Perasaan itu ada mulai aku bayi. Tahu apa rasanya cinta oleh anak berusia tiga atau empat tahun? Tapi pada masa itu aku nyata! Hidup di dunia penyutradaraan "film"-ku sendiri, dengan aku sebagai tokoh utamanya, memerankan percintaan! Parahnya, saat itu aku selalu merasa otomatis memilih peran mencintai perempuan (meski aku sendiri di sana menjadi perempuan!).

Apakah aku anak indigo? (Weleh, terpengaruh berita di TIPI-TIPI nih, kqkkqkqkkq)....Atau aku anak berlebihan? Atau justru berbakat?? (Berbakat straightless sejak kecil? Huh...cita-cita siapa ya???)

Lain cerita, lain peran. Tapi yang otomatis terpertahankan dalam "film"-ku itu selalu saja aku mencintai perempuan. TITIK!
Tapi memang aku sangat bahagia dalam peranku, sampai tidak sempat berpikir otomatisasi peranku itu siapa, sih, yang mengatur?

Aku juga sama, pernah mengalami masa pertanyaan, "apakah aku straightless?" "Mengapa bisa?" "Awalnya gimana, sih?".......bla bla bla......! Tapi kehidupanku tetap berjalan. Bahkan masa SD yang kulalui dengan amat cemerlang, yang membuat orang tuaku bangga ditanyai TIPS gmn sich bisa punya anak kayak aku? Baik, Pinter, gak nakal, gak suka jajan, dan selalu dapat biaya gratis, ideal banget, deh...... huah hoek hoek...............aku sendiri mual mendengar pertanyaan-pertanyaan itu! Karena diam-diam, aku adalah ketua kelas yang naksir sekretarisnya sendiri, yang manis, ramah, cerdas, berbibir sensual, dadanya mulai tumbuh membusung dan di tengah pelajaranpun aku pernah meremas-remas dadanya dan dia menyerahkannya!

Tentunya aku tak paham saat itu aku marasakan apa, aku cuma suka menyentuh dadanya, dia menginjinkan pula. Mungkin aku belum kenal nafsu, tapi aku menemukan kesenangan! Hebatnya, meski menjadi perempuan aku selalu bisa tebar pesona pada orang yang aku taksir dan selalu berhasil menjadi orang spesial di hari-hari mereka, meski masih hari-hari anak SD kala itu yang paling-paling tahunya hanya belajar, menyanyi, bercanda, dan beli baksonya Lek Pen! Aku tak kalah dengan lelaki dalam tebar kasih, buktinya tak sedikit yang cemburu tidak dapat perhatianku yang sebesar aku berikan pada I (sekretaris kelasku), bahkan ada juga yang GR akan sikapku.........dan terang-terangan bilang suka sama aku, CEWEK LHO! Dorongan apa untuk anak SD?

Entah gila atau tidak, tapi itu nyata! Dan aku, seperti kupu2, dalam tiga bulan pasti berganti idola atau incaran, kelas 6 SD saja kuhitung aku sudah suka pada 42 perempuan (dengan I tentu menjadi urutan pertamaku, dan aku hanya melakukan "grepe-grepe" itu ya cuma dengan yang aku nge-fans berat, yaitu I).

Tuhan baik, meski membiarkan aku terjerembab lebih lama (itukah istilahnya?). Kelas 1 SMP aku dipertemukan dengan LR, wanita berkulit kuning dari Palembang, teman sekelasku. Ketua OSIS yang cerdas, berwibawa, bijaksana dan entah saat itu aku sudah bisa mengerti dan menilai bahwa dia lelaki yang bisa menjaga harga diri! Bagiku dia perfect, dia bisa menyadarkan aku tanpa dia berbicara, seluruh bahasa tubuhnya sangat aku pahami. Dan aku belum pernah merasakan keindahan perasaan itu sebelumnya.

Segalanya keindahan itu terpenggal dengan kepindahan dia ke Palembang, saat kami pertengahan kelas 2. Untuk pertama kalinya aku menangis sejadi-jadinya, sakittttt sekali, melebihi sakitnya kepalaku yang dihantam pompa angin teman nakalku waktu berusia 2 tahun. Aku bergelanyut dalam rindu yang amat dalam pada LR-ku, membuat aku sering menelepon ke Palembang tanpa nama hanya demi mendengar suaranya. Aku tak sempat memikirkan perempuan lain.

Sudah sembuh dr Straightless?? Tidak, karena aku terkunci oleh LR! Perempuanku hanya 43 dan itu terhenti sangattt lama. LR yang istimewa tak bisa digantikan oleh J (yang kata teman-teman wajahnya manis kayak Cleopatra) yang suka sekali melihatku melintasi kelasnya, atau oleh R yg bilang "kalau kamu cowok, pasti 'dah aku cium bibirmu" atau oleh A yang sering berkata "kamu kok cewek, sih, jadi cowok donk 'n pacaran sama aku" atau oleh N yang tiba-tiba menggeser-geserkan buah dada besarnya ke punggungku dan aku hindari mentah-mentah, atau bahkan oleh D yang terang-terangan bilang "kamu mematahkan hatiku demi LR" sampai dia curhat perasaannya ke stasiun radio segala (aku tahunya juga dari sahabat D sendiri tentang kekonyolan ini) dan diakhiri dengan D nembak aku. Gak ngefek blas! Dalam pikiranku cuma LR!

Tuhan membuat aku terhenti, Tuhan membuat aku memilih tak sembarangan perempuan. 4 tahun aku menangis dalam rindu untuk LR (wherever you're, miss you). Sampai aku mengenal rasa berbunga-bunga itu lagi dari A, wanita pindahan Jakarta sekaligus sekretaris OSIS SMU-ku, dengan kisah hidup dan sifat hampir sama seperti LR. Tambahannya, dia lebih lembut dan keibuan (meski LR tetap yang paling spesial). A yang memberikan signal hijau bahkan dah nembak aku (tapi aku takut mengakui dan memilih membiarkan semuanya berlalu). Tapi A adalah pelangi bagiku, kedeketan kami yang hanya 3 bulan (lagi-lagi karena pindah ke luar kota) tetap bermakna sebuah keindahan untukku. Meski perasaanku padanya belum terlalu dalam, tapi dia berhasil mengunci hatiku selama 1,5 tahun, sebelum aku dekat dengan I di akhir kelas 3.

Jujur saja, LR,A, dan I (SMU-ku) adalah yang aku akui teristimewa bagi hatiku. LR karena pertama-nya. A karena "pelangi" kami. dan I karena ketegasan pendiriannya (yang tetap tak berani memulai hubungan kami meski dalam hatinya ingin). Pun begitu, di SMU ada saja perempuan-perempuan yang ngefans berat sama aku, sampai telepon ke rumahku tiap hari dan marah kalau aku hindari, ada yang selalu berteriak histeris melihat aku meski di kejauhan, ada yang terang-terangan menawarkan diri mengajari aku cupang di leher, ada yg terang-terangan memberi kado mawar dan coklat valentine yg berhiaskan bibirnya, dan D sendiri (teman SMP-ku) yang masih sering mengungkit penolakanku waktu itu (THAT'S ALL TRUE, GAK GR YOOOO!:)).

Apa aku salah bercanda dan membuat banyak orang GR? Padahal hanya orang yang sangat aku sayangi saja yang aku istimewakan. Guru BP-ku saja paham itu, sampai aku sempat dipanggil dan dikorek perasaanku ke I, yang tentunya aku jawab berbeda dengan sesungguhnya demi menyelamatkan kami berdua. Padahal...."I've tried to put her out of my mind, but the light in her eyes still shine".....itulah kenyataannya, bu.

Pada ketiga wanita istimewa itu (LR, A, I) aku layak berterimakasih karena mengajarkan banyak hal yang membuat aku paham rasanya menyayangi, berkorban, ketulusan, dan kegigihan dlm hidup. Mereka bertiga berlatar belakang sama, dan merekalah yang menjadikan aku punya spirit survive menghadapi sikon seburuk apapun. Sepahit apapun pengalamanku selanjutnya, tapi berbekal mengenal mereka bertiga, aku bisa melewati semuanya dengan baik, sehingga predikatku sebagai "BOCAH PERFECT" di dalam keluargaku tetap terjaga (meski aku juga tetap manusia biasa yang punya belang juga, termasuk straightless).

Tuhan mungkin menghadirkan keindahan yang menyakitkan, atau bahkan sakit yang indah, tapi yang aku pahami dan syukuri SEMUANYA TERJADI TEPAT WAKTU, itulah yg membuat aku "berdamai" dengan Tuhan atas ketidakterimaan masa mudaku yang dijadikan straightless sekaligus ditentang kehadiranku melalui kitab-Nya.

Tuhan mungkin tahu, dengan nafsu besarku (hhehehe, pengakuan???) jika tidak ada penghambat, maka nafsu itu sendiri yang akan menghambat aku mengejar nilai, cita-cita, mewujudkan harapan dan kewajiban. Makanya aku dijadikan seorang straightless yang pasti tidak akan pernah bebas menjalin kasih. Dengan kisah rumit menjadi straightless yang sering berujung kekalahanku/patah hati, aku selalu mengalihkan rasa sakitnya dengan membaca buku atau menyendiri sampai menemukan kesadaran baru.

Untungnya lagi, Tuhan memahat hatiku dengan harga diri dan kesetiaan setelah bertemu LR/A/I, dengan demikian aku menjadi straightless yang tidak free/HEDONIS. Dan rasa JAIM rupanya kehendak Tuhan juga, karena mungkin jika tanpa jaim, aku sudah jadian dengan salah satu di antara LR/A/I dengan pola hubungan tertutup, di mana aku mungkin tak mau mengenal kawan-kawan straightless lainnya dan belajar banyak hal hitam putih dunia dari mereka.

Mungkin tanpa sikap yang seolah hitam itu aku tidak bisa menjadi putih (perfect di mata keluarga), dan tanpa putih itupun aku mungkin tak termotivasi mengalihkan hitamku. Aku jadi belajar 1 hal lagi, hidup tetap perlu perimbangan, jika tak bisa menjadi benar-benar putih (perfect) setidaknya jangan tambah hitammu. Straightless ya straightless, tapi yang berguna bagi orang lain, jadi biar yang diingat orang dari kita tidak hanya keburukan straightless saja, tapi mereka juga masih ingat kita sebagai orang yang cukup menyenangkan. Dan kita berhak serta wajib membuat orang tahu, bahwa kita juga punya sisi baik selain sisi buruk kita.

Aku sangat percaya, semuanya indah pada waktunya, dan Tuhan selalu memberikan semuanya tepat waktu. Termasuk dihadirkan seseorang kini (Cece) yang menggenapi seluruh pelajaran hidup yang Tuhan ingin sampaikan padaku. Aku merasa KAU Cintai, TUHAN, dengan rasa yang amat besar. Terima kasih telah menitipkan kasihMu pada kehangatan mereka. (Cece-PLEASE STILL BE MINE)


1 comments to "Straightless Ada Hikmahnya???"

Posting Komentar

just say what you wanna say