Bulan menjelma sempurna di langit, samar. Malam melarut dalam pusaran waktu yang menghening. Mungkin, ada pula orang yang tak menemukan kata yang tepat untuk saling mengucapkan salam tidur. Dan, katanya, bumi semakin menua--semoga ia semakin bijak.

Harap sampaikan pesanku kepada dia yang merasa kehilangan, 
"Perjalanan bukan hanya tentang satu dua persimpangan. Dan, yakinlah, ketika kau tak bisa kembali ke persimpangan yang terlewatkan, memang seperti itulah cerita dalam sebuah perjalanan: menemukan dan melewati persimpangan. Satu-dua, bahkan tiga persimpangan. Dan, setiap persimpangan akan selalu punya cerita. Kau hanya berhak mengabadikannya, bukan memilikinya.

Kau tahu, seperti di dalam cerita negeri ajaib yang Alice datangi, 'Setiap jejak, setiap jalan, dan setiap persimpangan milik-Ku,' kata sang Ratu. Dan, begitulah adanya. Akan selalu ada bahagia dalam setiap persimpangan, jika itu yang kau cari. jadi, buat apa merasa kehilangan, toh kau tak memilikinya, bukan? Seorang bocah kecil saja tahu bagaimana rasanya ketika ditanya apakah ia merasa kehilangan ketika ia kehilangan sebuah mainan yang tak pernah ia miliki? Kau tahu, ia akan katakan bahwa ia tak pernah merasa kehilangan dalam hal itu--tentu saja begitu. 

Setiap persimpangan, di ujungnya selalu ada bahagia. Teruslah berjalan. Jangan hentikan langkah hanya karena kau kehilangan satu-dua persimpangan yang telah kau lewati. lupakan saja. Ada persimpangan lain di depan sana. Lalu, pilih persimpangan yang ada di perjalananmu itu, tak perlu ragu. dan, percayalah: jalan bahagia selalu bermuara di setiap persimpanganNya.

Lalu, mengapa kita harus takut kehilangan, sementara tak ada yang kita miliki?
Mengapa kita harus takut kehilangan, sementara tak ada yang kita miliki dan sang Ratu telah mengakui bahwa Dia-lah yang memiliki semua itu? Tapi, jika kau temukan alasannya, tuliskanlah. aku akan membacanya. Mungkin, hanya akan membacanya.

Begitulah saya selalu menuliskan tentang keyakinan orang lain dalam menyikapi apapun yang sedang menghangat bahkan membakar habis kehidupan. Seperti halnya “Je Suis Charlie”; “Pertikaian antar suku di Papua”;  Berbagai pertikaian karena Keyakinan di seluruh dunia; Pembantaian manusia karena RAS di seluruh dunia; dan yang juga tidak terselesaikan di Indonesia, misalnya: Gerakan 30 September 1965”

Keyakinan, baik terhadap Tuhan maupun terhadap ideologi tertentu, adalah candu. Ia menjanjikan jalan pintas dari persoalan yang tak terpecahkan:
“Berdoalah dan serahkan segalanya kepada yang kita sembah.” Itu adalah sebuah jurus pamungkas dari solusi persoalan yang tidak mampu kita selesaikan. Orang-orang yang putus asa dan para pemalas sangat menyukai konsep itu.

Keyakinan melemahkan daya juang. Ia membiarkan kita tergantung pada sosok sang Tuhan yang akan menjadi jawaban dari semua masalah-masalah kehidupan yang pelik.

Keyakinan melemahkan mental dan akal kita. Ia telah menyediakan jutaan hikayat keteladanan hidup para nabi untuk kita contoh tanpa kita mesti bersusah payah lagi mencari kebenaran hidup kita sendiri.

Keyakinan mematikan sejuta kemungkinan mencapai jalan kebijakan. Ia telah mengharuskan kita menjalani cara yang telah ditentukan oleh isi kitabnya. Kita dituduh sesat bila kita menolaknya. Keyakinan adalah citra keangkuhan. Membuat penghakiman terhadap orang-orang yang tidak mau mempercayainya.

Keyakinan adalah candu buat para pemalas dan orang-orang putus asa. Ia menyediakan sekian banyak kemudahan dalam menjalani hidup dan menjanjikan begitu banyak kenikmatan surga. Ia membiasakan kita pada konsep dosa dan pahala. Menjadikan kita pamrih atas setiap perbuatan baik kita.

Keyakinan adalah candu. Membuat kita mabuk dan mencuri kesadaran kita. Lalu mengarahkan kita pada kepentingan-kepentingan para penguasa.

Keyakinan adalah candu yang meracuni hati nurani kita dan menjauhkan jarak kita dari sosok Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan yang tak menuntut apa-apa. Tuhan yang maha tersenyum pada setiap tindak dan prilaku kita.

Keyakinan adalah candu yang membunuh kita perlahan namun pasti. Yang akan membuat kita mati dalam sesatnya pemahaman tentang hidup.

Keyakinan menciptakan Tuhan yang berpihak.

Keyakinan menyembunyikan rahasia terbesar Tuhan,

Bahwa sesungguhnya Tuhan tak berKeyakinan.

Berkaitan dengan tragedi yang menewaskan awak redaksi Tabloid Charlie Hebdo, tentu yang pertama kali harus saya sampaikan adalah ungkapan dukacita yang begitu dalam atas terbunuhnya yang dilakukan dengan cara-cara brutal.

Dari mulai Pemimpin Redaksi Charlie Hebdo, Stéphane Charbonnier, dan para kartunis di Tabloid Charlie Hebdo, ikut tewas dalam tragedi yang sangat menyedihkan ini.
Mereka dibunuh saat sedang menggelar rapat redaksi.

Serangan dan aksi pembunuhan disaat para jurnalis ini sedang berkonsentrasi dalam rapat redaksi adalah sebuah bentuk teror yang sangat terkutuk.

Di sisi lain, saya tak sepenuhnya sependapat dengan karya-karya yang ditampilkan Tabloid Charlie Hebdo selama belasan tahun. Di mana kartun-kartun yang mereka tampilkan kerap kali merendahkan tokoh agama-agama samawi, bahkan bila itu Islam sampai ke level Nabi Muhammad pun mereka lecehkan. Melecehkan Islam, terutama melecehkan Nabi Muhammad atau siapapun, bukan hal yang tepat dan bukan hal yang bijak, untuk diumbar dalam kepentingan apapun dalam hidup keseharian umat meski itu non muslim di seluruh dunia.

Saya tak bermaksud durhaka pada agama manapun bila menyatakan dukungan terhadap Islam, khususnya tentang perlunya seluruh warga dunia yang non muslim untuk menghargai dan memberikan penghormatan terhadap agama lain, sebagai bagian dari toleransi antar umat beragama dan kebebasan beragama. Dimana kebebasan beragama itu, nilainya sama tinggi dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.

Terlepas dari keyakinan Ibnu Taimiyah dan Yahudi yang menghalalkan pedang untuk menegakkan syariat yang mereka yakini, seharusnya sudah tidak lagi dibiarkan.

Kami adalah setiap diri yang mendambakan kebebasan berekspresi dan kebebasan berkeyakinan dalam arti yang sesungguhnya.


Tanpa teror.


Tanpa intimidasi.


Tanpa kekerasan.


Dan tanpa kesewenang-wenangan.



“Je Suis Charlie”