyak kemudahan
dalam menjalani hidup dan menjanjikan begitu banyak kenikmatan surga. Ia
membiasakan kita pada konsep dosa dan pahala. Menjadikan kita pamrih atas
setiap perbuatan baik kita.
Keyakinan adalah candu. Membuat
kita mabuk dan mencuri kesadaran kita. Lalu mengarahkan kita pada
kepentingan-kepentingan para penguasa.
Keyakinan adalah candu yang
meracuni hati nurani kita dan menjauhkan jarak kita dari sosok Tuhan yang
sesungguhnya. Tuhan yang tak menuntut apa-apa. Tuhan yang maha tersenyum pada
setiap tindak dan prilaku kita.
Keyakinan adalah candu yang
membunuh kita perlahan namun pasti. Yang akan membuat kita mati dalam sesatnya
pemahaman tentang hidup.
Keyakinan menciptakan Tuhan
yang berpihak.
Keyakinan menyembunyikan
rahasia terbesar Tuhan,
Bahwa sesungguhnya Tuhan tak
berKeyakinan.
Berkaitan
dengan tragedi yang menewaskan awak redaksi Tabloid Charlie Hebdo, tentu yang
pertama kali harus saya sampaikan adalah ungkapan dukacita yang begitu dalam
atas terbunuhnya yang dilakukan dengan cara-cara brutal.
Dari
mulai Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo, Stéphane
Charbonnier, dan para kartunis di Tabloid Charlie Hebdo, ikut tewas dalam
tragedi yang sangat menyedihkan ini.
Mereka
dibunuh saat sedang menggelar rapat redaksi.
Serangan
dan aksi pembunuhan disaat para jurnalis ini sedang berkonsentrasi dalam
rapat redaksi adalah sebuah bentuk teror yang sangat terkutuk.
Di
sisi lain, saya tak sepenuhnya sependapat dengan karya-karya yang ditampilkan
Tabloid Charlie Hebdo selama belasan tahun. Di mana
kartun-kartun yang mereka tampilkan kerap kali merendahkan tokoh agama-agama
samawi, bahkan bila itu Islam sampai ke level Nabi Muhammad pun
mereka lecehkan. Melecehkan Islam, terutama melecehkan Nabi Muhammad atau
siapapun, bukan hal yang tepat dan bukan hal yang bijak, untuk diumbar dalam
kepentingan apapun dalam hidup keseharian umat meski itu non muslim di seluruh
dunia.
Saya
tak bermaksud durhaka pada agama manapun bila menyatakan dukungan terhadap
Islam, khususnya tentang perlunya seluruh warga dunia yang non muslim untuk
menghargai dan memberikan penghormatan terhadap agama lain, sebagai bagian dari
toleransi antar umat beragama dan kebebasan beragama. Dimana
kebebasan beragama itu, nilainya sama tinggi dengan kebebasan berekspresi dan
kebebasan pers.
Terlepas
dari keyakinan Ibnu Taimiyah dan Yahudi yang menghalalkan pedang untuk
menegakkan syariat yang mereka yakini, seharusnya sudah tidak lagi dibiarkan.
Kami adalah setiap diri yang mendambakan kebebasan berekspresi dan kebebasan berkeyakinan dalam arti yang sesungguhnya.
Tanpa teror.
Tanpa intimidasi.
Tanpa kekerasan.
Dan tanpa kesewenang-wenangan.
“Je Suis Charlie”
Jumat, 09 Januari 2015
|
Posted under:
2015,
Erna,
Januari,
Opini,
Self Awareness
|
0
comments
Read more