Sebagai perantau yang tinggal di Surabaya, saya cukup sedih dan berempati kepada keluarga yang terkena musibah. Dan sedikit misuh ketika di tengah musibah itu muncul akun yang “nyukuri” mereka tidak bersama kita lagi hanya karena berbeda ras dan agama. Sungguh saya malu. Tapi hati saya besar melihat, walikota Surabaya yang benar-benar hadir mendampingi para keluarga korban. You’re awesome, Mam.

Sepuluh tahun lalu 26 Desember 2004, tsunami telah membuat nyawa 250 ribu masyarakat Aceh melayang, lalu tanggal 28 Desember ini diperkirakan seluruh penumpang berjumlah 155 orang dan tujuh awak pesawat 7 yang kebanyakan berasal dari Kota Surabaya meninggal dalam perjalanan Surabaya-Singapura. Perjalanan yang harusnya penuh suka ria untuk merayakan tahun baru berubah menjadi duka cita bagi keluarga yang ditinggalkan maupun masyarakat.

Saya percaya kematian bukanlah langkah terakhir bagi seorang diri. Bahwa setelah mati ada kehidupan yang kekal. Dan kematian adalah pelajaran terbaik bagi manusia.

Penyintas, survivor yang tangguh kita harapkan muncul dari seluruh keluarga korban. Bahwa kehilangan akan menimbulkan luka, trauma mendalam itu pasti. Meski adagium, waktu yang akan menyembuhkan, sepatutnya kita selalu bersiap diri menghadapi yang kita anggap terburuk di dunia ini.

Agama saya mengajarkan, beribadahlah seolah-olah besok akan mati dan bekerjalah seolah-olah kita akan hidup selamanya, toh juga Tuhan memberikan tiga misteri yang tak mungkin kita pecahkan hari ini juga. Yaitu rejeki, jodoh dan kematian. Dari itu kita selalu diingatkan agar waspada terhadap kematian dan membuat wasiat yang baik.

Waktu tidak akan pernah kembali, maka saya percaya berbagai kehilangan atau belum tercapainya sesuatu dalam hidup ini merupakan kekayaan batin bagi kita. Apakah kita memilih menjadi pecundang atau pejuang, apakah kita memilih merasa cukup ataukah harus “ada” sesuatu lagi yang harus dicapai. Apakah kita menjadi penyair galau seperti ……ahhh sudahlah atau bekerja keras macam Basarnas ini.. Bahwa momentum itu sebenarnya, tidak hanya pergantian tahun masehi, namun pergantian tanggal hari, ke hari.  Dan sekali lagi saya mengingatkan pada diri sendiri, ada sebuah perkataan dari Uswatun Hasanah saya yaitu :“Hari ini harus lebih baik dari  hari  kemarin, jika  hari ini sama seperti  hari kemarin kita adalah golongan orang yang rugi, dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin kita termasuk golongan yang celaka”.

Kehilangan Yang Bukan Kehilangan

Kalau kita pernah membaca Kho Ping Hoo, saat kita menangis karena kehilangan seseorang sebenarnya kita menangisi diri kita sendiri. Kita menangis karena ego kita yang tak mau ditinggalkan. Menurut Ibnu al-Qoyyim (cendekiawan muslim Abad 13), dunia ini ibarat bayangan, kejar dia dan engkau tak akan pernah bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya dan dia tak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.

Seperti teman-teman yang jomblo, gagal move on, itu hanya karena egonya. Dia bahagia dengan kesakitan itu. Mau contoh... Ah sudahlah. Maafkan tulisan ini hanya bermaksud refleksi, bahwa ketika kita kehilangan sesuatu, biarkan saja kesedihan datang. Karena dengan bersedih kita masih mampu merasakan sakit dan air mata, dan itu manusiawi. Tetapi yakinkan pada diri kita, bahwa kesedihan itu ada masanya, lalu kita mengenangnya sebagai kaleidoskop. Perlu dikenang tetapi dengan penuh penghormatan dan kebahagiaan bukan lagi kesedihan.

Tanpa mengecilkan yang sedang berduka, bahwa kehilangan atas nama apapun telah menjadi kepastian di Buku Besar. Alasan-alasan kita untuk menuntut agar kehilangan itu terkompensansi hanya sekedar meringankan beban hati kita, bahwa demi kemanusiaan dan penghormatan terakhir untuk almarhum/almarhumah, kita telah berjuang agar kehilangan itu tidak sia-sia.

Masih banyak musibah di dunia ini, perang, terorisme, kejahatan atas nama apapun, dan symbol agama belum tentu menjadi solusi. Justru seringkali menjadi pemicu pertikaian dan peperangan. Saya tidak menginginkan bencana dan musibah lagi agar kita bisa merasakan apa itu waktu yang berharga, kesetiakawanan, kemanusiaan. Sekali lagi, setiap kali kematian adalah pelajaran.

Maka di waktu yang penuh momentum ini, biarlah kesedihan, kehilangan memeluk kita hari ini, dan biarlah besok kita merencanakan yang terbaik tentu sambil tetap menyerahkan proposal itu kepada pemilik jiwa kita yang sebenarnya.


Judul buku: Flambe
Penulis: Club Camilan
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Kota dan tahun terbit: Jakarta, 2014
Genre: Novel Dewasa


Meski memakai konsep sama seperti buku Club Camilan sebelumnya yakni tiga penulis dalam satu buku, Flambe tidak membagi ceritanya menjadi tiga sub seperti sebelumnya.



Dengan tebal tiga ratus halaman, sampul berwarna lembut nan menarik dan bobot buku yang ringan ini nyatanya mempunyai tema yang berat sehingga masuk kategori novel dewasa.

Isu lesbian kental dibahas, Flambe menawarkan berbagai konflik yang terjadi pada homoseksual Indonesia. Gay yang berusia remaja, lesbian yang beranjak dewasa, pasangan lesbian dengan anak, lesbian yang punya profesi sebagai pendidik, perselingkuhan, lesbian dalam keluarga, coming out, juga orang tua yang harus menghadapi perbedaan orientasi seksual anaknya.

Buku ini merekam jejak nyata dalam bentuk fiksi tentang homoseksual dalam lingkungan di mana mereka hidup. Di mana tidak hanya lingkungan di luar dirinya yang bisa memicu konflik, dalam pergelutan dengan diri sendiri pun mereka gigih berjuang untuk hidup normal dan diterima masyarakat sekitarnya.

Konflik tentang cinta, semacam perselingkuhan, tentu memberikan dampak umum yang sama tak peduli itu pasangan lesbian maupun heteroseksual. Frey dan Langit setelah delapan tahun bersama kini mengalami goncangan yang sama, saat Langit tergoda oleh perempuan lain.

Karena semua tokoh berkenalan di titik yang sama yaitu Kafe Kuali, mestinya ada pasangan atau satu orang yang punya porsi yang lebih menonjol sebagai tokoh sentra. Tapi di sini rupanya penulis berhasil menggali masing-masing karakter yang ada dengan porsi yang cukup, sehingga novel ini menjadi hidup.

Dari Kafe Kuali tersebar pelanggan yang ikut mewarnai cerita di luar kafe.

Verna, ibu sepasang remaja kembar yang baru saja kehilangan suaminya harus menghadapi kenyataan bahwa salah satu anaknya homoseksual, selain harus belajar mengurus bisnis peninggalan suami.

Lalu Crissy, yang mengenal Kafe Kuali dari Ola salah satu pemasok kue kafe, mahasiswi yang ditaksir oleh sesama mahasiswi.

Seana, pelanggan yang ngantor di seberang kafe juga memiliki dilema khas lesbian. Sedang pasangannya, Gina, belajar membenahi diri sendiri dan anak didiknya dalam menghadapi penerimaan diri.

Cerita yang tak terlalu panjang dalam satu bab memudahkan pembaca untuk membacanya di waktu luang atau sambil mencuri-curi waktu. Gaya bahasa luwes dan dialog yang tak kaku juga memberi nilai lebih pada novel yang terbit Oktober 2014 ini selain tema yang humanis. 

Ada beberapa hal yang mengganggu kenyamanan membaca di antaranya adalah nama-nama tokoh yang sulit diingat dan cetakan huruf yang kadang seperti dobel (yang kami tidak tahu apa hal ini terjadi cuma pada buku yang kami beli atau pada buku lain juga terjadi). 

Pengenalan tokoh di awal cerita juga terkesan terburu-buru, belum tuntas menawarkan satu karakter sudah berpindah pada karakter lain.

Awal membaca, pindah dari satu bab ke bab berikutnya terasa membingungkan karena terlalu banyak informasi yang harus diserap. Hampir pasti satu buku tak cukup untuk menyederhanakan hidup beberapa orang yang tak menghadapi satu konflik saja, apalagi Flambe juga mengupas konflik di luar tokoh sentral. Namun, penulis berhasil memungkasi kisah dengan memuaskan.

Di beberapa bab awal penulis juga terlalu mengindahkan detail, sebagai contoh latar atau penjelasan karakter yang kurang perlu.

Setelah mengenal "dunia" dalam buku ini, plot mengalir dengan baik dan penulis dengan cemerlang membangun konflik.

Informasi tentang pengarang mungkin perlu ditambahkan, mengingat Flambe punya tiga penulis berbeda dari buku keluaran sebelumnya meski berasal dari klub yang sama.

Beberapa buku Club Camilan yang terbit banyak menceritakan lesbian yang punya energi positif. Semoga Flambe memberi energi positif tambahan, supaya mata masyarakat terbuka bahwa lesbian itu ada. Mereka nyata, sebagian besar hidup menyesuaikan diri juga berusaha hidup normal, memberi kebaikan di lingkungan sekitarnya. Sementara saat ini, hanya sebagian kecil dari lesbian-lah yang tampak bagai gajah di pelupuk mata yang timbul ke permukaan karena cerita buruk yang melingkarinya yang mungkin kebanyakan sudah dipelintir hingga terkuras habislah citra baik yang ada.


Lagi demam AADC 2014, bila saya Cinta saya bikin surat/email/notes di  blog seperti ini :


Rangga,

Aku telah menanyakan apa beda langit Jakarta dengan New York, sejujurnya aku ingin menanyakan kamu selama 12 tahun apakah menjadi Gay sehingga kamu mendiamkan aku.

Sejujurnya Rangga, aku tak pernah berubah. Cinta (cinta yang bukan namaku Rangga) itu akan selalu ada. Aku pastikan itu, berapapun Purnama berbeda di kota kita, aku selalu merasakannya. Detik yang berputar, mata yang berbinar, dada yang bergetar, rindu yang mendenyar dan cinta yang penuh keriaan.

Tapi ternyata itu bukan untukmu setelah 100 hari berlalu. Adalah cinta yang mengubah jalannya waktu. Dan waktu memberikan pelajaran terbaik, bahwa rindu tak boleh memaksa jarak, bahwa rindu tak boleh menghancurkan hati. Sebab cinta tidak melulu puisi dan drama Rangga.
Waktu mengajarkan kesedihan yang harus dilalui tetapi tidak menghancurkan, maka ia hanya perlu mengambil air mata saat BBM naik, sakitttt rasanya BBM naik, berarti pulsa dan layanan internet akan semakin mahal untuk menghubungimu.

Waktu mengajarkan rindu tak harus dimonumenkan, sebab rindu bisa diganti dengan agenda-agenda modus PDKT yang asyik. Buku dan catatan puisimu telah digantikan gadged, dan aku terus terang lebih memilih memainkan game Monopoli atau Poko Pang yang lebih asyik. (Sebenarnya aku juga ngegame Football Manager tapi aku lebih suka main sebagai player girl sih,,,,).

Waktu mengajarkan cinta itu harus ada selama kita hidup tapi nuntuk siapa saja bukan melulu untukmu Rang.  Itu terlalu egois, narsis untukmu dan terlalu masokis untukku. Please deh Rangga, meski kamu ganteng, aku juga cantik, dan gak hanya cowok yang naksir aku, tapi juga cewek, waria dan mungkin tantemu.

Waktu juga lebih mengajarkan aku, bahwa memiliki buku AKU, itu sudah kuno Rangga. Aku lebih memilih buku Masa Depan Tuhan, Tetralogi Buru, Pram Melawan! , Atau antologi keren Bicara (bukan) Pada Sunyi (masih bisa pesan POD di admin grup ini Rangga, kontaknya 081358090388).

Maaf Rangga bila aku menemuimu di bandara, aku hanya ingin mengucapkan selamat jalan dan aku bilang waktu tidak pernah berjalan dan waktu tak pernah terulang. Kamu sangat tidak beruntung memilikiku Rangga. Dan aku beruntung tidak memilikimu, sebab aku aku menemukan cinta yang lebih membuatku kuat, bertahan dan tabah tanpamu.

Rangga, kamu yang keren, tubuh yang seperti Achiles, mata coklat tembaga, hidung mancung, rambut cepak, bibir yang sangat manis , kau adalah kecintaanku dulu. Sekarang aku punya Rara dengan tubuh yang seperti Dian Sastrowardoyo, mata hitam, hidung mancung namun tipis, rambut bergelung sebagu, dan senyum menawan dan rasa bibir seperti madu. Anak kami kini dua, kucing Persia yang kuberi nama Rangga dan Raka, jantan dan kukebiri semuanya.

Aku juga tidak pernah pake Line Rangga, maaf ya, promo-promonya selalu menyebalkan. Selalu promonya membuat aku antri di gerai makanan itupun pakai syarat dan ketentuan berlaku. Please deh Rangga. Kamu yang mengajarkan aku, menulis dan membacakan puisi di depannya itu lebih bisa diterima, daripada di Line atau apalah, aku tidak tahu itu buatanmu sendiri ataukah copy paste dari status orang lain (kalau status mengutip, ya tulislah mengutip dari siapa Rangga!!!)


Yang dulu mencintaimu Rangga,


Cinta


Jancuk.

Kosakata tersebut tidak artinya. Namun bila anda di Surabaya, mengucapkannya dengan tekanan nada dan ekspresi marah kepada lawan bicara, maka anda telah membuka konfrontasi.

Apabila ucapan ini diucapkan dengan senyuman pada sahabat anda misalnya, “Jancuk, suwe gak ketemu koen” maka anda akan mendapatkan balasan “ Cuk, iyoi,” mungkin bonus pelukan.

Lain lagi bila anda mengucapkan di depan orang yang lebih tua atau bos anda, setidaknya ucapan “Lapo cangkemmu misuh?” dengan nada tinggi itu adalah hal yang akan anda temui, atau malah bogem dan surat delik aduan penghinaan di muka umum atau perbuatan tidak menyenangkan bisa anda dapatkan. Kalau yang mendengar adalah para pemakai tagline Indonesia Milik Allah akan mengelus dada dan beristighfar, mungkin.

Bahasa memang alat komunikasi yang unik. Pada suku-suku yang mengutamakan atau belum bisa meninggalkan ciri-ciri kedaerahannya, pemilihan kata terhadap lawan bicara adalah sesuatu yang penting. Misal, suku Jawa ada tingkatan bahasa Ngoko adalah bahasa pergaulan antar kawula yang satu level atau antar teman. Kemudian kromo adalah bahasa yang digunakan untuk level masyarakat bawah kepada orang asing atau kepada yang lebih tua, sedangkan kromo alus yang digunakan untuk level masyarakat kepada orang yang sangat dihormati, misal orangtua, pejabat dan sebagainya. Dan tentu pemakaian bahasa tersebut disertai bahasa tubuh yang mendukung.

Orang kalangan bawah atau orang asing yang memakai kromo kepada lawan bicara yang dituakan dengan bahasa tubuh mata menatap langsung atau tidak mundhuk-mundhuk akan dicap kurang beradab bahkan menantang. Ribet ya?

Dalam peradaban yang semakin maju dan terbuka, bahasa lisan terus memutus mata rantai bahasa daerah menjadi bahasa persatuan. Maka istilah-istilah kedaerahan semakin juga dibonsai dan kadang hilang.

Produk bahasa lisan dalam kesenian dan kebudayaan semacam parikan/bebasan/cangkriman di daerah Jawa Mataraman juga Surabaya, kidungan di Surabaya kian berada di area sempit semacam seremoni, festival  atau upacara adat yang juga dipenggal bagian-bagiannya. Belum lagi produk bahasa lainnya semacam tembang, geguritan semakin terkikis menjadi model-model campursari, koplo(?).

Yang menjadi pembeda bahasa persatuan atau penunjuk identitas siapa pemakainya adalah dialek pemakainya. Di Surabaya ada bahasa dengan dialek/cengkok Madura, peranakan Tionghoa, asli Surabaya dan sekitarnya. Namun itu juga akan berubah bila anda ke daerah tapal kuda Jawa Timur, seperti Jember, Situbondo dan Banyuwangi. Peranakan Tionghoa berdialek Madura sangat banyak.

Mari kita pahami bahwa bahasa lisan adalah tidak tergantikan dalam komunikasi. Lawan bicara anda akan mengerti tujuan anda berbicara apabila anda dalam menyampaikan informasi sama-sama satu level tingkat penguasaan bahasa, level yang sama pilihan kosa kata dan emosi yang sedang-sedang saja.  Tentu sebagai komunikator yang baik pakailah bahasa tubuh yang mendukung dan bahasa cinta agar lebih dipahami.

Begitulah pilihan kosa kata dalam bahasa juga akan membuat anda memiliki referensi buku penyair dan penulis siapa yang paling anda sukai. Gaya tulisan teenlit, gaya motivator, sastra tentu sangat berbeda antar penulis. Dan percayalah pengagum karya novelis teenlit bukan berarti lebih najis dari pengagum karya novelis macam Ayat-Ayat Cinta atau Tetralogi Buru. Itu juga bukan karena kesalahan guru Bahasa Indonesia saudara , karena kita kurang membaca dan kurang menulis saja.

Ada adagium, peradaban suatu bangsa dicerminkan oleh penyair dan sastrawannya. Bangsa dikatakan beradab bila terdapat tradisi menulis. Dan menulis dimulai dari membaca. Dan tentu saja membaca lalu menciptakan teknologi, begitulah yang dilakukan oleh saudara tua bangsa Tiongkok dan Jepang.



Bukti  anda beradab dan cerdas adalah bila berbahasa dengan membawa kejengkelan namun perkataan anda tidak menimbulkan konfrontasi. Misal anda akan meminta kenaikan gaji kepada bos agar selevel dengan UMR. “Bos  kalau anda tidak mematuhi Perda daerah tentang UMR berarti anda tidak cerdas lhooo.” Cobalah di depan forum meeting, saya yakin anda tidak dipecat. Selamat mencoba.


Yay! Akhirnya jadi juga bikin liburan bareng.

Setelah rembugan alot, Jogjakarta menjadi pilihan buat acara liburan bareng deNLers.
Persiapan pun dilakukan. Hening dan n1nna yang sebelumnya menjelajahi Gunung Kidul menyarankan untuk menjelajahi Gunung Kidul lebih jauh karena melihat adanya potensi liburan seru di sana.


Walhasil, liburan asyik banget akhirnya beneran terjadi ^,^9

Setelah berunding, diputuskan menyewa microbus karena rencana berangkat tengah malam tanpa terikat jadwal. Berangkat hari Jumat hampir tengah malam tanggal 19 September kemarin, perjalanan Surabaya-Jogjakarta pun dimulai.

Tidak langsung menuju Gunung Kidul karena harus menjemput Neni dan Yaya, yang tinggal di Jakarta, di Stasiun Tugu. Setelah tiba dan menjemput, pencarian sarapan di kota pelajar ternyata gampang-gampang susah. Jauh-jauh ke Jogja, ternyata deNLers malah memutuskan makan pagi di Soto Koya Surabaya (njekethek) yang sejalan dengan arah ke Gunung Kidul. Diiringi dengan drama antri-mengantri WC karena rupanya deNLers ini punya kebiasaan sehat untuk buang air besar pagi hari, sampai dirasani orang-orang warung.

Setelah lega, kru berfoto di depan warung makan.

Di Gunung Kidul, deNLers mampir dulu di Wisma Samiaji untuk mandi dan menaruh barang bawaan. Lanjut menuju Pantai Siung mengandalkan Google Maps.

Kalau sebelumnya Hening dan n1nna menganggap Pantai Poktunggal paling indah di antara pantai-pantai Gunung Kidul seperti Baron, Pulangsawal, dan sebagainya, maka kali ini Hening dan n1nna mesti mengakui kalau Poktunggal kini jadi yang paling biasa.

Saat menuju Siung, deNLers yang melihat sekilas jalan menuju Pantai Jogan dan sepintas memutuskan bahwa jalanan tersebut susah dilalui microbus. Tapi saat keluar dari Pantai Siung lalu melewati kembali jalan Pantai Jogan, kami tergoda untuk mencoba pantai satu ini. Hampir melewati belokan ke Jogan, pak sopir memutuskan untuk belok di detik terakhir. Dan...kami sama sekali akan menyesal bila melewatkan pantai satu ini.

Jogan was totally amazing!





Setelah mabuk ombak Jogan, tim menuju Poktunggal untuk menikmati matahari terbenam. Lalu makan dan kembali ke penginapan.

n1nna memberi waktu satu jam untuk mandi dan rehat, lalu berkumpul di kamar Hening-n1nna-Erna (tuyul satu ini bikin Hening dan n1nna gak bisa bulan madu) karena ia sudah mempersiapkan permainan untuk pasangan (yang berarti Erna cuma bisa melongo karena dia jomblo kronis).

Permainan pertama, the States Game, untuk Nada dan Anna yang paling lama keluar dari SMA. Peta buta Indonesia diserahkan ke pasangan ini dan mereka wajib menunjukkan pada penonton (deNLers yang lain yang ikut) di mana letak Jayapura, Pulau Nusa Tenggara, Surabaya, dan Makassar. Kemudian Nada dan Anna diserahi peta buta Pulau Sumatra dan diberikan tugas membagi-baginya berdasarkan propinsi di Sumatra.

Permainan kedua, melibatkan penonton lebih aktif, permainan yang sebelumnya direncanakan untuk Nadia dan Nadii akhirnya dilemparkan ke Icha dan Rere. Meniru cards against humanity, masing-masing kalimat punya tiga kata. Kata pertama akan ditebak oleh penonton dengan Icha harus mengekspresikannya lewat gerakan tubuh, kata kedua oleh Rere, ketiga Icha. Lalu kalimat berikutnya Rere yang pertama, Icha kedua, begitu seterusnya. Bayangkan bagaimana lucunya Icha dan Rere ketika harus mengekspresikan kalimat 'Ketua Jambret Nasional'! Penonton dibuat ketawa dan gemas bukan kepalang.

Ketiga, Caca dan Cici menjadi pasangan korban berikutnya. Peraturannya, Caca harus ditutup matanya, lalu Cici akan menyuapkan sesuatu ke mulut Caca, Caca harus menebak apakah merek makanan yang baru saja disuapkan? What's in my mouth nama permainannya, penonton semakin heboh ketika melihat satu persatu makanan yang harus dirasakan oleh Caca, lalu berikutnya Cici (mereka bergantian ditutup matanya dan menebak makanan).

Permainan terakhir (karena Hening dan n1nna sebagai pembawa acara dan juru kamera, maka mereka membebaskan diri sendiri dari permainan) dimainkan oleh pasangan Neni dan Yaya. Berkaca dari kesukaan mereka untuk naik gunung, n1nna mempersiapkan permainan untuk orang atletis. Yoga couple position, Neni dan Yaya diminta menirukan gaya yoga berpasangan yang sudah disiapkan oleh n1nna. Dari enam gambar, cuma satu yang gagal mereka lakukan. Keren.

Beberapa permainan pasangan dilakukan kemudian sebagai permintaan perpanjangan waktu mengisi malam panjang.

Hari berikutnya yaitu hari Minggu, pukul 7 pagi rombongan bersiap menuju Goa Pindul. Memilih pengelola wisata Panca Wisata, tim dikenalkan tiga situs di sana. Pertama, Goa Gelatik. Goa ini tidak disarankan untuk mereka yang punya berat badan sangat lebih atau memiliki gangguan pernapasan. Karena tim harus ngesot dan merangkak untuk masuk ke dalam goa yang sempit dan pengap. Icha yang memiliki asma memutuskan tidak masuk ke dalam goa, ditemani oleh Rere di luar situs.

Kedua, Tubing di Goa Pindul. deNLers harus membawa sendiri ban yang akan digunakan untuk Tubing maupun Rafting. Ada tiga zona di Goa Pindul, zona terang, remang dan gelap abadi. Kami juga diijinkan untuk puas berenang dan bermain air di sini.

Ketiga, Rafting Oyo. Naik pick-up sambil berdiri di baknya, kami menyusur jalan yang penuh warna putih. Karena musim panas, air tak meninggi sampai bibir sungai, sehingga kami harus melewati bebatuan dasar sungai yang kering sebelum menyentuh air. Perjalanan 'rafting' yang mestinya panjang juga ikut terpangkas. Kacamata n1nna jadi korban tak bersalah di petualangan satu ini.

Ada beberapa titik di sini yang bisa dibuat loncat dari ketinggian dikarenakan kedalaman air mencapai 7 meter meski musim panas. Alih-alih menuju tempat loncat dari atas ke dalam air yang ditunjukkan oleh guide (ketinggian 3 meter dari air), n1nna terus memanjat ke atas menuju tempat loncat dengan ketinggian 10 meter yang sedang ramai dipenuhi gerombolan cowok berjaket pelampung biru dan satu cewek berpelampung oranye. Melongok dari ketinggian, n1nna ketakutan, dihadapkan pilihan dilematis antara mau lompat tapi takut dan gak mau lompat tapi gengsi. Akhirnya, mengingat lagu Westlife yang If I Let You Go beserta video klip dan liriknya, "...but too proud to lose, but sooner or later I've got to choose," n1nna lompat juga sambil membayangkan adegan Bella lompat di tebing pantai. Mirip-miriplah sama video klipnya Westlife juga, n1nna akhirnya masuk air setelah membatin dalam hati, "Kok gak nyampe-nyampe ke air, sih."

Pengalaman ini juga dirasakan oleh Neni, Nadia, Anna dan Yaya.



Setelah tiga petualangan yang menguras energi, deNLers kembali ke penginapan dan bertolak pulang setelah mengantar kembali Neni dan Yaya ke Stasiun Lempuyangan.

Satu kata atau dua: liburan keren!

Ayo, rek, kita mesti bikin liburan seru kayak gini lagi!



Menghilangkah aku?
Tidak, kisanak.
Aku sibuk dengan waktu, dengan proses, dengan jatuh-bangun yang aku namai perbaikan diri.


Aku masih sangat ingat di kamar spesialku di lantai dua, di rumah Jagir. Saat ada aku, n1nna, Aya, Megi. Saat gila bersama puntung rokok di ujung bayang bulan. Khayalan kami berpendar, meloncat kegirangan, berbusa, dan berucap apa saja tentang masa muda. Sampai kata-kata deNL ini terucap. Dan masih tetap dengan jiwa muda kita yang muluk-muluk, segala asa, segala rencana kita panjatkan hingga berarak pagi.

Detail-detail asa terus berusaha kita wujudkan. Baik dengan berempat maupun rame-rame. Revolusi. Rotasi.

Rectoverso! deNL tetap tumbuh dan tumbuh bahagia, aku saksikan dari jauh.

Dan meski bukan dengan wadah yang sama, naluri berjuangku masih sama, kawan. Meski dengan cara yang sangat berbeda, sebagian diriku masih sama. Aku tetap ingin menjadi sedikit penerang walau dalam sudut ruang tergelap.

Dan di ranah ini..deNL punya saudara bayi :) Kami menamainya SRIKANDI DEWATA.
"Love n Care," itu bukan cuma slogan. Karena aku berusaha membangun di tempatku, berpondasikan itu.
KITA CINTA dan KITA PEDULI.
Wilayah cakupannya sangat kecil, tapi aku berharap bisa maximal. Sangat kecil karena dimulai dari diri sendiri. Kami berjuang saling memberikan ilmu melalui program pengajaran sesama member untuk meningkatkan kualitas dan kualifikasi diri. Baik secara ilmu pengetahuan, olah raga bersama, maupun beribadah bersama (dengan masing-masing subkeagaamaan).
Bisa maksimal karena kami berharap dengan meningkatnya kualitas dan kualifikasi diri kami semua. Kami mendapatkan penghasilan lebih layak....untuk bisa disisihkan lebih berbuat lebih dan lebih untuk mewujudkan CINTA selanjutnya yaitu pada masyarakat.
Di sini kami beruntung, karena lingkungan yang free membuat kami lebih leluasa dalam action berjuang. Banyak pejuang LSM serupa di sini juga yg saling mendukung.

Apakah aku memuja ke-straightless-an ini? Bukan. Sekali lagi aku tetap ingin menjadi sedikit penerang walau dalam sudut ruang tergelap. Mari perbanyak kebaikan, dibandingkan dosa yg sudah jelas, krn siapa tahu ini akan memperberat timbangan amalan baik kita, sehingga kita semua...para pejuang straighless ini...bisa lebih bermakna dan bertemu lagi di surga kelak (Amin).

Ini adek bayinya deNL. Info-info ya kalau mungkin ada yg bs kita kerjasama/ kolaborasi dlm karya dll ;)
Dalam jauh, aku masih terus mengamatimu...dan berjuang meski dlm cara berbeda. Ini salah satu perwujudanku sbg cinta dan peduliku (masih) buat DeNL :)
http://www.srikandidewata.com





Selamat petang untuk jiwaku yang masih benderang.

Lama berantah, tak pernah cukup kata aku bisa gambarkan bifurkasi petualangan yang aku jalani tanpa kalian, sahabat dunia keduaku, itu yang selalu aku sebut.

Entah dinamai tersesat, menemukan orang yang salah di waktu yang tepat, atau menemukan orang yang tepat di waktu yang salah. Dua-duanya sangat memerah otak dan dayaku beberapa tahun ini.

Kalian pasti paham, mungkin masih teringat, betapa ngeyelnya seorang aku dalam mempertahankan cinta. Entah dilabeli benar atau salah. Aku merayu, aku merajuk, aku mencandai, aku mencumbu, aku menangis, dan aku menangkis. Kadang aku mengucap cinta untuk mendatangkan cinta, dan sering aku berucap benci agar bisa mengusir cinta.

Dan pada hitungan ke tiga puluh lima purnama aku jalani tanpa kalian, aku sibukkan diri menjadi seseorang lebih baik, lebih tepat dan lebih pantas dicintai. Harapku sederhana, seperti kalian semua mungkin. Kalau bisa yang kali itu akan selamanya.

 Tapi...aku kembali kandas. Aku runtuh pada satu judul: PENGKHIANATAN. Rasa sakitnya tidak pernah melebihi ini, kawan. Seluruh perjuangan, kengeyelan, darah, air mata, hancur jadi satu dalam sublim KESEPIAN. 

 Bukan tentang 35 purnamanya, toh aku pernah melewatkan lebih dari 60 purnama bersama seseorang terdahulu. Sudah kupertaruhkan semuanya, bahkan yang tersisa yang aku miliki...yaitu keluargaku. Sudah kuanugrahkan waktuku untuk bekerja sekeras mungkin demi mengukir bahagia dalam semyumnya. Sudah kuserahkan bahkan kepalaku dalam genggaman dia, hanya demi dia yang aku pikir selamanya. Dan betapa butuhnya aku menunjukkan bahwa aku TIDAK PANTAS DITINGGALKAN lagi.

Aku runtuh, sakit. Aku habiskan puluhan malam mengutuk diriku sendiri yang tidak mampu mempertahankan lagi, mengutuk kurangku apa lagi, menghukum diriku sendiri dengan tidak pantas makan enak, dengan memasukkan rokok sebanyaknya. 

Meski....aku masih bisa mendengarkan hatiku memohon tidak memasukkan narkoba dan alkohol pula. Masih baik pada diriku 'kan?

 Dalam detik sunyi aku coba mengerti esensi. Apa..kenapa..tak pernah cukup ribuan orang bisa menjawabnya. Kata hatiku semakin aku kesampingkan, diriku makin tak terarah tanpa siapa-siapa. Meledak.....dan....arrrgghh. 

 Allah baik, setidaknya meski sempat aku siksa dengan aku bungkam, tapi hatiku masih belum mati, meski dekat dengan sekarat. Detik-detik otakku sudah tidak mampu berpikir tiba. Masih, saat itu aku namai lonceng kematian. Karena aku sudah sangat-sangat pasrah, kulit ari jiwaku aku rasakan mengelupas semua, bening ucapku sudah tidak bersisa....mengerucut...dan mengerucut. HANYA PADA TUHAN SEMUA KEMBALI, HANYA PADA DIA HARUS AKU SANDARKAN.

 Dan rasa limbung itu sudah tiada. Aku kosong, aku nol. Aku melayang. Aku melenting dan jatuh ke tanah terdasar dengan perasaan sangat ringan bahkan untuk tersenyum. Melepaskan apa yg sudah Allah titipkan untukku dulu. Mempercayakan atas skenario selanjutnya. Dan....IKHLAS.

 Sejak saat itu aku sudah tidak mau lagi meraung raung. Aku sudah tidak sudi berderai air mata untuk pengkhianat, dan aku bisa mengatakan: AKU TIDAK PANTAS BERSAMA ORANG YANG TIDAK SETIA KETIKA AKU SANGAT SETIA PADANYA.

Makna pengkhianatan yang dulunya masih aku yakini juga karenaku dan membuat aku menjadi pengemis kesempatan untuk kesalahan berkali-kali yang tidak dia pertanggungjawabkan sendiri...lalu menjelma jadi ego dan power. Bahwa TIDAK ADA ALASAN TEPAT UTK PENGKHIANATAN...selain memang DIA BAJINGAN!
Aku tidak butuh dianggap sebagai orang baik yang harus mengatakan "AKU RELA ASAL KAMU BAHAGIA," atau "SEMOGA KAMU BAHAGIA DENGANNYA". Karena kata-kata itu akan merusak ego powerku, dan satu-satunya yg harus aku selamatkan adalah HATIKU. Yang tidak bersalah dan sudah sangat sering aku bungkam dengan tidak adilnya.

Sejak saat itu pula aku bisa berucap: SEKEDAR MENCARI ORANG SEPERTI KAMU, TERLALU MUDAH. AKU BISA PASTIKAN SGT MUDAH PULA AKU MENDAPATKAN ORANG LEBIH DARI KAMU. DAN (SEBALIKNYA) KAMU TIDAK AKAN BISA MENDAPATKAN YANG LEBIH DARI AKU.


35 purnama aku kembara...tanpa siapa-siapa di ranah ini. Dan aku bisa berkata aku sudah habis baca buku "SELF AWARENESS". Betapa sering karena kita melanggar norma, bahkan norma paling dekat yaitu KATA HATI kita. Betapa sering kita zalim pada diri sendiri atas kerja keras dan perbaikan yg dilakukan setiap hari. Dan betapa sering hal-hal tersebut membuat kita jauh dari kata IKHLAS menerima apapun HADIAH dari Tuhan, baik ataupun buruk. Padahal TUHAN sudah merangkai kita dengan amat sangat baiknya, sangat lembutnya.

Aku mungkin masih akan menangis,tersenyum...tapi aku akan terus membaca buku-buku lainnya di perpustakaan Tuhan. Kali ini aku pasti lebih melibatkan Tuhan. Sebagaimana aku minta petunjuk ke petugas perpustakaan. Buku yang mana sebaliknya aku baca terlebih dahulu dan baik buat prosesku?

Dan sebagaimana kita dulu waktu sekolah naik kelas. Kita masih akan bertemu dengan buku-buku baru, buku lama cukup diingat saja tanpa perlu kita ingat siapa nama pengarangnya 'kan? Hidupku lebih ringan karena aku sudah jauh lebih yakin bahwa ALLAH SEBAGAI GURU-ku pasti tetap membimbingku dalam membaca buku. Hubunganku dengan GURU-ku lebih intim, karena sekarang aku sangat MEYAKINI seburuk apapun proses membacaku namai lagi lonceng kematian, Allah Maha Hidup akan selalu memberikan aku GENDERANG KEHIDUPAN.

Baru, ikhlas dan hidup.
:) Baiknya Allahku.
----------------------------------------------------------------------------------------
Maap numpang login nya n1nna..:D
Salam kangen buat semuanya.
Semoga masih bisa menjadi inspirasi











By : Arthafreya

So, siapa dari kalian yang suka kalo hidupnya nyamanfasilitas gadget maupun transportasi adabahkan rumah ada isinya lengkap sama cewek idamandan semua itu milik kamu sendiri alias dari hasil kerja keras kamu sendiriSumpah yapastinya bangganya minta ampun. 


Kalau dalam hubungan hetero, suami memiliki peran penting dalam hal menafkahi keluarganya secara materi. Itu konsep konservatifnya sih. Kalau jaman sekarangudah gak jaman lagi perempuan tinggal di rumah dan cuma nunggu suaminya pulang kerja. Gimanas ama lesbian? Lebih mudahnya begini dehsecara hukum negaraperempuan yang tidak menikah itu sampai kapanpun tetap harus bayar pajak ya girls, nah kalau menikah baru bisa tuh pajaknya dijadikan satu dengan suami alias menjadi lebih ringan. Dari situ aja udah ketahuan kan kalo biaya hidup lesbian itu pasti lebih banyak dari perempuan yang menikah


Trusmau sampai kapan kamu ngeliat uang hasil kerjamu bertahun-tahun cuma asal mampir aja di dompet dan gak ada yang tertinggal untuk bekal masa tua nanti? Kalau ada yang bilang investasi paling berharga itu adalah temanbener sihtapi disesuaikan konteksnya ya.I nvestasi di dalam pertemanan itu super penting karena itu sama saja kita membangunj aringan atau networking  misalnya saat kita membuka usaha kelak atau pada saat kita butuhkerja atau apapun yang berhubungan dengan pengembangan diriUntuk kebutuhan dasar?Masa iya sih kita mau pinjam teman sana sini?? Kalau aku sih ogah ya punya temen begini. 


Merdeka secara finansial di sini sederhana aja kok. Bukan berarti kita gak perlu hang out dan hidup senang di masa mudaTapi ada saatnya kita mengorbankan keinginan dan mendahulukan kebutuhan. Kalau kamu menempatkan "menabungadalah kebutuhan pasti dehsetiap bulan ada yang bisa ditabung. Bukan sekedar 5 lembar uang kertas bergambar KapitenPattimurra yang tersisa di akhir bulan tapi bisa jadi 5 lembar uang kertas  warna merahmenyala bergambar sang proklamator

 

Contoh sederhana merdeka secara finansial itu adalah memiliki harta produktifcontohnyawaktu kita sakitkita tidak perlu mengeluarkan biaya terlalu banyak. Caranya denganmemakai asuransi kesehatan. Atau punya uang cadangan yang bisa dipakai untuk kondisidarurat. Atau pada saat tua nantiada uang dan properti yang bisa dipakai untuk keperluansehari-hari atau sekedar membuka usaha bersama partner. Nah bisa juga kan mulai darisekarang kamu mulai cari-cari instrumen investasi yang paling cocok buat kamuAdareksadanadepositoatau juga nabung di aku?? (itu cuma opsi terakhir kalo kamu udah putusasa aja ya)


Kebanyakan dari kitalebih suka memiliki harta konsumtif. Contohnya gadget (kalo adagadget terbaru langsung matanya ijo aja ya), perabot rumahalat elektronikperhiasan.


Menabung perlu dipaksa di depanIkut deh program dari bank yang memberikan fasilitasmenabung dengan cara pendebitan otomatis dan diambil setelah jangka waktu tertentuGakharus banyak kok. Kalau kata Syafir senduk, "siapa bilang karyawan gak bisa suksescaranyaya kemauan kita untuk mulai menabung dan berinvestasi. Ingatinvestasi yang sesuai dengankapasitas kita dan juga perhatikan keamanan nya.


Perempuan hebat itu bukan hanya pandai mencari uang tapi juga pandai menginvestasikanuangnya. So, yuks kita jadi perempuan-perempuan yang merdeka secara finansial 10 tahundari sekarang...



‘Merdeka adalah jomblo selama-lamanya’

Tiba-tiba saja kalimat itu yang muncul dari otak saya seusai menelphone seorang teman yang cukup menarik untuk dijadikan pasangan.  Entahlah, saya selalu belum cukup beruntung untuk memiliki pasangan yang tepat selama beberapa tahun terakhir.

Sejak hubungan dengan si X berakhir, saya perlu penyesuaian yang tidak mudah. Saya bersama dengan si X cukup lama (3 tahun 7 bulan). Saat ini, 6 tahun dari si X, saya merasa tidak terlengkapi oleh siapapun. Bersatu dalam ikatan untuk saling melengkapi dan menguatkan terasa hanya kiasan dan angan-angan. Setelah trauma terakhir, membuat saya tidak lagi dengan mudah bisa mempercayakan hati dan hidup saya pada orang-orang baru yang (saya teramat takut terulang lagi) salah.

Terbukti kemudian pasangan-pasangan saya berikutnya membuat saya kembali merasakan kepahitan-kepahitan lagi. Katanya banyak orang, “Kamu memang belum bertemu orang yang tepat, Gil.” (terus kapan ketemunya??? Saya ini sudah terlalu tua walau tidak setua Niken, sih. Tapi, ya, sudah merasa sangat tua dan kesepian). Bicara soal kesepian, bos saya yang saat ini berumur tepat 44 tahun dan masih single bilang, “Perempuan sukses dan terutama pemimpin memang selalu orang-orang yang tidak lepas dari kesepian, Non, tidak apa-apa. Itu kenapa kita perlu berbagi, jangan sungkan cerita apapun padaku.” Begitulah hati perempuan yang begitu sensitif, peka dan peduli dengan ‘rasa’.

Berbicara tentang rasa, saat ini sebenarnya saya sedang berbunga-bunga tapi sekaligus ketakutan sehingga saya tidak mudah untuk menikmatinya (Niken pasti senang membaca cerita saya yang ini, image saya kan selalu Ragil yang tidak pernah berhenti menggebet dan mendekati femmeh #Iyuh). Dia cerdas, cantik, dan yang paling membuat saya takut adalah kultur kami yang berbeda. Perempuan Chinese memang selalu memiliki tempat yang menarik untuk saya. Pun laki-lakinya. Bukan bermaksud rasis, tapi budaya kerja dan hidup mereka membuat kita harus mengakui banyak kekurangan dalam budaya Kejawen kita berkaitan dengan kedisiplinan, etos kerja, dan jiwa enterprenure kita.

Kita masih terjajah secara pemikiran (yang ini pasti akan diamini dengan penuh sorak kebahagiaan oleh salah satu calon presiden yang gagal), cerita lama yang sering saya dengar di Halaqoh Tarbiyah dulu bagaimana sebuah kaum yang sangat cerdas menguasai dunia dengan melakukan segala bentuk perang. Di antaranya adalah perang pemikiran di mana buku-buku dan segala sistematika pendidikan membuat umat muslim menjadi orang-orang goblok. Aneh ya? Iya aneh. Tanpa konspirasi kaum Y pun itu sudah mendarah daging, dan tanpa campur tangan merekapun, Negara ini belum memiliki eksekutor dan pemikir yang bisa membuat system pendidikan yang tepat untuk generasi penerus bangsa. Lihatlah, berapa banyak anak negeri yang berlarian mencari pengetahuan di negeri lain? Merdekakah kita???

Terlepas dari itu semua, berbicara tentang kemerdekaan mengingatkan saya tentang dia. Perempuan muda yang masih di bawah 25 tahun ini begitu merdeka. Pandangannya tentang segala hal yang out of mainstream benar-benar di luar semua batasan dan norma. Kalau kata Alex di Orange Is The New Black dalam menggambarkan Piper adalah “foot in mouth”. Kata-katanya menampar semua orang di media sosialnya. Belum pada hitungan menit setelah saya mengikuti media sosialnya, sebuah mention membuat saya terpukau mengikuti sekian banyak percakapan yang penuh amarah dari banyak orang yang komentar dibalas dengan jawaban cerdas dan sesekali terpancing emosi olehnya.

Isi tulisannya sebenarnya hanya tentang sebuah artikel hasil penelitian di negara berkembang mengenai kepuasan seksual yang menunjukkan bahwa hasil kepuasan maksimal bisa diperoleh oleh pasangan lesbian dengan prosentase di atas 70%. Jauh dari prosentase orientasi seksual lainnya.

Bukan tentang orientasi atau kepuasannya yang ingin saya bahas, tapi tentang kebebasan berpikir dan mengutarakan pendapat dengan keberanian yang luar biasa menyuarakan sebagai minoritas di antara para fanatik mayoritas yang sudah terdoktrin sempurna.

Dengan budaya patriarkis yang sudah mengurat/mengakar di dunia ini, dikuatkan dengan peraturan perundangan yang tidak banyak digunakan melainkan hanya untuk bagian-bagian tertentu yang menguntungkan siapa yang berkuasa, keberanian perempuan yang saya sebutkan tadi kemudian membuat saya tertampar. Seberani-beraninya Niken menantang semua orang dengan sifat impulsifnya itupun tidak cukup mampu menyaingi si dia #Eh?

Dulu saya mungkin seberani dia, vokal, menantang siapa saja untuk beradu argumentasi dan pemahaman. Tapi semakin beranjak tua, saya seperti kehilangan taring. Mulai memilih setiap kata-kata, menempuh sikap-sikap mencari aman.

Dari debat argumentasi di media sosialnya membuat saya kembali membuka jurus lama yang sudah tidak saya ingat lagi detailnya. Saya terpaksa browsing Declaration United Of Human Right. Dasar utama pembuatan hukum di setiap Negara di dunia. Biar yang lain pada ngerti, ini nih isinya:

http://lambaricerdas.wordpress.com/2012/06/10/deklarasi-universal-hak-hak-asasi-manusia-universal-declaration-of-human-right-duham/

Jadi apakah kita sudah merdeka?

Flashback lagi kejadian akhir-akhir ini:

Kontak saya dihapus oleh adik-adik-an saya gara-gara kami berbeda pandangan mengenai calon presiden. Kami hanya berbeda pandangan, hanya memiliki keyakinan yang tidak sama untuk mempercayai dua pasang calon yang berbeda, dan itu kemudian membuat saya kembali miris dengan bagaimana bentuk penghargaan atas keyakinan dan cara pandang yang Bhinneka Tunggal Eka di Negara Republik demokrasi kita.

Sudahkah kita merdeka?

Sama seperti Niken yang suka leave group kalau marah karena nggak terima pendapat atau sikap orang lain. Kekanak-kanakan banget kan? :-P

Mencermati lagi bagaimana represifnya pemerintah kita dengan penarikan buku berjudul Why karena memberikan edukasi dini pada masyarakat tentang gender dan seksualitas. Berita yang digulirkan teman-teman di pemerintahan untuk membuat undang-undang anti homoseksual di Indonesia saat ini juga kembali menghangat. Setelah sebelumnya diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan di pasal 26 yang nyleneh dan aneh berikutnya akan dipanaskan lagi dengan Undang-Undang. Semakin waow dan iyuh.

Negara ini boleh saja menggaung garang ke negara lain tentang kemerdekaan dan keberhasilan pemerintahannya dalam aspek nasional dan internasional, tapi ketika semakin masuk ke dalam politik ternyata negara ini masih dikuasai isme-isme tertentu, mengakar dalam ke masing-masing ideologi rakyatnya dalam bentuk ketidakberaadaannya penghargaan dan kebebasan memiliki pemikiran, pandangan apalagi isme yang lain. Hal ini jelas bertentangan dengan DUHAM yang merupakan deklarasi hak dasar manusia.

Sampai saat inipun, penduduk Sampang yang memiliki keyakinan Kslam berbeda diusir dari tanahnya. Jaminan memiliki kebebasan berbeda dari mayoritas tidak benar-benar diberikan oleh pemerintah kita. Apakah benar falsafah Bhineka Tunggal Eka dan rativikasi DUHR/DUHAM itu telah dilakukan?

Kalau dari saya pribadi, kemerdekaan oleh Negara itu simple: jaminan atas perlindungan diri saya sendiri atas hak-hak saya oleh Negara, di mana saya menjadi warganya. Dan itu masih sangat jauh dari harapan saya. Saat inipun saya tidak memilki jaminan kehidupan yang layak, pekerjaan yang tidak jelas, kesehatan yang tidak dijamin secara baik, hak untuk berkeyakinan dan beragama yang bebas, berpolitik bebas, dan lain sebagainya yang harusnya hanya dasar dari segala dasar hidup. Negara ini masih membiarkan rakyatnya berjuang keras sendirian untuk sekedar SURVIVE. Dan ini jelas bukan indikator MERDEKA yang diharapkan siapapun di dunia ini.

Kalau kata Chairil Anwar:

Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida

Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah-kumamah

Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang

Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.

14 Juli 1943





Agustus tahun ini penuh dengan hiruk pikuk politik. Sidang gugatan capres nomor urut 1 di Mahkamah Konstitusi , Hari Pramuka, Peringatan Hari Kemerdekaan RI, Penerbitan Uang Baru  dan mungkin geliat perpolitikan  Ragil yang pdkt femme #eh, lupakan yang terakhir suadara .


Peringatan Hari Kemerdekaan hampir selalu dirayakan dengan meriah di kampung-kampung dan glamor di kompleks-kompleks perumahan mewah. Biasanya malam 17 Agustus ada tumpengan yang karenanya gang-gang ditutup bikin bête kan saat pulang ngapel malam-malam. Artinya dengan tumpengan tersebut Pak RT sebenarnya berniat mengajak kita bersyukur kepada Allah SWT. dapat merdeka, bukan saja tumpengan itu identik makan gratis lohhhhh. Apapun kemeriahan itu, Alhamdulillah ya Tuhan terimakasih Indonesia telah merdeka sejak 1945.


Bahasa asal merdeka yaitu sansekerta  dari “mahardhika” . Merdeka banyak sekali artinya. Dalam bahasa indonesia merdeka sering diartikan bebas seperti dalam http://www.artikata.com/arti-340634-merdeka.html . Dalam konteks Alquran salah satu makna merdeka ialah al-hurr atau at-tahrîr yang biasanya terkait dengan pembebasan budak. Silahkan dibaca http://santribuntet.wordpress.com/2007/08/23/merdeka-versi-ulama/  .  


Saya yakin sekali bahwa merdeka dalam kata lainnya adalah bebas maka teman-teman akan menerjemahkan dan menggunakan sesuai dengan tujuan kalian.



Merdeka Lalu Apa ?


Hak pribadi yang akan menjadi nomor satu diperjuangkan setelah kemerdekaan kita perjuangkan di lingkungan pribadi. Merdeka mencintai siapa saja, merdeka bercinta dengan siapa saja, merdeka akan melakukan apa saja. Betulkah? Hehehe saya tidak berhak menjustifikasi. 


Merdeka adalah suatu kondisi yang utopis bagi saya.  Selama saya tidak mampu mendefinisikan dan melakukan apa yang saya mau saya bukan orang merdeka. Erskin Childers berkata, "Kemerdekaan bukanlah soal tawar-menawar, kemerdekaan sebagai maut, dia ada atau tidak ada. Kalau orang, menguranginya, maka itu bukan kemerdekaan lagi". Dan rata-rata LGBT kelas menengah dengan kondisi finansial biasa saja tidak akan pernah merdeka dengan semua keinginannya. 


Hak-hak pribadi di Indonesia (maksud saya hak memilih orientasi seksual) dalam 10 tahun ke depan juga tidak akan dijamin oleh presiden baru, apalagi semakin banyak orang yang menginginkan Indonesia Milik Allah , tsah tulisan saya terlalu melantur. Abaikan.


Bagi saya kemerdekaan, seperti juga cinta membutuhkan keberanian dan perjuangan. Seperti kata Ayah Soekarno "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." LGBT dalam memperjuangkan kemerdekaannya akan melawan agama dan lingkungannya sendiri. Beranikah?


Aku Tidak Pernah Merdeka



Aku tak ingin belajar menjadi Syeh Jenar

Merdeka berpikir lalu menemui Tuhan begitu saja

Aku tak ingin belajar seperti Gus Dur

Merdeka dari kegoblokan namun masih meninggalkan pertanyaan yang sulit dijawab

Aku tak ingin menjadi Malala

Ingin merdeka belajar lalu ditembaki begitu saja

Dan ternyata aku tak pernah merdeka karena memilih mencintaimu

Karena aku bukan sufi pembelajar idom cinta yang membebaskan

Aku hanya memilih mencintaimu

Maka aku tak pernah tahu bagaimana berselingkuh tanpa rasa bersalah

Aku tak pernah gentar menjadi galau hanya karena mengingatmu

Kamu tahu kan lagu cengeng cinta ini membunuhku

Barangkali semacam itu.

Mencintai bukan membebaskan

Mencintai bukan memerdekakan

Tapi aku merasa merdeka karena diam-diam memilihmu untuk kukirim puisi setiap pagi.