Aku penggemar fanfiksi, seorang penulis favoritku membukukan buku She Came at Dawn setelah menuliskannya secara bertahap dan melakukan beberapa koreksi. Sebenarnya, fanfiksi bisa menjadi karya yang berdiri sendiri, mungkin yang punya ragam alternate universe punya kans paling besar untuk itu. Sebab bacaan bagus tetaplah bacaan bagus, banyak sekali penulis fanfiksi yang punya potensi besar untuk menjadi penulis lepas.

Katja Michael menulis She Came at Dawn (SCaD) tahun 2013, mewarnai kancah fiksi lesbian.

Banyak orang tak percaya cinta pada pandangan pertama, pun aku meski sudah mengalaminya dua kali. Katja mengambil tema ini pada tulisannya dan berhasil membuatku tersenyum-senyum sendiri, mengingat masa aku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Di dunia ini segala sesuatu punya dua sisi, cinta tak menjadi pengecualian, sisi kejam dan sisi indah. Sering kali kita melihat sisi kejam cinta sebagai keindahan tersendiri atau sebagai kesatuannya.

Melissa bertemu Laila, yang mempunyai rambut seperti kegelapan malam, saat senja dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama tanpa dia sadari. Melissa punya segalanya saat Laila masuk dalam kehidupannya dan Melissa harus berjuang agar segalanya tidak porak poranda. Laila menyeruak seketika, di kampus Melissa, di mimpi Melissa, di kehidupan cinta Melissa. Keduanya menyukai Romeo dan Juliet, Melissa utamanya, keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama dan mabuk karenanya.

Dulu, ibuku selalu bilang, tak usah kuatir masalah cinta. Hal itu mungkin juga dikatakan ibu semua gadis, bahwa kita musti bertahan pada lelaki yang setara bibit, bebet, bobot.  Kesetaraan di jaman ini mungkin tak lagi mengenai hal itu. Dan bagaimana kalau kita beri referensi baru pada "kesetaraan" dengan tak melulu lelaki dan perempuan yang seimbang?

Bergabunglah dengan Melissa dalam memaknai kesetaraan dan cinta, and prove that mommy lied.


3 comments to "Review Buku She Came at Dawn"

Posting Komentar

just say what you wanna say