1.
Puisiku kemarin itu adalah tentangmu
tapi kata-kataku sendiri yang melahirkan rindu
dan tentu kita menakdirkan sendiri untuk saling mengecup
dengan bibir
dengan mimpi
setelahnya kecupan terakhir kita adalah untuk meneguhkan kepahitan
saat kita tamatkan dosa dengan senyuman.
Kau bersama dirimu
Aku bersama ingatanku

2.
Aku menyebutmu kekasih
dan pasti kau tak berani menyebutku kekasih
kau terlalu mencintaiku
dan karenanya kau mengasingkanku

3.
Aku merayakan rindu dengan kata-kata
puisi picisan, sedikit cerutu, sedikit arak
tawa tertahan, isak tertelan kemudian
kisah-kisah murahan yang menyita sedikit waktuku
dan selalu kuselesaikan dengan
cupang dan tamparan di akhir tiap bulan

4.
Kamu melahirkan puisiku, meski rindu yang menulisnya
Aku merayakan merindumu
Dan kata-kataku menolak lupa




Bukankah setiap diri berhak bahagia, Nit..?
Nit, ah, Nit-Nit-ku
Kenapa norma dan aturan buatan orang-orang yang sudah mati itu mengekang kita?
Kamu, masihkah di persimpangan itu?
Peluk yakin dan rasa kita, Nit..

Pembenaran atas segala salah
Itukah yang sedang kita cari?
Bukan, sayang…
Gelap bukan selalu hitam
Terang tidak hanya putih

Apa guna pembenaran
Sementara nurani berbicara
Semua yang nyata kita rasa
Ataupun sejarah yang telah ditulis dengan tinta kehidupan

Bukan putih yang kita cari
Tapi pelangi yang sempurna ketika hidup tidak hanya satu warna
Tentang D, perempuan yang kuat secara fisik dengan sinusitis dan asma yang kerap membuatnya terpuruk dalam kelemahan yang selalu dia benci. Di usianya yang saat itu mendekati seperempat abad, dia adalah sosok mandiri yang penuh kasih dan lemah lembut tapi tegas. Satu kali ketika ada seekor semut yang merambat di kemeja yang aku kenakan, dengan penuh ke-hati-an dia meminta permisi ke aku, “Maaf, ya Nit, sebentar ada semut di pundakmu”. Aku kebingungan mau menepiskannya dengan serampangan, tapi kemudian dia cegah, “Semut juga makhluk hidup, Nit, dia berhak mendapat kesempatan hidup selama tidak menyakitimu. Jangan dibunuh, dong,” begitu katanya. Bukan hanya penuh kasih, dia juga seseorang yang sangat idealis, memperjuangkan haknya dan sangat yakin dengan tujuan hidupnya

Bermula dari teman hidupku, Dhyta. Aku tidak berani menyebutnya pasangan atau pacar karena kebersamaan kami tidak berstatus meskipun kami sudah tinggal dan hidup bersama selama dua setengah tahun. Kami sama-sama tidak tahu bentuk hubungan yang membuat kami begitu tergantung dan saling mengikat karena kami sama perempuan. Kami tidak mengenal dunia lesbian atau menyadari orientasi seks. Apalagi kami berangkat dari perkenalan di sebuah partai yang sangat fundamentalis tentang agama waktu pertama kenal. Ya, denial ku membuat dia meninggalkanku dan memilih D yang jelas sudah mempunyai kedewasaan dan keyakinan kuat dalam segala hal di hidupnya, termasuk orientasi seksual. Di saat D dan  Dhyta sudah berakhir karena Dhyta yang masih terlalu labil menikmati euforia dunia lesbian yang begitu luas dikenalkan D membuatnya sekali lagi menyelingkuhi D. Buat D, hubungan itu tidak pernah main-main, perempuan berprinsip kuat dan tegas ini kemudian memutuskan Dhyta dan memilih mendekatiku.
Selama kebersamaanku dan D dalam proses pertemanan, aku banyak melihat kepribadiannya yang selalu menenangkan. Kecerdasannya membentuk pribadi yang tidak akan bisa membuatnya dipermainankan siapapun. Keteguhannya terbukti dengan memperjuangkan keinginannya sampai batas yang akan membuat siapapun tertunduk menyerah. Setelah tujuh kali dalam tujuh bulan kebersamaan kami dia menembakku dengan ancaman dia tidak akan lagi mau menemuiku dan akan menghilang dari hidupku, aku takluk. Sepulang dari Pontianak selama tiga bulan kami terpisah, aku menyadari kebutuhanku bersamanya lebih besar dari pada egoku untuk tidak belajar mencintainya. Awal kebersamaan kami, di rumah yang kami kontrak bersama aku banyak mengecewakannya, di saat dia bekerja, aku ke kampus dan bekerja hingga malam, kemudian malamnya aku malah menyibukkan diri membentuk wadah komunitas lesbian di kota kami sampai dini hari. Jarangnya kami bersama tidak membuatnya mundur, bukan hanya menuntunku menemukan diriku dia juga tetap menjadi diri yang sabar menunjukkan kasihnya. Bagaimana kemudian aku tidak jatuh cinta?
Dari dia aku belajar mencintai, belajar mengerti bahwa relasi bukan hanya tentang cinta yang tidak terdefinisikan dan teramat susah dimengerti. Dia membuatku mengerti, kebersamaan kami bukan sebatas saling sayang, tapi komitmen yang teguh untuk saling menguatkan, saling mendukung, saling menghargai, saling memberi dengan tujuan yang jelas. Menjalani hidup bersama sebagai pasangan hidup, teman, sahabat, juga musuh untuk saling mengkritisi pemikiran dan penyikapan terhadap sesuatu yang perlu kami perluas dan pelajari dalam perjalanan kehidupan.
Dia perempuan dewasa di usianya yang bahkan lebih muda 3 bulan 19 hari dariku. Meskipun sudah 6 tahun 2 bulan ini kami berpisah, kebersamaan dengannya adalah kebersamaan tersempurna yang membawa begitu banyak kebaikan dalam hidupku. Buatku ini bukan tentang move on, tapi dia menyisakan kepribadian yang sampai kapanpun akan melekat kuat dalam ruhku. Menyatu dan kekal menyisakan diriku yang saat ini berdiri tegak dalam keadaan yang luar biasa. Dia yang terbaik, meskipun menyisakan kepahitan yang sampai sekarang masih belum netral, dia yang tersempurna. Thank you, Nut, for every perfect thing we shared. Tiga tahun tujuh bulan kebersamaan kami yang tidak akan menyisakan sedikitpun penyesalan. Meskipun banyak kata-kata dan sikap menyakitkan yang masih kamu berikan sampai saat ini, aku yakin, di hati mu masih menyimpan ruang yang sama sepertiku. Ruang yang bernama KITA.


Tema bulanan untuk Mei adalah Move On.


Membaca tema bulan ini sebenarnya saya agak berat hati. Namun mendengarkan kecemprengan admin agar cepat menulis naskah, saya tegarkan hati untuk menulisnya. Tema bulan ini tentang  sahabat.  Berat hati itu disebabkan karena menulis tentang seseorang yang bersinggungan dengan kita akan menjadi sesuatu yang sangat subyektif.

Sebenarnya saya seringkali menulis tentang sahabat, kebanyakan dalam bentuk puisi. Tengoklah buku antologi puisi saya bersama 4 rekan lainnya yang 3 di antaranya adalah penggiat blog ini: saya, parikesit n1nna dan Eugene Alexis yaitu Bicara (bukan) Pada Sunyi. Di situ terdapat puisi Perempuan Terluka dan Perempuan Bercadar Fajar, itu adalah persembahan saya untuk sahabat-sahabat saya.  Juga di awal-awal blog ini terbentuk saya mencatat beberapa kesan tentang sahabat dalam tulisan De-NL-ers (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/de-nl-ers.html) atau Photograph in Our Heart  (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/photograph-in-our-heart.html).

Saya akan bicara tentang seorang sahabat di sini. Aya. Saya mengenalnya sejak sebelum tahun 2003, yang berarti usia persahabatan saya dengannya jauh lebih awet dari usia percintaan saya dengan para mantan. Aya yang saya melihatnya adalah seorang yang, yahhh, sahabat semua bisa merasakannya. Aya bisa mendengarkan curhatan saya yang waktu itu di Jember lewat telepon selama berjam-jam dengan tenang tanpa provokasi apapun. Sampai  saat inipun ketika saya meledak-ledak, komentar khasnya adalah: "aaaa, la lapo ngunu iku? Sabar ta." (Kenapa harus begitu? Sabar dulu)

Aya dan partnernya saat itu sangat welcome pada saya di Suara Srikandhi. Saat inipun dia dan partner selalu siap menemani saya dan jomblo lainnya kala weekend. Sesuatu yang sangat saya hargai karena waktu yang seharusnya menjadi quality time untuk sang partner dibaginya bersama jomblo-jomblo terlantar. Bahkan tanpa aya, saya akan menjadi sosok yang diam dan tidak nyaman apabila ada rekan-rekan sehati yang menginginkan kopi darat.

Aya selalu tenang menghadapi sesuatu hal, kecuali apabila hubungan dengan partner sedang tidak menyenangkan dan saat jealous pada sosok yang dikiranya menjadi true love partnernya (ayo tebak siapa....).  Namun sebenarnya juga Aya pernah merahasiakan sesuatu sehingga membuat saya berdiri di atas duri. Pada saat itu saya lebih memilih bersendiri dan menemani Aya lebih sering daripada lainnya, meski saat itupun saya lebih sering memakinya daripada menghibur. Ketenangan Aya itu alhamdulillah menular pada saya, yang temperamental dan impulsif. Bisa dibilang Aya  seperti  Eyang Subur bagi saya (hahahhahahha....).

Dan prihatin saya terdalam ketika dia mengalami kehidupan rumah tangga bukan dengan partnernya. Dia yang biasanya tenang dan berpikir panjang, menyerah untuk menjalaninya. Bagi saya dia mencontohkan kepatuhan kepada orangtua, sesuatu yang mungkin juga akan saya alami. Sesuatu juga yang mungkin akan saya pikirkan dalam-dalam ketika datang hal itu. Sesuatu ujian yang paling berat menurut saya. Pada saat itu kekhawatiran pada kehidupannya saya telan sendiri, menjadi pelajaran berharga untuk saya.

Bersahabat dengan dia adalah menikmati kesenangan hidup sebagai hadiah kerja keras kita dan selalu belajar untuk lebih baik serta berusaha bermanfaat untuk sekitar kita. Tulisan ini mungkin saya akhirkan dulu karena kami masih akan bertemu lagi esok hari dan mungkin dia berubah bukan seperti yang di atas. Siapa tahu. Tapi meskipun berubah, InsyaAllah saya akan berusaha mengerti.

Dan puisi ini yang saya buat setelah saya dan para sahabat ngopi di kopitiam depan hotel JW Mariott Surabaya,  membuat saya selalu berkaca-kaca :

Salah Satu di Kedai Itu

Mengecap hari ini di meja bundar kedai
Lalu lalang waktu
Lalu lalang rindu
Aku, kau, dia meraba kopi, latte dan capucino
Bicara yang kadang terpotong gadged
dan perempuan-perempuan cerewet
dan jalang pada wajah-wajah bening


Aku tak bisa pesan arak dan cerutu
tapi aku masih bisa menceritakan rasa mabuk dan melayangnya
Dan mungkin setidaknya kita tahu satu hal :
Rindu itu bisa kita tinggalkan di foto usang dompet kita
Mimpi itu bisa kita catatkan pada kertas menu
dan aku berharap sungguh, itu bukan sekedar bahan obituari.

Untuk sahabat-sahabatku tercinta.



Suatu malam di bulan Ramadhan, kami berempat sedang berkumpul di halaman sebuah ruko yang mengelar pasar malam, LDC atau eL, Meg, n1nna dan aku mulai menyisir kios-kios yang menjajakan berbagai macam panganan, melewati antrean orang tua yang mengantrekan anak-anak mereka untuk menikmati permainan di pasar malam. Akhirnya kami duduk di tangga marmer pintu masuk ruko, kami mulai membicarkan keinginan untuk membantu teman-teman lesbian di luar sana, dengan membuat suatu wadah perkumpulan. Dengan antusias kami memulai perdebatan-perdebatan kecil mengenai tujuan dibuatnya wadah tersebut. 
"Kalo gitu eL dan Meg yang bertanggung jawab untuk mencari teman-teman yang lain, karena kalian kan suka online," kataku. eL dan Meg pun manggut-manggut. 
eL mempunyai banyak ide, dan gagasan-gagasannya selalu bagus. Dia anak bungsu dari 4 bersaudara, dia dan kakak keduanya merupakan tulang punggung keluarga. Sebagian besar anak bungsu notabenenya dimanjakan dan terlalu disayang oleh orangtua, tapi tidak dengan eL. Dia benar-benar jauh dari gambaran anak bungsu. eL mandiri di atas kakinya sendiri. Beberapa kali keluar-masuk perusahaan, akhirnya El berpikir untuk membangun usaha sendiri. Usaha bidang IT sampai sekarang digelutinya

Meg pekerja keras, dia mempunyai dua pekerjaan sekaligus. Pagi dia bekerja di salah satu tempat ngopi ternama, dan di malam hari dia bekerja di salah satu tempat hiburan ternama di kota kami. Meg termasuk orang yang peduli terhadap teman. Pernah suatu kali ada salah satu teman yang mengalami KDRT oleh pasangannya, dengan sigap Meg mati-matian membela dan mengamankan teman tersebu. Meg mempunyai perawakan yang bagus, tinggi semampai, cocok kalau jadi seorang model tapi entah kenapa dia kok tidak jadi model saja. Meg tinggal dengan nenek yang mengasuhnya sejak dia kecil. Setelah dia bertemu dengan pujaan hatinya, Meg meninggalkan kami untuk mengikuti pasangannya. Entah di mana dia sekarang dan bagaimana kabarnya, we miss her much

Tahun 2013.
Saat ini wadah ygan kami buat dengan nama deNL sudah terbentuk dan sudah memulai kegiatan-kegiatan positif. Mulai dari menulis di blog, arisan, bagi-bagi sembako, bagi-bagi ta'jil ketika Ramadhan, sampai mengunjungi panti jompo unutk orang-orang yang terbuang. Mimpi kecil kami berempat saat ini sudah tercapai tapi masih ada mimpi yang lebih besar lagi yang masih harus dicapai oleh deNL.



Ruang karaoke itu riuh oleh suara musik dan teriakan melengking mengikuti lirik yang terbaca sekilas lalu. Dia tidak terlalu melihat ke arah layar lebar di depannya. Sekali waktu matanya terpejam merasai makna dari kata-kata yang terlagukan.

“And I'm here, to remind you
Of the mess you left when you went away
It's not fair, to deny me
Of the cross I bear that you gave to me
You, you, you oughta know
You seem very well, things look peaceful
I'm not quite as well, I thought you should know
Did you forget about me, Mr. Duplicity?
I hate to bug you in the middle of dinner
It was a slap in the face
How quickly I was replaced
And are you thinking of me when you fuck her?
'Cause the love that you gave that we made
Wasn't able to make it enough for you
To be open wide, no
And every time you speak her name
Does she know how you told me
You'd hold me until you died
'Til you died, but you're still alive”
(Alanis Morissette – You Ought To Know)

Namanya n1nna, parikesit n1nna. Entah kenapa dia suka menggunakan angka 1 sebagai pengganti huruf I di namanya, n1nna. Otaknya memang jauh di atas rata-rata, itu kenapa dia bisa masuk ke program studi fakultas yang tidak sembarang orang bisa masuk dan bertahan di sebuah universitas terkenal di kotaku tinggal. Kota yang ramai dengan latar belakang metropolis. Sampai saat ini dia masih kuliah untuk mencapai gelar satu tingkat di atas standar mahasiswa.

Jadi, gampang saja buat dia menghafal sekian lirik lagu yang bahasanya susah untuk lidah orang Jawa dalam melafalkan dengan lancar. Begitulah kami biasa mereduksi penat. Karaoke setengah meneriakkan isi hati, curcol atau curahan hati colongan istilah anak mudanya. Kalau kata teman-temanku: “dasar tua bangka bau tanah, nggak tau diri masih saja merasa muda. Hahaha,” terserah mulut mau bicara apa, kesenangan dan apresiasi diri dengan cara yang positif tanpa merugikan siapapun tetap harus berjalan. Dan, malam itupun kami melanjutkan kegilaan, menghabiskan suara berdua saja di ruang karaoke berukuran kecil di dekat tempatku bekerja.

Okey, flashback dari mana kami kenal sepertinya harus aku jelaskan. Aku dan satu orang unik ini kenal dari tahun 2010. Waktu itu aku yang eksis di media jejaring sosial mengadakan acara bakti sosial atau baksos dengan teman-teman komunitas lesbian di kotaku. Melalui satu teman yang ternyata juga temannya, maka terlibatlah dia di acara itu. Aku yang katrok atau kepo merasa dipecundangi oleh kawanan komunitasnya yang ternyata mengejutkan. Sangkaku, dari mengenal temannya itu, aku hanya akan mengenal sekian gelintir orang. Tapi ketika hari H diadakannya baksos bulan puasa itu, sekian puluh massa temannya si n1nna yang aku panggil LCD atau eL itu berkumpul. Aku yang waktu itu sok sibuk sebagai pemilik tempat singgah yang difungsikan sebagai sekretariat berkumpul melihatnya tetap duduk di atas motor matic dengan muka tersangar yang membuatku muak. Bagaimana tidak, dia yang aku tidak kenal tidak sekalipun mau menyapa atau mengakrabkan diri padaku sebagai penguasa tempat.

Kami sama-sama saling cuek. Peduli setanlah si anak jutek. Aku fokus dengan kesibukan membungkusi sekian ratus takjil yang akan kami sebar di perempatan protokol jalan-jalan besar yang dipastikan macet saat pulang kantor menjelang waktu berbuka.

Selesai bungkus-membungkus, aku membuat strategi dengan eL membagi sekian puluh manusia itu dalam beberapa kelompok. Terbagilah kami dalam 4 kelompok untuk masing-masing titik yang menjadi fokus kami membagikan takjil. Sebalnya, aku satu kelompok dengan si jutek. Tapi karena niat baksos lebih mulia, nikmati sajalah kesempatan menjadi diri yang famous tapi tidak terlihat di mata si jutek.

Acara perdana itu benar-benar sukses. Sekian ribu bungkus kami bagikan dalam satu bulan puasa di setiap minggu berjalan efektif. Dari kesuksesan acara itulah kami menjadi dekat. Dengan adanya acara-acara penutupan kepanitiaan, maupun kumpul-kumpul berikutnya.

Singkat kata, ternyata dia menarik juga. Arogansi, egois, pembawaan diri dan sukanya membully membuatku mengingat seseorang. Yang pasti seseorang yang penting, dong ya, di masa lalu. Beberapa hal dalam dirinya mengingatkanku dengan Ing. Perempuan pertama yang aku kejar-kejar sampai membuatku penasaran dan akhirnya terdampar di kota ini.

Dari sekedar nongkrong ramai-ramai, karaokean, itulah kami kemudian merasa saling cocok. Dia seorang Aries, sama sepertiku. Tapi pembawaan dirinya agak berbeda denganku. Lebih keras, tegas, dan yang pasti, bukan martir.

Seringnya bertemu membuat kami lebih dekat. kemudian dia mulai sering ke tempat aku kerja paruh waktu, makan-makan hanya berdua, ngobrol mencari-cari peluang untuk lebih saling mengenal. Kedekatan yang intens itu kemudian membuatku yang sudah sekian tahun jadi magamon (manusia gagal move on) merasa menemukan orang baru yang cukup menarik. Dia domba (baca: Aries) yang sebenarnya lebih mirip Birgus latro si ketam kenari yang merupakan makhluk yang suka sendiri dibawah tanah atau celah-celah bebatuan. Dia menggali tempat bersembunyi di pasir atau tanah gembur. Dia membuat tempat bersembunyi untuk melindungi dirinya sendiri. Dan itulah dia, membuat benteng arogansi dengan sikap juteknya untuk memilah-milah teman yang (banyak) tidak benarnya.

Dari caranya memilah teman itulah aku kemudian belajar dengan tanpa malu-malu darinya tentang menghargai diri sendiri. Selama tiga tahun pasca putus dengan pasanganku, aku menjadi diri yang tidak terkendali. Setiap hari party, dengan geng mbambeters. Minum-minum, menjadi playgirl yang dengan mudah berganti teman “jalan”, menghabiskan uang untuk kesenangan-kesenangan sesaat yang berdampak negatif. Pertemanan yang tidak sehat itu cukup membuatku tidak diterima dengan baik dalam beberapa kelompok yang mengekslusifkan gengku. Aku lebih dikenal sebagai biang party daripada aktivis yang getol membangun komunitas yang berideologi humanis ketika masih bersama dengan pasanganku dulu. I finally back to myself lah setelah dekat dengannya.

Umurnya beberapa tahun dibawahku, tapi memiliki prinsip-prinsip hidup yang matang. Pembawaannya sebenarnya santai, tapi karena benteng yang dia bangun begitu tinggi, banyak yang tidak melihat sisi lainnya yang sebenarnya sejenis dengan ketam kenari, rapuh dalam beberapa hal (sehingga dia perlu untuk membuat benteng yang tinggi), memiliki sisi lunak di perutnya yang rentan terlukai. Darinya aku belajar untuk menerima kelemahan diri dan, konsisten dengan kelebihan, terus mengembangkan diri dan keuletannya untuk tidak berhenti belajar membuatku iri untuk juga mengembangkan diri.

Begitulah kebersamaan kami. Kebersamaan yang mengajarkan untuk selalu mendukung, menguatkan, berbagi hal yang positif untuk tidak lelah belajar menyempurnakan hidup menuju mimpi yang lebih baik.



I Want to Die

Kebanyakan orang pasti pernah mengalami keadaan ingin mati, aku sendiri pernah mengalaminya beberapa kali. Salah satunya saat aku kehilangan motor yang baru saja kupakai selama satu bulan, rasanya seperti hidup sudah tidak berguna lagi dan merasa kasihan pada bapak yang sudah bersusah payah membelikannya (dengan menyicil tiap bulan karena gaji beliau tidak seberapa besar).

Selama tujuh hari tujuh malam aku  menangis, berduka bukan karena kehilangan motor tapi lebih karena merasa tidak berguna dan tidak bisa menjaga kepercayaan bapak.

Sebenarnya masih banyak cerita di mana aku merasa mati itu lebih baik.

Seiring perjalanan waktu, aku sudah tidak pernah terpikir untuk mati lagi. Bagi aku lebih baik hidup dengan memberikan manfaat kepada sesama, membuat orang-orang di sekitar kita bahagia dan tersenyum tidak hanya di bibir mereka saja tapi juga di hati dan pikiran. Lebih indah rasanya.

Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu hari nanti pikiran itu muncul kembali di pikiranku. Sekedar tips saja, jika muncul lagi pemikiran "I want to die" maka take a break dari segala aktifitas, do something that you like.

I hope everyone can always be happy.

NB: Untuk seseorang yang kusayangi, keep fighting. Aku akan selalu ada untuk menggandeng tanganmu dalam keadaan apapun.


Survey membuktikan, tiga dari empat deNL adalah Aries.

Meg, eL (LDC), n1nna, lalu Erna, Niken, n1nna.
Jadi, untuk pembukaan ini, kami ucapkan selamat ulang tahun untuk Meg, eL, n1nna, Erna dan Niken. Semoga panjang umur, Semoga senantiasa dihiasiNya dengan kesucian dan penutup aib, ditutupi dengan pakaian kecukupan dan kerelaan diri, dituntun untuk senantiasa bersikap adil dan taat, dan diselamatkan dari apa yang ditakuti.

Bulan April adalah bulan makan-makan buat deNLers, terutama untuk mereka yang rutin muncul di arisan bulanan, Arisan Iwak Peyek. Biasanya bulan April juga menjadi bulan pembukaan arisan, arisan pertama dimulai di bulan ini. Tapi karena tahun ini arisan diikuti oleh lebih banyak orang, perputarannya tak lagi dua belas untuk dua belas bulan, jadi tahun depan sudah pasti arisan tidak dimulai di bulan April.

Maret-April 2007 adalah ulang tahun bersama yang dirayakan kali pertama  oleh deNL, saat masih berempat, karena Aya/Hening Swara berulang tahun di bulan Juli. April 2013 adalah April kedua tanpa eL dan kesekian tanpa Meg. We miss them so much.

Setelah liburan bersama Aya, Erna, n1nna saat ulang tahun Erna (juga untuk mematahkan mitos yang melingkupi Erna seputar kesialan di hari ulang tahun) ke Jogjakarta, dan bersama Niken saat ulang tahun Niken ke Blitar, minggu depan adalah waktunya arisan pertama 2013/2014 yang kemungkinan besar ada makan-makan. Asyik.

Untuk tema bulan ini adalah sahabat. Siapapun boleh menulis tentang yang lain, misal n1nna tentang Erna atau sebaliknya. Kami tunggu kontribusi tulisannya :)




Apa beda antara pemberani  dan pengecut?
Pemberani mati sekali, pengecut mati berkali-kali
.... Jawaban Putri Indonesia 2007 – Asal Blitar.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendefinisikan apa itu pemberani atau pengecut. Tulisan ini hanya bermaksud  membangun kontemplasi, hanya ingin merenung.

Manusia seperti halnya blog ini, lahir, tumbuh dan masih berkembang. Lahir atas kesepakatan, tumbuh oleh karena kecintaan mungkin juga akan berkembang atau stagnan karena dinamika. Apa benang merah dari itu semua? Komitmen.

Seingat saya, saya pernah menyatakan berhenti menulis di blog ini saat tulisan saya mencapai 100. Tetapi saya kembali menulis karena kreator lain yang notabene adalah sahabat, berkomitmen untuk terus menulis dan mengekspresikan komitmen. Maka blog ini harus tetap ada. Dan saya tergerak untuk menulis kembali.

Itu komitmen saya untuk berteman, komitmen untuk menulis.  Dan konsekuensinya, ya, saya harus menyetor  tulisan yang entah layak publish atau tidak, yang penting saya menjalani komitmen dulu untuk menulis.

Komitmen erat kaitannya dengan konsekuensi. 

Si X menjadi perempuan karena terberi dan walau secara tidak disadari dia akan menjadi perempuan dalam gambarannya yang mungkin dipengaruhi oleh keluarga, agama,lingkungan dan stereotipe dan identitas pilihannya akan membawa konsekuensi. Si X memilih orientasi menjadi gay murni karena keinginan (atau kecelakaan?) akan membawa konsekuensi yang harus dia tanggung dan mau tidak mau harus dihadapi. Dan efek dominonya adalah memilih coming out atau tidak, apa memilih mempunyai partner tetap atau tidak. Dan seterusnya.

Bagaimana menjaga komitmen?

Anjing menggonggong khafilah berlalu...
Memilih tinggal di negeri ini mesk hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri ini....
Pejah gesang nderek Bung Karno
Sami’na wa’atho’na Gus Dur....
Pener ra pener sing penting klubku...
Menandatangani pakta integritas untuk partai tertentu

Saya pikir tagline di atas merupakan slogan-slogan pilihan dan komitmen. 
Menjaga komitmen adalah bukti manusia menjadi dewasa. Banyak perubahan yang terjadi baik diinginkan dan tidak diinginkan, namun komitmen akan menjaga sikap kita atas pilihan-pilihan yang kita buat.

Untuk itu menasbihkan komitmen setidaknya kita harus mengenal diri kita. Bukan atas dasar hipotesa filsuf-filsuf dunia siapa aku. Tapi definisi aku yang lahir dari hati anda sendiri.  Pastilah suatu ketika anda akan mampu mendefinisikan siapa anda, apa yang anda inginkan. Maka saat itu anda memiliki komitmen untuk diri anda sendiri.

Siapa yang menjaga komitmen? Komitmen itu sendiri ataukah orang/hal yang berada dalam komitmen? Hanya anda yang mampu menjawabnya. Semisal saya berkomitmen untuk selalu membeli buku pengarang X karena saya fans si X, maka saya tidak akan peduli isinya apa. Bila saya tidak punya uang membelinya tetap saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membelinya. Dan mungkin saya akan membela mati-matian bila buku penulis tersebut dibakar. Apakah hal-hal yang membabi buta itu adalah karena komitmen kita atau karena bukunya ataukah pengarangnya? 

Pilihan atas dasar logika seringkali membawa komitmen dan konsekuensi yang hitam-putih/jelas, sedangkan pilihan atas dasar perasaaan seringkali membawa komitmen dan konsekuensi yang abu-abu/tidak jelas. Buktinya, kasus-kasus selingkuh, KDRT bahkan traficking yang dilakukan oleh pasangan seringkali dimaafkan oleh pasangannya dan mereka tetap melanjutkan hidup bersama. Kemudian hal-hal seperti itu akan terulang lagi. Banyak alasan mereka bertahan mulai dari alasan, "...cinta itu bukan dari logika, tapi dari hati...." atau "bahwa sudah menjadi komitmen bahwa kami bersama hingga maut memisahkan, kalaupun dia selingkuh karena orang lain toh juga akan kembali ..." "dia melakukan KDRT karena dia mabuk..."

Saya hanya tak mampu memahami bahwa saat kita berkomitmen dengan seseorang, salah satu dari kita mempertahankan komitmen walau membuat salah satu pihak menjadi rugi. Bagi saya komitmen tanpa respek adalah sesuatu yang dzolim. Dan respek itu hanya bisa dibangun oleh dua orang karena kesepakatan komitmen itu. Karena respek pada komitmen maka ia akan mampu menjadi lebih baik, karena respek pada pasangan ia akan menjaga komitmen dengan segala cara. Saya mungkin naif dan terlalu mencintai prinsip saya.

Barangkali saya harus mengucap tabik pada teman-teman yang memilih bertahan pada hubungan tidak sehat yang diatasnamakan komitmen karena memang : “kita seringkali lupa cinta yang melandasi luka”, kata Arman Dhani, seorang blogger pemilik http://terumbukarya.blogspot.com



de-NL-ers diawali empat orang perempuan berusia dua puluhan, Aya/Hening Swara, LDC, Meghi dan n1nna.

Pertama kali bertemu di akhir 2006 dan mulai mengumpulkan teman-teman lesbian yang berpikiran dan bertindak positif di Surabaya. 

Dari empat orang, berkembang menjadi lebih banyak lagi, masing-masing anggota inti merangkul teman-teman lesbian Surabaya yang baru dikenal atau sudah lama dikenal. Sistem getok tular yang ada meluaskan tim dari empat orang menjadi belasan orang, di antaranya: Megha, Nada, Niken, Nadia, Rara, Icha, Rere, Caca, Cici, Rany/MadRann, Vany, Geg, Erna Ragil, dan yang lainnya, meski tim penggerak inti tetap bertumpu pada empat orang dan musyawarah.

 Pada 2009, menyadari beberapa anggota punya kemampuan menulis yang mesti dikembangkan, deNL mewadahinya lewat kumpulan tulisan online yang bisa diakses oleh seluruh anggota yang berkenan memberikan kontribusi. Blog denlworld.blogspot.com hadir dengan beberapa kontributor tetap seperti Rany/MadRann, Aya/Hening Swara, LDC dan Niken.

 Selepas LDC dan Meghi memutuskan keluar dari Surabaya menjadikan blog deNLworld hiatus, empat inti deNL di format ulang.

Di 2013, Aya/Hening Swara, Erna Ragil, Niken dan n1nna menjadi motor untuk deNL yang baru. 

Sejauh ini, aktivitas deNL di luar blog adalah arisan bulanan Iwak Peyek dan bakti sosial (baksos) tiap tahun, saat ini memasuki tahun keempat baksos. Kegiatan baksos dititikkan satu waktu, biasanya saat bulan puasa, dilakukan pembagian takjil di jalan-jalan besar di Surabaya dan pembagian sembako/kue. Baksos yang terakhir dilakukan pembagian baju bekas layak pakai, makanan dan kue di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih, Surabaya. Tahun sebelumnya dilakukan pembagian sembako di daerah Keputih juga (atau daerah Medokan? yang pasti ini adalah kampung ilegal di belakang makam Keputih Surabaya), di Kampung Seng.

Mengingat perjuangan yang panjang, sayang sekali bila kegiatan positif yang pernah dirintis harus terbengkalai tanpa diteruskan. Salah satu pekerjaan yang dipertanyakan kekontinyuannya adalah menulis di blog ini.

Karenanya, moderator deNLworld memanggil kembali para penulis kontributor untuk kembali mengisi blog tercinta ini.

Mungkin sebelumnya banyak perbedaan pendapat yang sulit ditengahi, semua karena masing-masing ingin yang terbaik untuk satu sama lain. Tak mengapa, perbedaan adalah inspirasi yang tak pernah putus.

Surat elektronik (surel) sudah dikirimkan moderator kepada kontributor yang mencatatkan alamat surel, mohon kesediaan penerima surel untuk meneruskan pada dan mengajak peran aktif teman deNL lain. 

Dari Niken memberikan usul untuk tema bulanan, di mana para kontributor menulis sesuai tema.

Mohon tanggapan lebih lanjut. Dalam enam tahun, ada begitu banyak suka-duka tercatat, pertemanan baru dan pertemanan lama. Dengan menulis, rekaman jejak yang ada dapat dibaca kembali, dipelajari atau ditertawakan. Atau diapakan saja, dan semua itu membuktikan bahwa deNL tetap ada.



Seandainya aku tak pernah ada
Di tapal batas pandangmu
Barangkali kamu tetap berdoa untukku

Sebab bukan karena aku
Tapi hatimu yang mencintaiku

Seandainya aku tak pernah singgah
Pada waktumu dan rumahmu esok hari
Barangkali kamu tetap menungguku

Sebab bukan karena aku
Tapi hatimu yang menisankan namaku

Seandainya aku tak pernah
Bertanya apa kamu baik2 saja dan bahagia tanpaku?
Barangkali kamu akan bahagia dan baik-baik saja

Sebab bukan karena aku
Tapi kau yang tak ingin melihatku terluka jika melihatmu bersedih