Negeri ini (baca: Indonesia) selalu gegap gempita dalam meggalang nasionalisme. Kalau bukan karena hasil budaya dimaling ya karena bahaya laten, entah itu komunis atau khliafah. Maka isu tersedap Negara ini adalah bangkitnya komunis atau laten radikalisme Islam. Dan September akan selalu dijadikan momentum waspada bahaya laten komunis.Ya peristiwa 30 September 1965 adalah momentum menentukan musuh bersama bagi Indonesia, yaitu kaum jomblo  eh PKI, kaum dan paham komunis serta (ke)turunannya.
Se

50 tahun setelah peristiwa pengkhianatan PKI kespada Pancasila, tidak ada usaha yang nyata bagaimana meluruskan sejarah kelam itu. Karena meski tampaknya kita berideologi Pancasila (tengok sila ke2), kekuasaan Negara kita cenderung fasis yang mengharuskan sejarah berpihak kepada yang menang secara politik. Banjir darah, hukuman tanpa peradilan, bunuh membunuh antara kaum komunis, kaum santri, ormas dibiarkan tanpa ada campur tangan Negara. Maka yang ada dari dulu adalah pertikaian, prasangka dibiarkan tumbuh bahkan dipupuk di antara masyarakat. Dan tentu saja Negara dengan tentaranya menangguk untung. Tidak perlu banyak popor bicara, namun pembiaran pelopor masyarakat menuding suatu kelompok komunis, teroris akan menciptakan kegaduhan di masyarakat sendiri dan Negara tinggal menggaruk keduanya.

Taktik Gajah Mada, Machiavelli, Suharto yang membentuk Negara besar dengan menghalalkan segala cara (Het doel, heilight de midellen) sudah pasti membuat negara bisa menyiksa, mengkhianati, mencelakakan masyarakatnya sendiri. Kita lihat bahwa demi nama pembangunan di masa orde baru maka pemerintah bisa menggusur tanpa rasa manusiawi, bila masyarakat menolak maka akan dituduh PKI.

Kegagalan bapak pluralis kita Gus Dur yang berniat menghapuskan TAP MPRS XXV tahun 1966 "Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.” tentu saja disyukuri oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang ah begitulah.

Tengoklah kelompok budayawan yang mendaku (mengklaim) dirinya anti komunis, anti radikal adalah kelompok-kelompok yang terhormat di Negara ini, dan diseberangnya Seperti Taufik ismail, Emha Ainun Nadjib yang kini berseru-seru, tidak perlu pemerintah meminta maaf pada korban 65, karena kaum komunis adalah pengkhianat.dan tentu saja pengkhianat memang tidak pantas dimaafkan, karena kelakuannya menimbulkan trauma. Padahal pr sejarawan untuk mencari akar permasalahan apa betul PKI berniat memberontak, ekses kegaduhan saat itu yang mengakibatkan pembunuhan antar masyarakat juga malah belum tuntas dimulai secara konstitusional.

50 tahun Indonesia telah memerangkap hantu bernama komunis, padahal di era ini mau mempelajari komunis semudah kita bercinta seperti panduan di google. Inilah wajah asli masyarakat kita, mendaku sebagai kaum agamis, moralis, pancasilais namun kita bisa dan biasa berlaku sadis pada masyarakat yang dianggap pengkhianat dan bahkan kita tidak mencari asal-usul kebenarannya.

Esok tanggal 30 September 2015 seperti biasa saya akan berdoa agar para pahlawan revolusi dan para korban pembunuhan, serta korban ketidakadilan sistem hukum di Negara ini dapat memaafkan kita dan Negara ini. Mari memaafkan meski mungkin tidak melupakan.