Begitulah, hari ini mari kita merenung sejenak. Tema bulan ini adalah cinta, seperti kembali mengulas karya-karya Gibran dan mengelupas luka-luka atau menelusuri harapan yang biasa kita sebut atas nama cinta. 


Seperti bernafas, rasa cinta seperti itu. Ada, merasakan dan tidak merasakan, kita hidup adalah bukti cinta Tuhan, buah cinta ayah-ibu biologis, atau yang ekstrim hanya karena cinta ibu saja. Kita menjadi manusia hari ini karena ada diri kita dan orang lain yang mencintai kita.

Jika cinta itu seperti air lalu orang yang kita cintai adalah cawan, maka apakah air itu akan sanggup mengisi dengan sempurna cawan itu? Apakah dengan adanya air maka cawan itu berubah indah? Gelas anggur anggun untuk anggur yang istimewa, tetapi kadang anggur pun bisa kita minum dari gelas biasa. Kopi dalam cangkir keramik kadang bisa kita minum dalam gelas kaca biasa, bahkan terkadang teh yang tersaji dalam gelas bisa kita minum dalam cangkir kertas bahkan plastik.

Terkadang begitu lama kita memiliki cawan namun tak mampu mengisi dengan penuh airnya, bahkan kadang kita merasa tidak mempunyai air sedikitpun. Atau kita merubahnya menjadi pasir dan batu sehingga cawan itu menjadi pecah. Kita lupa, cawan hanyalah diisi dengan air bukan batu atau pasir. Atau kadang kita akan memoles cawan itu dengan berbagai macam warna agar kita tidak bosan padahal ketika kita meminumnya tetap saja rasanya.

Atau kita akan menginginkan mempunyai banyak cawan, hanya karena air yang terlalu melimpah atau kita merasa kurang dengan satu cawan?

Airpun juga dapat menurun atau meningkat kualitasnya, atau juga menjadi air yang berbeda maka dapatkah cawan itu menerima perubahan ?

Ataukah air itu harus diminum lalu cawan itu kita remukkan, kita miliki itu tergantung kepentingan dan kebutuhan kita.

Yang lebih mengenaskan, terkadang kita memiliki banyak air namun kita tak mampu memiliki cawannya dan kita tetap hidup.

Selamat weekend teman, selamat merayakan cinta. Semoga Heningswara mengerti tulisan ini :)


Apa yang membuat orang jatuh cinta?

Apakah itu dari pandangan?

Mungkin kamu pernah jatuh cinta pada seseorang karena kecantikannya, raut wajahnya, bentuk tubuhnya, senyumnya

Ataukah itu berasal dari penciuman?

Mungkin kamu mencintai orang itu karena aroma tubuhnya yang menarik, menyenangkan, menenangkan…

 

Tapi apa jadinya kalau kamu tak dapat melihat dan mencium?

Apa kamu lantas menjadi manusia yang tak mampu jatuh cinta?

Dengan cara apa kamu mencintai?

 

Perfect Sense adalah film dengan tema romantis yang paling berkesan bagi saya.

Saya beruntung tidak sempat melihat trailer film ini sebelum saya menontonnya secara utuh. Mungkin kalau saya sempat menonton trailer-nya, saya tidak akan memilih film ini. Karena saya tidak suka dengan tema romantis. Apalagi yang dramatis. Tapi kalau saya melewatkan film ini, saya sekarang tahu kalau saya pasti akan menyesal.

 

Fokus cerita Perfect Sense adalah hubungan antara Susan dan Michael yang dimulai justru pada awal bencana di seluruh dunia. Tidak ada ledakan, tidak ada gempa bumi, gunung tidak meletus dan laut pun tidak mengirimkan tsunaminya. Bencana itu datang dalam bentuk penyakit epidemiyang menyebabkan manusia kehilangan indera mereka satu-persatu.

 

Susan adalah salah satu ilmuwan yang turut meneliti gejala epidemi ini. Michael adalah koki di sebuah restoran yang tinggal bertetangga dengan apartemen Susan. Mereka bertemu saat epidemi ini mulai muncul dan lama-lama menjadi saling mencintai.

 

Seluruh manusia di dunia mulai kehilangan indera mereka satu demi satu. Dan setiap kehilangan ini, selalu ditandai dengan perilaku atau keinginan yang begitu kuat. Awalnya, orang-orang mulai menangis. Mereka dilanda rasa sedih yang begitu kuat tanpa kontrol. Lalu setelah rasa sedih ini seketika hilang, manusia tak lagi bisa mencium aroma. Mereka kehilangan indera penciumannya.

 

Tidak banyak yang berubah. Tidak ada yang terlalu dramatis kecuali seluruh orang di seluruh dunia menangis bersamaan. Dan sesudahnya, dunia tak lagi memiliki aroma. Hidup masih berjalan seperti biasa.

 

Serangan kedua adalah panik massal. Semua orang dilanda kecemasan hebat yang lalu diikuti dengan keinginan untuk selalu makan dan minum. Keinginan ini begitu kuat melanda semua orang sampai mereka memakan apa saja dan meminum semua cairan yang ada, apapun itu. Dan begitu serangan ini reda, manusia kehilangan indera perasanya.

 

Film ini dengan bagus menceritakan bagaimana kehidupan manusia beradaptasi dengan kehilangan yang mereka alami. Michael, sebagai seorang koki mulai menyesuaikan masakannya. Ketika manusia tak lagi bisa merasa dan mencium, mereka mulai kehilangan selera terhadap makanan dan tak tertarik lagi makan di restoran. Tapi Michael dan teman-temannya punya cara untuk membuat makanan mereka tetap menarik walau tanpa rasa dan aroma.

 

Hubungan Susan dan Michael makin erat. Sepertinya aneh kalau saya bilang sepasang kekasih terlihat romantis saat mereka telanjang berdua dalam bathtub dan makan sabun mandi sambil tertawa-tawa. Tapi pengambilan gambar dan kekuatan cerita Perfect Sense menjadikan keanehan itu menjadi sebuah keindahan.

 

Serangan berikutnya adalah serangan yang menyakitkan. Manusia mulai dilanda rasa amarah. Dunia menjadi kacau karena semua manusia mulai mengamuk membabi-buta. Michael, sayangnya, mengalaminya lebih dulu daripada Susan. Dia tiba-tiba saja membentak Susan dan memakinya dengan kata-kata kasar. Susan yang ketakutan meninggalkan Michael. Dan setelah semua amukan dan amarah ini berhenti, dunia menjadi sunyi. Tanpa suara. Seluruh manusia di muka bumi tak lagi bisa mendengar.

 

Manusia dengan susah payah tetap menjalankan kehidupannya. Sampai pada suatu ketika, tiba-tiba tirai langit seperti terkuak. Mentari bersinar sangat cerah. Semua orang tersenyum. Tak ada amarah. Tak ada rasa benci. Dunia diserang oleh euphoria. Susan dan Michael akhirnya merasakan bahwa mereka sudah memaafkan satu sama lain dan saling mencintai. Mereka lalu saling mencari, walau mereka tak lagi bisa merasa, mencium, ataupun mendengar.

 

Namun, setiap serangan pasti meminta satu indera.

 

Saya kehilangan kata-kata di akhir kisah film ini. Ini bukan tragedi cinta seperti Romeo dan Juliet. Bukan juga sesuatu yang berakhir manis seperti Cinderella dan sepatu kacanya. Perfect Sense adalah sesuatu yang lain. Film yang menyerahkan sepenuhnya kepada penonton tentang interpretasi kisah ini. Film dengan genre yang tak umum. Tapi bagi saya, keindahannya akan susah dimengerti jika kita tak menggunakan hati.


Love me tender,
love me sweet,
never let me go.
You have made my life complete,
and I love you so.

Love me tender,
love me true,
all my dreams fulfilled.
For my darlin' I love you,
and I always will.

Love me tender,
love me long,
take me to your heart.
For it's there that I belong,
and we'll never part.

Love me tender,
love me dear,
tell me you are mine.
I'll be yours through all the years,
till the end of time.

(When at last my dreams come true
Darling this I know
Happiness will follow you
Everywhere you go).

 

Pernah melihat film drama Asia tahun 1990-an yang soundtractnya lagu di atas? Kalau nggak salah judulnya Kejamnya Kekasih. Tentang cinta mampus seorang perempuan pada laki-laki yang salah, yang memanfaatkan cintanya untuk memenuhi ambisi mendapatkan kekayaan.

 

Di tahun 1990-an itu banyak sekali film drama Asia yang super mellow, mulai dari drama Kejamnya Kekasih, Putri Huang Zhou, Ular Putih, Tokyo Love Story, dll, dsb, etc. Terlalu sering membaca dan melihat drama tragis tapi romantis membuat  saya mempunyai konstruksi tersendiri tentang cinta. Perjuangan seseorang untuk cinta membuat bukan saja kehilangan jati diri seseorang, bahkan juga kehilangan nyawa. Jadi seperti apa itu cinta?

 

Di awal mendefinisikan perasaan meluap-luap itu saya bertemu dengan seseorang yang menjadi guru buat saya memaknai cinta. Cinta yang penuh pengorbanan karena rasa rindu membuat saya kehilangan logika sampai tagihan telpon di rumah yang biasanya cuma 50–70 ribu rupiah menjadi 500 ribu lebih, cinta membuat saya mengikuti hampir semua ekstra kurikuler di sekolah karena ingin dekat dengan seseorang yang super aktif dan popular di sekolah, cinta membuat saya memakai jubah dan aktif di partai berbasis agama di usia saya yang masih sangat belia waktu SMU. Cinta membuat saya terdampar di Surabaya, dan berusaha masuk Fakultas dan Universitas yang sama dengannya. Cinta membuat saya tidak berhenti mencarinya, menemukan orang yang bisa membuat saya tidak mampu berlogika. Merasakan kenyamanan yang bersamanya saya akan membagikan segalanya dalam diri saya. Kalau kata romantisnya di film drama itu, cinta membuat kita menemukan belahan diri dan jiwa kita.

 

Sekian kali merasa menemukan orang yang mampu menjungki- balikkan hidup saya membuat saya kembali belajar. Meskipun berulang kali gagal, tersakiti, dikhianati, mengorbankan segalanya sampai tak punya apapun termasuk harga diri, cinta tetap saja kita cari. Kalau kata teman kerja saya, Temma: “Erna itu bisa saja hidup meskipun tidak makan, dia hanya tidak bisa hidup tanpa cinta”. Cinta yang tanpa logika membunuh kita, bukan saja perlahan, tapi pasti membuat kita menjadi penikmat yang sudah mengalami ketagihan.

 

Dari n1nnai dan Heningswara saya belajar, bagaimana menempatkan cinta sebagai kebutuhan tanpa harus merugikan. Cinta berlogika yang memenuhi kebutuhan afeksi kita, bukan cinta yang menyiksa hingga membuat kita tidak benar-benar bahagia.

 

Pernah membaca Camilan Sepoci Kopi 203040? Terinspirasi dari salah satu karakternya dan beberapa film yang saya tonton membuat saya berpikiran simple juga, saya berhak dan harus bahagia. Ini membuat saya yang pada dasarnya grusa-grusuhaus dengan afeksi, lumayan famous dan sedang belajar asertif  jadi mudah jadian dan memutuskan pasangan saya. Prinsip HARUS BAHAGIA membuat saya mudah meninggalkan orang-orang yang riweuh (pertemanan, percintaan maupun pekerjaan). Egois, apatis? Bukan, ini namanya asertif.

 

Dan di sinilah saya sekarang, menemukan cinta di antara orang-orang penuh cinta yang berlogika. Merasakan memiliki dan termiliki bukan saja oleh mereka tapi juga bagian yang membentuknya menjadi orang-orang luar biasa. Belajar mencintai dari mereka dengan mencari dan menciptakan kebahagian, saling menguatkan menghadapi setiap persimpangan yang seringkali membuat kami tersungkur dalam ketidakberdayaan. Dan beginilah cinta, SALING menyayangi, menghargai, menguatkan, mendukung, dan berbagi tentang hidup yang begini-begini saja tapi tidak semudah kata begini-begini saja.

 

Jadi siapa yang masih mencintai dengan cara mengorbankan diri dan mati untuk cinta? Bagaimana kemudian kenikmatannya jika ruh dan harga diri saja sudah tak lagi kita miliki? Semoga cinta menguatkan dan membahagiakan kita.


Aku penggemar fanfiksi, seorang penulis favoritku membukukan buku She Came at Dawn setelah menuliskannya secara bertahap dan melakukan beberapa koreksi. Sebenarnya, fanfiksi bisa menjadi karya yang berdiri sendiri, mungkin yang punya ragam alternate universe punya kans paling besar untuk itu. Sebab bacaan bagus tetaplah bacaan bagus, banyak sekali penulis fanfiksi yang punya potensi besar untuk menjadi penulis lepas.

Katja Michael menulis She Came at Dawn (SCaD) tahun 2013, mewarnai kancah fiksi lesbian.

Banyak orang tak percaya cinta pada pandangan pertama, pun aku meski sudah mengalaminya dua kali. Katja mengambil tema ini pada tulisannya dan berhasil membuatku tersenyum-senyum sendiri, mengingat masa aku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Di dunia ini segala sesuatu punya dua sisi, cinta tak menjadi pengecualian, sisi kejam dan sisi indah. Sering kali kita melihat sisi kejam cinta sebagai keindahan tersendiri atau sebagai kesatuannya.

Melissa bertemu Laila, yang mempunyai rambut seperti kegelapan malam, saat senja dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama tanpa dia sadari. Melissa punya segalanya saat Laila masuk dalam kehidupannya dan Melissa harus berjuang agar segalanya tidak porak poranda. Laila menyeruak seketika, di kampus Melissa, di mimpi Melissa, di kehidupan cinta Melissa. Keduanya menyukai Romeo dan Juliet, Melissa utamanya, keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama dan mabuk karenanya.

Dulu, ibuku selalu bilang, tak usah kuatir masalah cinta. Hal itu mungkin juga dikatakan ibu semua gadis, bahwa kita musti bertahan pada lelaki yang setara bibit, bebet, bobot.  Kesetaraan di jaman ini mungkin tak lagi mengenai hal itu. Dan bagaimana kalau kita beri referensi baru pada "kesetaraan" dengan tak melulu lelaki dan perempuan yang seimbang?

Bergabunglah dengan Melissa dalam memaknai kesetaraan dan cinta, and prove that mommy lied.