Di jaman modern ini, relasi antar anak dan ibu telah jauh berkembang. Semua menjadi warga dunia yang hampir sewarna, sehingga saya pikir relasi-relasi antara Ibu – anak jauh lebih terbuka daripada dekade lalu. Relasi dalam keluarga tersebut memang tidak serta merta akan berubah karena ada nilai agama dan tentu adat ketimuran. Relasi orangtua Ibu – anak dalam agama pun menempati suatu patron yang jelas. Kita lihat kedudukan ibu dalam Islam begitu dihargai, kemudian dalam Katolik ada Bunda Maria, dalam Budha ada dewi Kwan Im dan sebagainya.
Sebenarnya sejak di dalam rahim kita telah menjalin relasi dengan orangtua terutama dengan ibu. Anda bisa bayangkan kita yang hanya sejumput mani kemudian menjadi daging, diberikannya ruh, mengalami perkembangan otak, syaraf dan tubuh ada di rahim. Makanan, udara, nutrisi didapatkan janin dari asupan sang Ibu. Hal-hal psikis, seperti kondisi emosional Ibu, sentuhan bahkan suara-suara katanya dapat dirasakan dan didengar oleh sang janin. Begitu kita keluar saat diputusnya plasenta, maka yang kita cari adalah payudara Ibu. Kehidupan.
Dalam bukunya, Side by Side: The Revolutionary Mother-Daughter Program for Conflict-Free Communication, Dr Charles Sophy mengatakan, pada dasarnya ibu dan anak perempuan menginginkan hal yang sama: cinta, pengertian, dan penghargaan. Mereka berdua saling menginginkannya dari satu sama lain. Ibu menginginkan cinta, penghargaan, dan pengertian dari anak yang dilahirkannya ke dunia. Anak perempuan menginginkan hal yang sama dari perempuan yang memberikannya kehidupan.

Bukankah kita demikian sahabat?

Tak banyak kita lihat hubungan antara ibu dan anak perempuannya begitu bahagia, karena terdapat pula hubungan keduanya yang tidak baik dan bahagia. Lalu, mengapa hubungan antara ibu dan anak perempuannya bisa serumit itu? Psikolog lainnya, Lesley Miles menyatakan, bahwa hal tersebut disebabkan sang ibu terkadang memiliki kesulitan untuk membedakan apa yang harus dilakukannya untuk anak laki-laki dan perempuannya.
Biasanya, anak perempuan cenderung lebih dekat dengan sang ayah dan anak laki-laki lebih dekat dengan ibunya, namun tidak menutup kemungkinan bagi sang anak untuk dekat dengan keduanya. Menurut Lesley, biasanya hubungan ibu dan anak perempuan bisa saling mengidentifikasi secara kuat dengan menjadikannya inspirasi satu sama lain, dan hubungan ini lebih sering diisi dengan ikatan emosional yang lebih dalam.
Satu hal yang bertentangan bagi anak perempuan yaitu aspirasi sang ibu. Seorang ibu tentu ingin anak perempuannya mengikuti tradisi yang konvensional, namun di sisi lain ibu juga ingin anak perempuannya memiliki karir yang sukses dan menjadi profesional. Apa yang dikehendaki sang ibu itulah yang biasanya menjadi pertentangan, dan terkadang membuat anak perempuan menghadapi kebingungan, apa yang sebenarnya diinginkan oleh sang ibu.
Lesley mengungkapkan, saat ibu memasuki usia 30-40 tahun, anak perempuannya akan memasuki usia remaja, dan seringkali timbul ketidakcocokan antara keduanya yang bisa menimbulkan masalah diantara keduanya. Selain itu, masalah yang ditimbulkan bisa dipicu karena ketidaksamaan pemikiran keduanya atau ekspektasi yang tidak realistis satu sama lain.
Saya sangat iri dengan saudara dan sahabat yang mempunyai hubungan baik dengan ibunya. Bahkan seperti sahabatnya sendiri. Saat ini bisa dikatakan saya tengah membangun relasi dengan Ibu. Saya jarang menulis tentang Ibu. Tulisan saya tentang orangtua saat saya berseragam putih abu-abu, membuat kami, saya, ayah dan Ibu saya berbicara panjang lebar yang berakhir Ibu menangis, ayah meninggalkan ruangan dengan kesal dan saya membisu penuh kemarahan. Saat itu saya menulis untuk artikel majalah sekolah dengan judul: Aku Tidak Butuh Docmart. Inti tulisan itu adalah kritik pada Ibu yang selalu membelikan sesuatu yang ngetrend saat itu (ehmm saya generasi 90 tahu kan docmart) padahal  saya tidak membutuhkan.
Setelah insiden itu, saya tidak pernah menulis tentang Ibu kecuali satu puisi yang malahan saya dituduh Malin Kundang oleh pesohor puisi. Namun di  usia saya yang mulai menua ini saya hanya mampu memahami satu hal untuk Ibu, sebejat-bejatnya saya, saya  harus mampu bersikap baik dengan Ibu saya.
Saya akan membagi sedikit tips dengan bagi sahabat-sahabat yang sulit membangun relasi dengan Ibu :
  1. Sadari saja ibu tidak akan bisa digantikan oleh siapapun, kalau sahabat bisa demikian menyayangi partner kenapa kita tidak bisa dengan Ibu? Mulai dengan senyum tulus dan stop apriori
  2. Berbicara rutin, semakin tua kadang orangtua semakin sensitif, percakapan biasa-biasa saja/remeh dari kita bagi beliau dianggap suatu perhatian. Kita yang menelepon partner bisa lama kenapa dengan Ibu tidak ?
  3. Menceritakan hal-hal lucu, tertawa sudah tentu sehat.
  4. Mengajak sahabat ke rumah, kadang seorang Ibu iri terhadap sahabat kita, seringkali generasi tua menganggap anak-anaknya lebih terbuka ke sahabat (meskipun iya), tetap upayakan bahwa Ibu adalah penting bagi kehidupan kita. Suksesnya kita tidak dianggap melulu dari segi finansial, tapi juga karena kita memiliki sahabat yang berarti.
  5. Beraktifitas bersama, meski itu dimulai dari sekedar nonton sinetron bareng (silahkan pilih mau belanja, ke spa, makan di luar atau liburan bareng)
  6. Berhati-hati memilih perkataan saat menanyakan siapa pasangan anda. Nah untuk terakhir ini memang suatu pilihan. Jujur itu beda tipis dengan tidak berkata apa pun. Menurut saya coming out memang masih menjadi momok bagi saya. Ada yang bisa membantu saya?


Tema bulan Juni adalah "How to be BFF with your mother"


Sabtu sore, 18 Mei 2013, langit Surabaya yang mendung dan hujan gerimis yang mendera kota pahlawan tak menyurutkan semangat arek Suroboyo merayakan International Day Against Homophobia and Transphobia (IDAHOT) yang jatuh pada tanggal 17 Mei.


Surabaya rutin merayakan IDAHOT tiap tahun. Kali ini disponsori oleh GAYa Nusantara (GN), Youth Voices Count (YVC) dan RRI Pro 2 95.2 FM. Acara diadakan di Color's Pub and Restaurant pukul 18.00 sampai 22.00 WIB.

Berbagai acara hiburan disajikan, menyemangati perayaan hari melawan ketakutan yang tidak rasional terhadap homoseksual dan transseksual. Berbagai brosur dibagikan, juga pin, dan sosialisasi lembaga-lembaga sosial untuk LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transseksual), diantaranya tentang website ISEAN.

Yang hadir beragam, mulai perwakilan mahasiswa dari Universitas Airlangga, lembaga sosial untuk penanggulangan NARKOBA/HIV-AIDS dan pendampingannya, IGAMA (Ikatan GAYa Arema), komunitas-komunitas LGBT Surabaya , sampai GAYa Celebes yang jauh-jauh datang dari Sulawesi.

Di puncak acara peringatan ini dijelaskan dan ditayangkan program-program yang sebelumnya telah dilakukan untuk memerangi homophobia & transphobia, diantaranya adalah Goes to Campus, Diskusi dan Pemutaran Film, dan Edutainment. Salah satu edutainment yang menarik adalah pemutaran video yang dibuat berdasarkan penelitian oleh Setia Perdana. Juga penjelasan tentang sejarah homoseksual di Indonesia oleh pakar sosiolog, Dede Oetomo, yang mengungkap beberapa keunikan yang salah satunya adalah Indonesia lebih dulu mencabut homoseksual dari daftar penyakit daripada WHO (World Health Organization). Lainnya, ada Andreas yang mengenalkan YVC, mengajak kaum muda LGBT berperan aktif membantu sesamanya.

Untuk meyakinkan bahwa kampanye ini diindahkan oleh penonton, Edyth dan Azis selaku pemandu acara membagi hadiah bagi yang bisa menjawab pertanyaan yang mereka berikan. Acara pembagian hadiah berselang-seling dengan acara hiburan, salah satunya adalah operet ala X-Factor yang membuat penonton terpingkal-pingkal.

LGBT menyentuh semua lini kehidupan, mulai dari kaum terpelajar, mereka yang junkies, bapak-ibu rumah tangga, sampai siapapun yang berada di pelosok negeri. Sering, stigma menempel erat di jidat kaum LGBT. Mereka menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, mulai dari yang sopan tapi menyakitkan seperti sebuah siulan nyinyir sampai dilempar batu atau diludahi. Hal ini memberi pengaruh pada diri LGBT terutama kaum mudanya, dan hal ini menjadi masalah yang mesti dipecahkan tidak hanya kebisuannya, juga harus diberikan jalan keluar tanpa melanggar hak asasi siapapun.

Kecenderungan untuk bersikap buruk kepada LGBT ini bisa membuat nyali mereka ciut, menyembunyikan orientasi seksual mereka dengan harapan mendapat perlakuan yang lebih baik meski menyiksa diri sendiri secara nonfisik sering dilakukan kaum muda LGBT. Supaya terhindar dari cemooh, bully atau gencet, bahkan kekerasan fisik sampai ancaman-ancaman dibunuh. Menimbulkan kekerdilan dan rasa benci terhadap pergolakan yang terjadi pada diri sendiri.

Karena itu, IDAHOT kali ini, mengkampanyekan cinta terhadap diri sendiri. Love yourself...shout loud! Mengajak LGBT pada umumnya dan LGBT muda khususnya untuk menelaah dalam diri, merayakan kesadaran seksual yang beraneka ragam dan membuka cakrawala pengetahuan bahwa mereka tidak sendiri. Bahwa senantiasa ada yang mengulurkan tangan untuk membantu berdiri saat jatuh terduduk setelah terpeleset berbagai masalah di sepanjang jalan.

Supaya LGBT bisa berjalan dengan dada tegap, melampaui dan mengatasi berbagai persoalan yang menimpa, memberi lebih daripada menerima, diakui dan disamakan haknya sama seperti manusia lain. Supaya seperti semua itu, LGBT harus belajar mencintai diri sendiri lebih dulu dan tak ragu meneriakkannya pada dunia.

Love myself...shout loud!



Aku akan memberi tahu suatu rahasia, ingat ini rahasia, jangan sampai orang lain tahu. Sebenarnya aku tidak punya ide ketika harus menulis tema bulan ini, tapi aku akan bercerita, jadi dengarkanlah.

Masa itu :
pada suatu masa datanglah seorang perempuan padaku dengan senyum yang sangat dipaksakan, kusut dan tanpa gairah. Seorang lelaki telah membuatnya terbang tinggi ke langit ke tujuh sekaligus membuatnya jatuh tersugkur hingga berdarah. Tanpa disadari air matanya mengalir, dengan tersenyum dia mengatakan, "Duh, air mata ini kok tidak mau berhenti, sih?"
Aku tersenyum dan berkata, "Krannya dol kali, makanya gak mau berhenti."
 
Dia pun tertawa sambil menyeka air matanya, "Dua kali aku suka dengan seseorang, dua kali pula aku harus seperti ini. Aku capek, apa aku sama cewek aja biar tidak seperti ini lagi?"
Aku tertawa keras, hingga air mata keluar, mendengar celetukannya.
"Kok ketawa, sih? Aku serius ini. Gimana, ya, rasanya kalo sama cewek?" katanya setelah aku berhenti tertawa.
"Gagal dengan dua orang bukan berarti kamu harus ganti orientasi seks," kataku kemudian. "Semua ada waktunya, mungkin mereka berdua bukan orang yang tepat buat kamu dan bukan berarti juga dengan jalan sama cewek kamu tidak menemui hal yang seperti ini lagi."
Kami hanya terdiam tanpa ada sepatah kata lagi.

Masa sekarang:
Waktu telah membuatnya berposes, dia sudah lebih tenang dan berseri walau belum sepenuhnya bayangan lelaki milik orang lain itu memudar dari pikirannya.
"Thanks, selama ini udah nemenin aku menangis," katanya sambil tersenyum. Aku mengangguk dengan tersenyum.

Kesimpulan:
Teman merupakan obat mujarab ketika kita berada di kondisi terbawah. Datangi teman, ungkapkan semua yang ada di hati dan pikiran, jangan pernah berpikir teman tidak layak tahu akan kesedihan kita. Teman sesungguhnya akan terlihat di saat-saat terbawah kita dan akan menemani kita berproses untuk menjadi yang lebih baik.

Cerita di atas hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan cerita, ya, salah sendiri kok bisa sama.

Nambah Berita: keluarga sebenarnya obat mujarab juga, sih, tapi jika tidak nyaman bercerita ke keluarga, ya, so, datangi temanmu. You're not alone.



Untuk move on dari suatu kedukaan (putus cinta, kematian, kegagalan, dan sebagainya) tidak semudah membalik telapak tangan. Saya tahu, jika hari ini Anda merasa sangat sedih, rasanya tidak mungkin kesedihan bisa berlalu begitu saja. Semua butuh proses, termasuk move on.

Seorang psikiater bernama Elizabeth Kuebler-Ross pernah menulis bahwa ada tahapan-tahapan dalam menghadapi kedukaan. Tahapan-tahapan ini tidak bersifat kronologis, dalam arti tidak semua tahapan terjadi pada semua orang dan tidak pula tahapan-tahapan ini sesuai dengan urutannya. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
Penyangkalan (Denial) – “Ini tidak mungkin terjadi. Aku tahu dia masih sayang sama aku.” Atau, “Oh, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.” Penyangkalan ini seakan-akan merupakan benteng yang Anda bangun untuk melindungi diri Anda sendiri.
Marah (Anger) – “Ini tidak adil.” “Kamu jahat!” “Aku salah apa?” Pada tahap ini, manusia telah menyadari bahwa ia tidak dapat terus menyangkal keadaan. Sayangnya pada tahap ini banyak terjadi hal-hal negative yang mungkin akan disesali saat kedukaan ini sudah berlalu.
Menawar (Bargaining) – “Aku janji aku akan berubah.” “Aku akan melakukan apapun biar kamu balik sama aku” Tahapan ini mengandung harapan untuk menghilangkan penyebab kedukaan.
Depresi (Depression) – “Aku sangat sedih. Ini perasaan yang buruk sekali. Rasanya ga tahan!” “Aku kangen sama dia. Aku tidak bisa hidup tanpanya.” Di tahapan ini, manusia sering menangis dan merana. Menariknya, Kuebler-Ross tidak menyarankan orang lain untuk menghibur seseorang yang sedang berada di tahapan ini. Menurutnya, ini adalah waktu penting untuk berduka sepuasnya yang harus dilalui.
Penerimaan (Acceptance) – “Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.” “Ini sudah terjadi. Hubungan kami memang harus berakhir.” Ini merupakan tahapan terakhir.

Bono, vokalis U2, pernah mengatakan, ”Music can change the world because it can change people.” Saya pun percaya, musik dapat membantu Anda untuk bisa move on. Musik dapat membantu anda berubah untuk keluar dari kesedihan dan menjadi orang yang lebih kuat.

Dalam hal ini, saya membagi musik menjadi 3 bagian, yaitu:

1)  Music of “The World Ended Tomorrow”
Better That We Break – Maroon 5
Nothing Last Forever – Maroon 5
Won’t Go Home Without You – Maroon 5
Another Day – Lene Marlene
Paradise – Coldplay

Lagu-lagu di atas adalah contoh untuk tahapan Penyangkalan, Menawar, dan terutama Depresi. Dengan liriknya yang menyedihkan dan nada-nada yang menyayat hati, maka tidak heran saat mendengarkan lagu-lagu seperti ini mengakibatkan hati Anda seakan-akan diperas sampai Anda menangis. Tidak apa-apa. Menangis itu perlu. Menangislah sampai puas.

2)  Music of “Fuck The World And Fuck You!”
In The End – Linkin Park
Stricken – Disturbed
Freak on A Leash – Korn
Somewhere I Belong – Linkin Park
Voices – Disturbed

Sedangkan ini, adalah contoh lagu-lagu yang tepat ketika Anda sedang berada di tahapan Marah. Alunan musiknya keras, kencang, berenergi! Lumayan untuk menghabiskan energi Anda agar tidak meluapkan kemarahan secara membabi-buta. Dengarkan saja lagu-lagu seperti ini, atau sambil ikut menyanyi atau berteriak-teriak. Luapkan kemarahan Anda sampai puas. Ini lebih baik daripada kemarahan Anda dilampiaskan dalam hal-hal yang dapat merugikan orang lain atau Anda sendiri.

3)  Music of “Life Is Good”
The Heart Of Life – John Mayer
Details In The Fabric – Jason Mraz
No More Cry – The Corrs
The Show – Lenka
Don’t Worry Be Happy – Bobby McFerryn
Haven’t Met You Yet – Michael Buble

Ini adalah contoh lagu-lagu dengan irama menyenangkan. Liriknya pun dapat membuat Anda tersenyum dan melupakan tentang sakit hati Anda. Ini adalah lagu-lagu yang tepat, yang baru bisa Anda nikmati jika sudah berada dalam tahapan Penerimaan. Jika Anda sudah berada di sini, Selamat! Anda sudah bisa move on dan sudah bisa berpikir sehat, bahwa dunia yang masih penuh harapan terbentang di hadapan Anda.



1.
Puisiku kemarin itu adalah tentangmu
tapi kata-kataku sendiri yang melahirkan rindu
dan tentu kita menakdirkan sendiri untuk saling mengecup
dengan bibir
dengan mimpi
setelahnya kecupan terakhir kita adalah untuk meneguhkan kepahitan
saat kita tamatkan dosa dengan senyuman.
Kau bersama dirimu
Aku bersama ingatanku

2.
Aku menyebutmu kekasih
dan pasti kau tak berani menyebutku kekasih
kau terlalu mencintaiku
dan karenanya kau mengasingkanku

3.
Aku merayakan rindu dengan kata-kata
puisi picisan, sedikit cerutu, sedikit arak
tawa tertahan, isak tertelan kemudian
kisah-kisah murahan yang menyita sedikit waktuku
dan selalu kuselesaikan dengan
cupang dan tamparan di akhir tiap bulan

4.
Kamu melahirkan puisiku, meski rindu yang menulisnya
Aku merayakan merindumu
Dan kata-kataku menolak lupa




Bukankah setiap diri berhak bahagia, Nit..?
Nit, ah, Nit-Nit-ku
Kenapa norma dan aturan buatan orang-orang yang sudah mati itu mengekang kita?
Kamu, masihkah di persimpangan itu?
Peluk yakin dan rasa kita, Nit..

Pembenaran atas segala salah
Itukah yang sedang kita cari?
Bukan, sayang…
Gelap bukan selalu hitam
Terang tidak hanya putih

Apa guna pembenaran
Sementara nurani berbicara
Semua yang nyata kita rasa
Ataupun sejarah yang telah ditulis dengan tinta kehidupan

Bukan putih yang kita cari
Tapi pelangi yang sempurna ketika hidup tidak hanya satu warna
Tentang D, perempuan yang kuat secara fisik dengan sinusitis dan asma yang kerap membuatnya terpuruk dalam kelemahan yang selalu dia benci. Di usianya yang saat itu mendekati seperempat abad, dia adalah sosok mandiri yang penuh kasih dan lemah lembut tapi tegas. Satu kali ketika ada seekor semut yang merambat di kemeja yang aku kenakan, dengan penuh ke-hati-an dia meminta permisi ke aku, “Maaf, ya Nit, sebentar ada semut di pundakmu”. Aku kebingungan mau menepiskannya dengan serampangan, tapi kemudian dia cegah, “Semut juga makhluk hidup, Nit, dia berhak mendapat kesempatan hidup selama tidak menyakitimu. Jangan dibunuh, dong,” begitu katanya. Bukan hanya penuh kasih, dia juga seseorang yang sangat idealis, memperjuangkan haknya dan sangat yakin dengan tujuan hidupnya

Bermula dari teman hidupku, Dhyta. Aku tidak berani menyebutnya pasangan atau pacar karena kebersamaan kami tidak berstatus meskipun kami sudah tinggal dan hidup bersama selama dua setengah tahun. Kami sama-sama tidak tahu bentuk hubungan yang membuat kami begitu tergantung dan saling mengikat karena kami sama perempuan. Kami tidak mengenal dunia lesbian atau menyadari orientasi seks. Apalagi kami berangkat dari perkenalan di sebuah partai yang sangat fundamentalis tentang agama waktu pertama kenal. Ya, denial ku membuat dia meninggalkanku dan memilih D yang jelas sudah mempunyai kedewasaan dan keyakinan kuat dalam segala hal di hidupnya, termasuk orientasi seksual. Di saat D dan  Dhyta sudah berakhir karena Dhyta yang masih terlalu labil menikmati euforia dunia lesbian yang begitu luas dikenalkan D membuatnya sekali lagi menyelingkuhi D. Buat D, hubungan itu tidak pernah main-main, perempuan berprinsip kuat dan tegas ini kemudian memutuskan Dhyta dan memilih mendekatiku.
Selama kebersamaanku dan D dalam proses pertemanan, aku banyak melihat kepribadiannya yang selalu menenangkan. Kecerdasannya membentuk pribadi yang tidak akan bisa membuatnya dipermainankan siapapun. Keteguhannya terbukti dengan memperjuangkan keinginannya sampai batas yang akan membuat siapapun tertunduk menyerah. Setelah tujuh kali dalam tujuh bulan kebersamaan kami dia menembakku dengan ancaman dia tidak akan lagi mau menemuiku dan akan menghilang dari hidupku, aku takluk. Sepulang dari Pontianak selama tiga bulan kami terpisah, aku menyadari kebutuhanku bersamanya lebih besar dari pada egoku untuk tidak belajar mencintainya. Awal kebersamaan kami, di rumah yang kami kontrak bersama aku banyak mengecewakannya, di saat dia bekerja, aku ke kampus dan bekerja hingga malam, kemudian malamnya aku malah menyibukkan diri membentuk wadah komunitas lesbian di kota kami sampai dini hari. Jarangnya kami bersama tidak membuatnya mundur, bukan hanya menuntunku menemukan diriku dia juga tetap menjadi diri yang sabar menunjukkan kasihnya. Bagaimana kemudian aku tidak jatuh cinta?
Dari dia aku belajar mencintai, belajar mengerti bahwa relasi bukan hanya tentang cinta yang tidak terdefinisikan dan teramat susah dimengerti. Dia membuatku mengerti, kebersamaan kami bukan sebatas saling sayang, tapi komitmen yang teguh untuk saling menguatkan, saling mendukung, saling menghargai, saling memberi dengan tujuan yang jelas. Menjalani hidup bersama sebagai pasangan hidup, teman, sahabat, juga musuh untuk saling mengkritisi pemikiran dan penyikapan terhadap sesuatu yang perlu kami perluas dan pelajari dalam perjalanan kehidupan.
Dia perempuan dewasa di usianya yang bahkan lebih muda 3 bulan 19 hari dariku. Meskipun sudah 6 tahun 2 bulan ini kami berpisah, kebersamaan dengannya adalah kebersamaan tersempurna yang membawa begitu banyak kebaikan dalam hidupku. Buatku ini bukan tentang move on, tapi dia menyisakan kepribadian yang sampai kapanpun akan melekat kuat dalam ruhku. Menyatu dan kekal menyisakan diriku yang saat ini berdiri tegak dalam keadaan yang luar biasa. Dia yang terbaik, meskipun menyisakan kepahitan yang sampai sekarang masih belum netral, dia yang tersempurna. Thank you, Nut, for every perfect thing we shared. Tiga tahun tujuh bulan kebersamaan kami yang tidak akan menyisakan sedikitpun penyesalan. Meskipun banyak kata-kata dan sikap menyakitkan yang masih kamu berikan sampai saat ini, aku yakin, di hati mu masih menyimpan ruang yang sama sepertiku. Ruang yang bernama KITA.


Tema bulanan untuk Mei adalah Move On.


Membaca tema bulan ini sebenarnya saya agak berat hati. Namun mendengarkan kecemprengan admin agar cepat menulis naskah, saya tegarkan hati untuk menulisnya. Tema bulan ini tentang  sahabat.  Berat hati itu disebabkan karena menulis tentang seseorang yang bersinggungan dengan kita akan menjadi sesuatu yang sangat subyektif.

Sebenarnya saya seringkali menulis tentang sahabat, kebanyakan dalam bentuk puisi. Tengoklah buku antologi puisi saya bersama 4 rekan lainnya yang 3 di antaranya adalah penggiat blog ini: saya, parikesit n1nna dan Eugene Alexis yaitu Bicara (bukan) Pada Sunyi. Di situ terdapat puisi Perempuan Terluka dan Perempuan Bercadar Fajar, itu adalah persembahan saya untuk sahabat-sahabat saya.  Juga di awal-awal blog ini terbentuk saya mencatat beberapa kesan tentang sahabat dalam tulisan De-NL-ers (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/de-nl-ers.html) atau Photograph in Our Heart  (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/photograph-in-our-heart.html).

Saya akan bicara tentang seorang sahabat di sini. Aya. Saya mengenalnya sejak sebelum tahun 2003, yang berarti usia persahabatan saya dengannya jauh lebih awet dari usia percintaan saya dengan para mantan. Aya yang saya melihatnya adalah seorang yang, yahhh, sahabat semua bisa merasakannya. Aya bisa mendengarkan curhatan saya yang waktu itu di Jember lewat telepon selama berjam-jam dengan tenang tanpa provokasi apapun. Sampai  saat inipun ketika saya meledak-ledak, komentar khasnya adalah: "aaaa, la lapo ngunu iku? Sabar ta." (Kenapa harus begitu? Sabar dulu)

Aya dan partnernya saat itu sangat welcome pada saya di Suara Srikandhi. Saat inipun dia dan partner selalu siap menemani saya dan jomblo lainnya kala weekend. Sesuatu yang sangat saya hargai karena waktu yang seharusnya menjadi quality time untuk sang partner dibaginya bersama jomblo-jomblo terlantar. Bahkan tanpa aya, saya akan menjadi sosok yang diam dan tidak nyaman apabila ada rekan-rekan sehati yang menginginkan kopi darat.

Aya selalu tenang menghadapi sesuatu hal, kecuali apabila hubungan dengan partner sedang tidak menyenangkan dan saat jealous pada sosok yang dikiranya menjadi true love partnernya (ayo tebak siapa....).  Namun sebenarnya juga Aya pernah merahasiakan sesuatu sehingga membuat saya berdiri di atas duri. Pada saat itu saya lebih memilih bersendiri dan menemani Aya lebih sering daripada lainnya, meski saat itupun saya lebih sering memakinya daripada menghibur. Ketenangan Aya itu alhamdulillah menular pada saya, yang temperamental dan impulsif. Bisa dibilang Aya  seperti  Eyang Subur bagi saya (hahahhahahha....).

Dan prihatin saya terdalam ketika dia mengalami kehidupan rumah tangga bukan dengan partnernya. Dia yang biasanya tenang dan berpikir panjang, menyerah untuk menjalaninya. Bagi saya dia mencontohkan kepatuhan kepada orangtua, sesuatu yang mungkin juga akan saya alami. Sesuatu juga yang mungkin akan saya pikirkan dalam-dalam ketika datang hal itu. Sesuatu ujian yang paling berat menurut saya. Pada saat itu kekhawatiran pada kehidupannya saya telan sendiri, menjadi pelajaran berharga untuk saya.

Bersahabat dengan dia adalah menikmati kesenangan hidup sebagai hadiah kerja keras kita dan selalu belajar untuk lebih baik serta berusaha bermanfaat untuk sekitar kita. Tulisan ini mungkin saya akhirkan dulu karena kami masih akan bertemu lagi esok hari dan mungkin dia berubah bukan seperti yang di atas. Siapa tahu. Tapi meskipun berubah, InsyaAllah saya akan berusaha mengerti.

Dan puisi ini yang saya buat setelah saya dan para sahabat ngopi di kopitiam depan hotel JW Mariott Surabaya,  membuat saya selalu berkaca-kaca :

Salah Satu di Kedai Itu

Mengecap hari ini di meja bundar kedai
Lalu lalang waktu
Lalu lalang rindu
Aku, kau, dia meraba kopi, latte dan capucino
Bicara yang kadang terpotong gadged
dan perempuan-perempuan cerewet
dan jalang pada wajah-wajah bening


Aku tak bisa pesan arak dan cerutu
tapi aku masih bisa menceritakan rasa mabuk dan melayangnya
Dan mungkin setidaknya kita tahu satu hal :
Rindu itu bisa kita tinggalkan di foto usang dompet kita
Mimpi itu bisa kita catatkan pada kertas menu
dan aku berharap sungguh, itu bukan sekedar bahan obituari.

Untuk sahabat-sahabatku tercinta.



Suatu malam di bulan Ramadhan, kami berempat sedang berkumpul di halaman sebuah ruko yang mengelar pasar malam, LDC atau eL, Meg, n1nna dan aku mulai menyisir kios-kios yang menjajakan berbagai macam panganan, melewati antrean orang tua yang mengantrekan anak-anak mereka untuk menikmati permainan di pasar malam. Akhirnya kami duduk di tangga marmer pintu masuk ruko, kami mulai membicarkan keinginan untuk membantu teman-teman lesbian di luar sana, dengan membuat suatu wadah perkumpulan. Dengan antusias kami memulai perdebatan-perdebatan kecil mengenai tujuan dibuatnya wadah tersebut. 
"Kalo gitu eL dan Meg yang bertanggung jawab untuk mencari teman-teman yang lain, karena kalian kan suka online," kataku. eL dan Meg pun manggut-manggut. 
eL mempunyai banyak ide, dan gagasan-gagasannya selalu bagus. Dia anak bungsu dari 4 bersaudara, dia dan kakak keduanya merupakan tulang punggung keluarga. Sebagian besar anak bungsu notabenenya dimanjakan dan terlalu disayang oleh orangtua, tapi tidak dengan eL. Dia benar-benar jauh dari gambaran anak bungsu. eL mandiri di atas kakinya sendiri. Beberapa kali keluar-masuk perusahaan, akhirnya El berpikir untuk membangun usaha sendiri. Usaha bidang IT sampai sekarang digelutinya

Meg pekerja keras, dia mempunyai dua pekerjaan sekaligus. Pagi dia bekerja di salah satu tempat ngopi ternama, dan di malam hari dia bekerja di salah satu tempat hiburan ternama di kota kami. Meg termasuk orang yang peduli terhadap teman. Pernah suatu kali ada salah satu teman yang mengalami KDRT oleh pasangannya, dengan sigap Meg mati-matian membela dan mengamankan teman tersebu. Meg mempunyai perawakan yang bagus, tinggi semampai, cocok kalau jadi seorang model tapi entah kenapa dia kok tidak jadi model saja. Meg tinggal dengan nenek yang mengasuhnya sejak dia kecil. Setelah dia bertemu dengan pujaan hatinya, Meg meninggalkan kami untuk mengikuti pasangannya. Entah di mana dia sekarang dan bagaimana kabarnya, we miss her much

Tahun 2013.
Saat ini wadah ygan kami buat dengan nama deNL sudah terbentuk dan sudah memulai kegiatan-kegiatan positif. Mulai dari menulis di blog, arisan, bagi-bagi sembako, bagi-bagi ta'jil ketika Ramadhan, sampai mengunjungi panti jompo unutk orang-orang yang terbuang. Mimpi kecil kami berempat saat ini sudah tercapai tapi masih ada mimpi yang lebih besar lagi yang masih harus dicapai oleh deNL.



Ruang karaoke itu riuh oleh suara musik dan teriakan melengking mengikuti lirik yang terbaca sekilas lalu. Dia tidak terlalu melihat ke arah layar lebar di depannya. Sekali waktu matanya terpejam merasai makna dari kata-kata yang terlagukan.

“And I'm here, to remind you
Of the mess you left when you went away
It's not fair, to deny me
Of the cross I bear that you gave to me
You, you, you oughta know
You seem very well, things look peaceful
I'm not quite as well, I thought you should know
Did you forget about me, Mr. Duplicity?
I hate to bug you in the middle of dinner
It was a slap in the face
How quickly I was replaced
And are you thinking of me when you fuck her?
'Cause the love that you gave that we made
Wasn't able to make it enough for you
To be open wide, no
And every time you speak her name
Does she know how you told me
You'd hold me until you died
'Til you died, but you're still alive”
(Alanis Morissette – You Ought To Know)

Namanya n1nna, parikesit n1nna. Entah kenapa dia suka menggunakan angka 1 sebagai pengganti huruf I di namanya, n1nna. Otaknya memang jauh di atas rata-rata, itu kenapa dia bisa masuk ke program studi fakultas yang tidak sembarang orang bisa masuk dan bertahan di sebuah universitas terkenal di kotaku tinggal. Kota yang ramai dengan latar belakang metropolis. Sampai saat ini dia masih kuliah untuk mencapai gelar satu tingkat di atas standar mahasiswa.

Jadi, gampang saja buat dia menghafal sekian lirik lagu yang bahasanya susah untuk lidah orang Jawa dalam melafalkan dengan lancar. Begitulah kami biasa mereduksi penat. Karaoke setengah meneriakkan isi hati, curcol atau curahan hati colongan istilah anak mudanya. Kalau kata teman-temanku: “dasar tua bangka bau tanah, nggak tau diri masih saja merasa muda. Hahaha,” terserah mulut mau bicara apa, kesenangan dan apresiasi diri dengan cara yang positif tanpa merugikan siapapun tetap harus berjalan. Dan, malam itupun kami melanjutkan kegilaan, menghabiskan suara berdua saja di ruang karaoke berukuran kecil di dekat tempatku bekerja.

Okey, flashback dari mana kami kenal sepertinya harus aku jelaskan. Aku dan satu orang unik ini kenal dari tahun 2010. Waktu itu aku yang eksis di media jejaring sosial mengadakan acara bakti sosial atau baksos dengan teman-teman komunitas lesbian di kotaku. Melalui satu teman yang ternyata juga temannya, maka terlibatlah dia di acara itu. Aku yang katrok atau kepo merasa dipecundangi oleh kawanan komunitasnya yang ternyata mengejutkan. Sangkaku, dari mengenal temannya itu, aku hanya akan mengenal sekian gelintir orang. Tapi ketika hari H diadakannya baksos bulan puasa itu, sekian puluh massa temannya si n1nna yang aku panggil LCD atau eL itu berkumpul. Aku yang waktu itu sok sibuk sebagai pemilik tempat singgah yang difungsikan sebagai sekretariat berkumpul melihatnya tetap duduk di atas motor matic dengan muka tersangar yang membuatku muak. Bagaimana tidak, dia yang aku tidak kenal tidak sekalipun mau menyapa atau mengakrabkan diri padaku sebagai penguasa tempat.

Kami sama-sama saling cuek. Peduli setanlah si anak jutek. Aku fokus dengan kesibukan membungkusi sekian ratus takjil yang akan kami sebar di perempatan protokol jalan-jalan besar yang dipastikan macet saat pulang kantor menjelang waktu berbuka.

Selesai bungkus-membungkus, aku membuat strategi dengan eL membagi sekian puluh manusia itu dalam beberapa kelompok. Terbagilah kami dalam 4 kelompok untuk masing-masing titik yang menjadi fokus kami membagikan takjil. Sebalnya, aku satu kelompok dengan si jutek. Tapi karena niat baksos lebih mulia, nikmati sajalah kesempatan menjadi diri yang famous tapi tidak terlihat di mata si jutek.

Acara perdana itu benar-benar sukses. Sekian ribu bungkus kami bagikan dalam satu bulan puasa di setiap minggu berjalan efektif. Dari kesuksesan acara itulah kami menjadi dekat. Dengan adanya acara-acara penutupan kepanitiaan, maupun kumpul-kumpul berikutnya.

Singkat kata, ternyata dia menarik juga. Arogansi, egois, pembawaan diri dan sukanya membully membuatku mengingat seseorang. Yang pasti seseorang yang penting, dong ya, di masa lalu. Beberapa hal dalam dirinya mengingatkanku dengan Ing. Perempuan pertama yang aku kejar-kejar sampai membuatku penasaran dan akhirnya terdampar di kota ini.

Dari sekedar nongkrong ramai-ramai, karaokean, itulah kami kemudian merasa saling cocok. Dia seorang Aries, sama sepertiku. Tapi pembawaan dirinya agak berbeda denganku. Lebih keras, tegas, dan yang pasti, bukan martir.

Seringnya bertemu membuat kami lebih dekat. kemudian dia mulai sering ke tempat aku kerja paruh waktu, makan-makan hanya berdua, ngobrol mencari-cari peluang untuk lebih saling mengenal. Kedekatan yang intens itu kemudian membuatku yang sudah sekian tahun jadi magamon (manusia gagal move on) merasa menemukan orang baru yang cukup menarik. Dia domba (baca: Aries) yang sebenarnya lebih mirip Birgus latro si ketam kenari yang merupakan makhluk yang suka sendiri dibawah tanah atau celah-celah bebatuan. Dia menggali tempat bersembunyi di pasir atau tanah gembur. Dia membuat tempat bersembunyi untuk melindungi dirinya sendiri. Dan itulah dia, membuat benteng arogansi dengan sikap juteknya untuk memilah-milah teman yang (banyak) tidak benarnya.

Dari caranya memilah teman itulah aku kemudian belajar dengan tanpa malu-malu darinya tentang menghargai diri sendiri. Selama tiga tahun pasca putus dengan pasanganku, aku menjadi diri yang tidak terkendali. Setiap hari party, dengan geng mbambeters. Minum-minum, menjadi playgirl yang dengan mudah berganti teman “jalan”, menghabiskan uang untuk kesenangan-kesenangan sesaat yang berdampak negatif. Pertemanan yang tidak sehat itu cukup membuatku tidak diterima dengan baik dalam beberapa kelompok yang mengekslusifkan gengku. Aku lebih dikenal sebagai biang party daripada aktivis yang getol membangun komunitas yang berideologi humanis ketika masih bersama dengan pasanganku dulu. I finally back to myself lah setelah dekat dengannya.

Umurnya beberapa tahun dibawahku, tapi memiliki prinsip-prinsip hidup yang matang. Pembawaannya sebenarnya santai, tapi karena benteng yang dia bangun begitu tinggi, banyak yang tidak melihat sisi lainnya yang sebenarnya sejenis dengan ketam kenari, rapuh dalam beberapa hal (sehingga dia perlu untuk membuat benteng yang tinggi), memiliki sisi lunak di perutnya yang rentan terlukai. Darinya aku belajar untuk menerima kelemahan diri dan, konsisten dengan kelebihan, terus mengembangkan diri dan keuletannya untuk tidak berhenti belajar membuatku iri untuk juga mengembangkan diri.

Begitulah kebersamaan kami. Kebersamaan yang mengajarkan untuk selalu mendukung, menguatkan, berbagi hal yang positif untuk tidak lelah belajar menyempurnakan hidup menuju mimpi yang lebih baik.