SING TEKO
Labels
- 2014 (26)
- 2015 (13)
- Agustus (3)
- April (4)
- Arthafreya (1)
- Bahasa (1)
- Bakti Sosial (2)
- Bullying (1)
- Cerita Pendek (2)
- Cinta (4)
- Cook (3)
- DE-NL-ERS (30)
- Desember (1)
- Dream (5)
- Efi (2)
- Erna (15)
- Februari (6)
- heningswara (20)
- Ibu (6)
- Januari (7)
- Juli (1)
- Juni (2)
- Kepada Rangga (1)
- Kontemplasi (26)
- Laki-Laki Terindah (3)
- LDC (24)
- Lesbrary (4)
- Liburan (1)
- Logo (1)
- MadRann (83)
- Maret (4)
- Maybe Yes Maybe No (3)
- Megha (7)
- Meghi (1)
- Mei (3)
- Mengeksekusi Hubungan yang Melelahkan (1)
- Merdeka (3)
- Meta (1)
- Mimpi (3)
- Missing Her (3)
- Move On (5)
- n1nna (1)
- Nadia (1)
- Neni (5)
- Niken (49)
- November (1)
- Oktober (2)
- Opini (1)
- Pahlawan (4)
- Puisi (94)
- Pusing (6)
- Rara (2)
- Resensi (7)
- Safe Sex (2)
- Sahabat (24)
- Self Awareness (3)
- September (2)
- Special Case (15)
- Tips (10)
- Vany (2)
Entri Populer
-
Judul buku: Flambe Penulis: Club Camilan Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Kota dan tahun terbit: Jakarta, 2014 Genre: Novel Dewasa ...
-
Apa yang membuat orang jatuh cinta? Apakah itu dari p anda ngan? Mungkin kamu pernah jatuh cinta pada seseorang karena kecantikannya, raut...
-
Sejujurnya saya bukan orang yang dekat dengan orang tua, terutama ibu. Sempat saya sangat membenci ibu. Waktu itu (mungkin tidak sengaja...
Kontributor
Tanggal 10 November 2013, Surabaya secara simbolis menutup lokalisasi Dolly, red district terbesar di Asia Tenggara. Sedangkan mbak-mbak yang “jualan” disebut wanita pekerja seks (WPS) direncanakan akan kembali kepada masyarakat. WPS dulu disebut PSK (Pekerja Seks Komersial), entahlah dari sudut estimologi mana WPS lebih enak didengar daripada PSK.
Bagi ibu-ibu dari kalangan baik-baik mereka adalah ancaman, baik pemerintah dan aparat mereka kerap disebut pekat (penyakit masyarakat).
Tidak ada undang-undang yang memperjelas dan mengatur tentang prostitusi. Masyarakat kita yang munafik biasanya lebih suka berkoar-koar dan mengobrak-abrik menutup “warung” mereka daripada menikahi mereka atau mencari sebab mengapa mereka menekuni bisnis jual diri.
Pemkot dan pemkab se-Jawa Timur rata-rata menggelontorkan 1-3 juta rupiah, ditambah dari pemprov 3 juta rupiah, jadi total 4-6 juta rupiah diterima tiap WPS untuk modal kembali ke masyarakat. Tentu dana itu dari APBD. Pemkot Surabaya saja menerima anggaran 10 milyar untuk menutup lokalisasi Dolly.
Dengan dana 4-6 juta rupiah ini mereka
diharapkan kembali ke kampung halaman masing-masing dan membuka usaha yang sah
dan halal. Padahal saat mereka masih
kinyis-kinyis uang 4-6 juta itu biasa mereka dapatkan dalam satu bulan. Kini uang
sejumlah itu akan menjadi pemutus rantai bisnis esek-esek. Mampukah?
Para WPS menjadi kambing hitam segala
tuduhan untuk salah satu penyebab dekadensi moral. Mungkin juga tak sedikit dari mereka adalah pahlawan,
pejuang keluarga, karena mereka adalah orang yang juga berjuang membiayai kebutuhan hidup bagi diri dan keluarganya.
Mereka yang terjun bebas baik sengaja atau terpaksa menekuni bisnis ini tidak
bisa disalahkan 100%. Mereka ada karena ada yang butuh. Penulis pernah menjumpai seorang WPS, yang dengan
entengnya mengungkapkan suaminya mengijinkan ia menjalani profesi itu asal
tidak menggunakan rumah sebagai tempat transaksi!
Secara ekonomi tak mungkin ada penjualan
dan persediaan apabila tak ada permintaan. Bahkan ini akan seperti pertanyaan
dulu mana ayam atau telur. Seperti juga lagu Titik Puspa dengan retoris yang
bertanya, dosakah dia dan sucikah mereka yang datang?
Tak perlu kita jawab
pertanyaan ini. Bisnis
jual diri sejak dari dulu hingga sekarang bukan bisnis antar dua orang, tapi
melibatkan banyak orang dan uang yang tidak sedikit. Tidak cukup pemerintah hanya
menyasar mbak-mbak yang "jualan". Kegiatan mereka yang sekarang terselubung
mungkin malah menambah daya tarik para calon pembeli atau membuat mereka pergi
ke Thailand atau negara lain yang lebih bebas menawarkan "jualan" mbak-mbak ini baik
yang betulan maupun yang kw1. Kali ini HIV/AIDS tak dapat dituduhkan atau
dideteksi dari lokalisasi saja, ia menjadi hantu yang jadi kenyataan, ada di
mana-mana.
Masih berminat cari mbak-mbak?
0 comments to "From Hero to Zero"
Posting Komentar
just say what you wanna say