SING TEKO
Labels
- 2014 (26)
- 2015 (13)
- Agustus (3)
- April (4)
- Arthafreya (1)
- Bahasa (1)
- Bakti Sosial (2)
- Bullying (1)
- Cerita Pendek (2)
- Cinta (4)
- Cook (3)
- DE-NL-ERS (30)
- Desember (1)
- Dream (5)
- Efi (2)
- Erna (15)
- Februari (6)
- heningswara (20)
- Ibu (6)
- Januari (7)
- Juli (1)
- Juni (2)
- Kepada Rangga (1)
- Kontemplasi (26)
- Laki-Laki Terindah (3)
- LDC (24)
- Lesbrary (4)
- Liburan (1)
- Logo (1)
- MadRann (83)
- Maret (4)
- Maybe Yes Maybe No (3)
- Megha (7)
- Meghi (1)
- Mei (3)
- Mengeksekusi Hubungan yang Melelahkan (1)
- Merdeka (3)
- Meta (1)
- Mimpi (3)
- Missing Her (3)
- Move On (5)
- n1nna (1)
- Nadia (1)
- Neni (5)
- Niken (49)
- November (1)
- Oktober (2)
- Opini (1)
- Pahlawan (4)
- Puisi (94)
- Pusing (6)
- Rara (2)
- Resensi (7)
- Safe Sex (2)
- Sahabat (24)
- Self Awareness (3)
- September (2)
- Special Case (15)
- Tips (10)
- Vany (2)
Entri Populer
-
Judul buku: Flambe Penulis: Club Camilan Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Kota dan tahun terbit: Jakarta, 2014 Genre: Novel Dewasa ...
-
Apa yang membuat orang jatuh cinta? Apakah itu dari p anda ngan? Mungkin kamu pernah jatuh cinta pada seseorang karena kecantikannya, raut...
-
Sejujurnya saya bukan orang yang dekat dengan orang tua, terutama ibu. Sempat saya sangat membenci ibu. Waktu itu (mungkin tidak sengaja...
Kontributor
Suatu kali, saya pernah berdiskusi
dengan beberapa teman lesbian. Topiknya seru dan panas, tentang seks. Seks menjadi
pembicaraan yang tidak ada habisnya. Berhubungan dengan tema yang satu ini
memang selalu panas, topik yang seksi.
Seksi, kata ini saja begitu berefek dengan pola pikir kita, kata seksi
sudah bisa menjadikan fantasi kita mengarah pada keindahan fisik yang membuat
darah dan setiap bagian tubuh kita bereaksi, berkedut tanpa bisa kita
kendalikan. Secara tidak langsung, area lateral orbitofrontal dari korteks serebri yang
harusnya bertanggungjawab mengontrol perilaku dibanjiri oksitosin yang membuat
kita ingin melakukan kedekatan fisik yang lebih dengan orang yang kita
cintai.
Seks bukan hanya tentang kebutuhan,
tapi juga kesenangan yang bahkan sampai berefek kecanduan. Saya akan membahas safe sex dari sisi seks yang tidak sehat. Seks seharusnya bisa menjadi hal yang normal apabila bisa
dikendalikan. Jika seks tidak tersedia, memang bisa mengecewakan, tapi tidak
merusak. Apabila seseorang sudah mengalami kecanduan seks, pecandu menjadi tidak
bisa mengontrol kebutuhan seksualnya. Seks mendominasi kehidupan individual
dengan mengesampingkan kegiatan lainnya.
Sebuah kecanduan seksual paling
sering diwujudkan dengan dua cara: seks untuk cinta dan seks untuk mengejar sesuatu yang berbeda, bervariasi
atau kegiatan seksual ekstrim yang berfokus pada tindakan seks, bukan pada
hubungan antara dua orang. Ini
tentu akan punya akibat tidak sehat dalam hubungan. Pasangan
pencandu seks tentu akan menjadi korban karena pecandu akan sangat sulit
mengatur batas dirinya sendiri dengan kenyamanan pasangan.
Belum sampai
seminggu ini saya baru selesai membaca novel tentang kecanduan seks ini,
judulnya Fifty Shades of Grey. Bercerita tentang laki-laki yang addicted dengan
seks dan berperilaku abusive pada pasangan seksnya. Dengan latar belakang psikologis yang kacau
karena kekerasan fisik dan seksual yang pernah dialami Grey membuat dia
mencitrakan diri dengan kekerasan yang sesungguhnya dalam bentuk kebutuhan
seksualnya. Sampai akhirnya Grey bertemu Annastasia, perempuan yang membuatnya
merasakan dicintai dan mencintai dengan sepenuh jiwa. Keinginan kuat yang
didasari karena ketidakinginan ditinggalkan Annastasia, membuat Grey bisa
melewati perang psikologis dalam dirinya selama ini. Jadi dengan keberanian kuat akhirnya Grey
bisa terbuka dengan Annastasia tentang kelainan seksualitasnya. Hingga kemudian
ada kompromi-kompromi di antara mereka berdua untuk menyelesaikan permasalahan
kecanduan yang menyimpang tersebut.
Dalam hubungan seks yang sehat,
seseorang akan merespon kebutuhan pasangannya yang kecanduan seks. Apalagi bila mereka jelas
mengungkapkan apa yang mereka butuhkan, bagaimana perasaan masing-masing, dan
bagaimana kecanduan ini berefek pada mereka berdua.
Berbicara tentang keterbukaan, untuk safe sex
juga diperlukan saling jujur antara pasangan tentang latar belakang seksualitas
masing-masing. Menjadi penting, karena banyak teman-teman lesbian yang
beranggapan seks yang paling aman adalah seks dalam hubungan lesbian. Tidak ada
ancaman penyakit berbahaya (HIV/AIDS), palingan juga cuma Infeksi Menular
Seksual. Benarkah?
Yang perlu dipahami dari pemikiran
ini adalah bagaimana virus ini berkembang dalam tubuh orang yang awalnya
negatif HIV/AIDS. Virus ini dapat tumbuh dalam tubuh manusia hanya apabila cukup (volumenya), dan itupun harus
ada jalan masuk/pintu masuk yang antara lain:
- Darah yang masuk dalam tubuh inang baru. Misal melalui transfusi, jarum suntik yang tidak steril (bergantian pemakainya), atau luka yang masih segar beradu dengan luka di dua tubuh yang berbeda (yang mana salah satunya positif HIV/AIDS)
- Cairan sperma dan cairan vagina. Jadi jelas, penularannya hanya dari seks, dan harus ada perlukaan yang bisa menjadi pintu masuk virus.
- Air susu ibu. Siapa saja yang meminum air susu dari ibu hamil atau menyusui yang positif HIV/AIDS berisiko tertular virus tersebut.
Selain tiga hal tersebut,
virus ini tidak akan mudah berkembang dalam tubuh lain. Termasuk di antaranya
dari air liur (kissing) hanya akan bisa menular apabila dalam berciuman
keduanya memiliki perlukaan yang bisa menjadi sarana masuknya virus dengan
jumlah yang harus cukup banyak (kurang lebih 3 galon air liur) atau ketika
dua-duanya sama-sama sedang sariawan dan ada darah yang masuk dari luka
sariawan tersebut.
Perlunya keterbukaan
latar belakang seksual bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan yang akan diajak bercinta memiliki latar belakang yang memungkinkan adanya virus itu
dalam tubuhnya. Ada banyak kemungkinan yang perlu dipikirkan mengenai apakah pasangan
kita “aman” dari virus ini atau tidak. Salah satunya tentang latar belakang penyalahgunaan obat-obatan (jarum suntik yang tidak steril), latar belakang seksual (dengan laki-laki atau perempuan berisiko),
latar belakang kesehatan keluarga (ayah atau ibu).
Kalau keterbukaan antara
pasangan ini terjadi, dipastikan tidak akan ada lagi penyebaran virus karena
akan ada tindakan preventif yang bisa dilakukan atas kesepakatan bersama untuk
menghindari infeksi HIV/AIDS.
Berbicara mengenai IMS
(Infeksi Menular Seksual) kebanyakan penyakit ini menular dari kegiatan
seksual. Dua hal yang sangat berbahaya berkaitan dengan keamanan seksual yang
hanya bisa diselesaikan dengan keterbukaan antara pasangan.
Penting bagi kita yang
peduli dengan kesehatan psikologis maupun fisik untuk menyikapi bagaimana safe
sex yang seharusnya. Karena ini bukan hanya berhubungan dengan ketenangan dan
kenyamanan diri kita sendiri tapi juga pasangan yang kita cintai untuk bisa
hidup bersama dalam batas yang sehat secara mental dan fisik.
0 comments to "Safe Sex: Mencandui Seks Boleh Saja, Tetapi…."
Posting Komentar
just say what you wanna say