Membaca tema bulan ini sebenarnya saya agak berat hati. Namun mendengarkan kecemprengan admin agar cepat menulis naskah, saya tegarkan hati untuk menulisnya. Tema bulan ini tentang  sahabat.  Berat hati itu disebabkan karena menulis tentang seseorang yang bersinggungan dengan kita akan menjadi sesuatu yang sangat subyektif.

Sebenarnya saya seringkali menulis tentang sahabat, kebanyakan dalam bentuk puisi. Tengoklah buku antologi puisi saya bersama 4 rekan lainnya yang 3 di antaranya adalah penggiat blog ini: saya, parikesit n1nna dan Eugene Alexis yaitu Bicara (bukan) Pada Sunyi. Di situ terdapat puisi Perempuan Terluka dan Perempuan Bercadar Fajar, itu adalah persembahan saya untuk sahabat-sahabat saya.  Juga di awal-awal blog ini terbentuk saya mencatat beberapa kesan tentang sahabat dalam tulisan De-NL-ers (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/de-nl-ers.html) atau Photograph in Our Heart  (http://denlworld.blogspot.com/2009/03/photograph-in-our-heart.html).

Saya akan bicara tentang seorang sahabat di sini. Aya. Saya mengenalnya sejak sebelum tahun 2003, yang berarti usia persahabatan saya dengannya jauh lebih awet dari usia percintaan saya dengan para mantan. Aya yang saya melihatnya adalah seorang yang, yahhh, sahabat semua bisa merasakannya. Aya bisa mendengarkan curhatan saya yang waktu itu di Jember lewat telepon selama berjam-jam dengan tenang tanpa provokasi apapun. Sampai  saat inipun ketika saya meledak-ledak, komentar khasnya adalah: "aaaa, la lapo ngunu iku? Sabar ta." (Kenapa harus begitu? Sabar dulu)

Aya dan partnernya saat itu sangat welcome pada saya di Suara Srikandhi. Saat inipun dia dan partner selalu siap menemani saya dan jomblo lainnya kala weekend. Sesuatu yang sangat saya hargai karena waktu yang seharusnya menjadi quality time untuk sang partner dibaginya bersama jomblo-jomblo terlantar. Bahkan tanpa aya, saya akan menjadi sosok yang diam dan tidak nyaman apabila ada rekan-rekan sehati yang menginginkan kopi darat.

Aya selalu tenang menghadapi sesuatu hal, kecuali apabila hubungan dengan partner sedang tidak menyenangkan dan saat jealous pada sosok yang dikiranya menjadi true love partnernya (ayo tebak siapa....).  Namun sebenarnya juga Aya pernah merahasiakan sesuatu sehingga membuat saya berdiri di atas duri. Pada saat itu saya lebih memilih bersendiri dan menemani Aya lebih sering daripada lainnya, meski saat itupun saya lebih sering memakinya daripada menghibur. Ketenangan Aya itu alhamdulillah menular pada saya, yang temperamental dan impulsif. Bisa dibilang Aya  seperti  Eyang Subur bagi saya (hahahhahahha....).

Dan prihatin saya terdalam ketika dia mengalami kehidupan rumah tangga bukan dengan partnernya. Dia yang biasanya tenang dan berpikir panjang, menyerah untuk menjalaninya. Bagi saya dia mencontohkan kepatuhan kepada orangtua, sesuatu yang mungkin juga akan saya alami. Sesuatu juga yang mungkin akan saya pikirkan dalam-dalam ketika datang hal itu. Sesuatu ujian yang paling berat menurut saya. Pada saat itu kekhawatiran pada kehidupannya saya telan sendiri, menjadi pelajaran berharga untuk saya.

Bersahabat dengan dia adalah menikmati kesenangan hidup sebagai hadiah kerja keras kita dan selalu belajar untuk lebih baik serta berusaha bermanfaat untuk sekitar kita. Tulisan ini mungkin saya akhirkan dulu karena kami masih akan bertemu lagi esok hari dan mungkin dia berubah bukan seperti yang di atas. Siapa tahu. Tapi meskipun berubah, InsyaAllah saya akan berusaha mengerti.

Dan puisi ini yang saya buat setelah saya dan para sahabat ngopi di kopitiam depan hotel JW Mariott Surabaya,  membuat saya selalu berkaca-kaca :

Salah Satu di Kedai Itu

Mengecap hari ini di meja bundar kedai
Lalu lalang waktu
Lalu lalang rindu
Aku, kau, dia meraba kopi, latte dan capucino
Bicara yang kadang terpotong gadged
dan perempuan-perempuan cerewet
dan jalang pada wajah-wajah bening


Aku tak bisa pesan arak dan cerutu
tapi aku masih bisa menceritakan rasa mabuk dan melayangnya
Dan mungkin setidaknya kita tahu satu hal :
Rindu itu bisa kita tinggalkan di foto usang dompet kita
Mimpi itu bisa kita catatkan pada kertas menu
dan aku berharap sungguh, itu bukan sekedar bahan obituari.

Untuk sahabat-sahabatku tercinta.



Suatu malam di bulan Ramadhan, kami berempat sedang berkumpul di halaman sebuah ruko yang mengelar pasar malam, LDC atau eL, Meg, n1nna dan aku mulai menyisir kios-kios yang menjajakan berbagai macam panganan, melewati antrean orang tua yang mengantrekan anak-anak mereka untuk menikmati permainan di pasar malam. Akhirnya kami duduk di tangga marmer pintu masuk ruko, kami mulai membicarkan keinginan untuk membantu teman-teman lesbian di luar sana, dengan membuat suatu wadah perkumpulan. Dengan antusias kami memulai perdebatan-perdebatan kecil mengenai tujuan dibuatnya wadah tersebut. 
"Kalo gitu eL dan Meg yang bertanggung jawab untuk mencari teman-teman yang lain, karena kalian kan suka online," kataku. eL dan Meg pun manggut-manggut. 
eL mempunyai banyak ide, dan gagasan-gagasannya selalu bagus. Dia anak bungsu dari 4 bersaudara, dia dan kakak keduanya merupakan tulang punggung keluarga. Sebagian besar anak bungsu notabenenya dimanjakan dan terlalu disayang oleh orangtua, tapi tidak dengan eL. Dia benar-benar jauh dari gambaran anak bungsu. eL mandiri di atas kakinya sendiri. Beberapa kali keluar-masuk perusahaan, akhirnya El berpikir untuk membangun usaha sendiri. Usaha bidang IT sampai sekarang digelutinya

Meg pekerja keras, dia mempunyai dua pekerjaan sekaligus. Pagi dia bekerja di salah satu tempat ngopi ternama, dan di malam hari dia bekerja di salah satu tempat hiburan ternama di kota kami. Meg termasuk orang yang peduli terhadap teman. Pernah suatu kali ada salah satu teman yang mengalami KDRT oleh pasangannya, dengan sigap Meg mati-matian membela dan mengamankan teman tersebu. Meg mempunyai perawakan yang bagus, tinggi semampai, cocok kalau jadi seorang model tapi entah kenapa dia kok tidak jadi model saja. Meg tinggal dengan nenek yang mengasuhnya sejak dia kecil. Setelah dia bertemu dengan pujaan hatinya, Meg meninggalkan kami untuk mengikuti pasangannya. Entah di mana dia sekarang dan bagaimana kabarnya, we miss her much

Tahun 2013.
Saat ini wadah ygan kami buat dengan nama deNL sudah terbentuk dan sudah memulai kegiatan-kegiatan positif. Mulai dari menulis di blog, arisan, bagi-bagi sembako, bagi-bagi ta'jil ketika Ramadhan, sampai mengunjungi panti jompo unutk orang-orang yang terbuang. Mimpi kecil kami berempat saat ini sudah tercapai tapi masih ada mimpi yang lebih besar lagi yang masih harus dicapai oleh deNL.



Ruang karaoke itu riuh oleh suara musik dan teriakan melengking mengikuti lirik yang terbaca sekilas lalu. Dia tidak terlalu melihat ke arah layar lebar di depannya. Sekali waktu matanya terpejam merasai makna dari kata-kata yang terlagukan.

“And I'm here, to remind you
Of the mess you left when you went away
It's not fair, to deny me
Of the cross I bear that you gave to me
You, you, you oughta know
You seem very well, things look peaceful
I'm not quite as well, I thought you should know
Did you forget about me, Mr. Duplicity?
I hate to bug you in the middle of dinner
It was a slap in the face
How quickly I was replaced
And are you thinking of me when you fuck her?
'Cause the love that you gave that we made
Wasn't able to make it enough for you
To be open wide, no
And every time you speak her name
Does she know how you told me
You'd hold me until you died
'Til you died, but you're still alive”
(Alanis Morissette – You Ought To Know)

Namanya n1nna, parikesit n1nna. Entah kenapa dia suka menggunakan angka 1 sebagai pengganti huruf I di namanya, n1nna. Otaknya memang jauh di atas rata-rata, itu kenapa dia bisa masuk ke program studi fakultas yang tidak sembarang orang bisa masuk dan bertahan di sebuah universitas terkenal di kotaku tinggal. Kota yang ramai dengan latar belakang metropolis. Sampai saat ini dia masih kuliah untuk mencapai gelar satu tingkat di atas standar mahasiswa.

Jadi, gampang saja buat dia menghafal sekian lirik lagu yang bahasanya susah untuk lidah orang Jawa dalam melafalkan dengan lancar. Begitulah kami biasa mereduksi penat. Karaoke setengah meneriakkan isi hati, curcol atau curahan hati colongan istilah anak mudanya. Kalau kata teman-temanku: “dasar tua bangka bau tanah, nggak tau diri masih saja merasa muda. Hahaha,” terserah mulut mau bicara apa, kesenangan dan apresiasi diri dengan cara yang positif tanpa merugikan siapapun tetap harus berjalan. Dan, malam itupun kami melanjutkan kegilaan, menghabiskan suara berdua saja di ruang karaoke berukuran kecil di dekat tempatku bekerja.

Okey, flashback dari mana kami kenal sepertinya harus aku jelaskan. Aku dan satu orang unik ini kenal dari tahun 2010. Waktu itu aku yang eksis di media jejaring sosial mengadakan acara bakti sosial atau baksos dengan teman-teman komunitas lesbian di kotaku. Melalui satu teman yang ternyata juga temannya, maka terlibatlah dia di acara itu. Aku yang katrok atau kepo merasa dipecundangi oleh kawanan komunitasnya yang ternyata mengejutkan. Sangkaku, dari mengenal temannya itu, aku hanya akan mengenal sekian gelintir orang. Tapi ketika hari H diadakannya baksos bulan puasa itu, sekian puluh massa temannya si n1nna yang aku panggil LCD atau eL itu berkumpul. Aku yang waktu itu sok sibuk sebagai pemilik tempat singgah yang difungsikan sebagai sekretariat berkumpul melihatnya tetap duduk di atas motor matic dengan muka tersangar yang membuatku muak. Bagaimana tidak, dia yang aku tidak kenal tidak sekalipun mau menyapa atau mengakrabkan diri padaku sebagai penguasa tempat.

Kami sama-sama saling cuek. Peduli setanlah si anak jutek. Aku fokus dengan kesibukan membungkusi sekian ratus takjil yang akan kami sebar di perempatan protokol jalan-jalan besar yang dipastikan macet saat pulang kantor menjelang waktu berbuka.

Selesai bungkus-membungkus, aku membuat strategi dengan eL membagi sekian puluh manusia itu dalam beberapa kelompok. Terbagilah kami dalam 4 kelompok untuk masing-masing titik yang menjadi fokus kami membagikan takjil. Sebalnya, aku satu kelompok dengan si jutek. Tapi karena niat baksos lebih mulia, nikmati sajalah kesempatan menjadi diri yang famous tapi tidak terlihat di mata si jutek.

Acara perdana itu benar-benar sukses. Sekian ribu bungkus kami bagikan dalam satu bulan puasa di setiap minggu berjalan efektif. Dari kesuksesan acara itulah kami menjadi dekat. Dengan adanya acara-acara penutupan kepanitiaan, maupun kumpul-kumpul berikutnya.

Singkat kata, ternyata dia menarik juga. Arogansi, egois, pembawaan diri dan sukanya membully membuatku mengingat seseorang. Yang pasti seseorang yang penting, dong ya, di masa lalu. Beberapa hal dalam dirinya mengingatkanku dengan Ing. Perempuan pertama yang aku kejar-kejar sampai membuatku penasaran dan akhirnya terdampar di kota ini.

Dari sekedar nongkrong ramai-ramai, karaokean, itulah kami kemudian merasa saling cocok. Dia seorang Aries, sama sepertiku. Tapi pembawaan dirinya agak berbeda denganku. Lebih keras, tegas, dan yang pasti, bukan martir.

Seringnya bertemu membuat kami lebih dekat. kemudian dia mulai sering ke tempat aku kerja paruh waktu, makan-makan hanya berdua, ngobrol mencari-cari peluang untuk lebih saling mengenal. Kedekatan yang intens itu kemudian membuatku yang sudah sekian tahun jadi magamon (manusia gagal move on) merasa menemukan orang baru yang cukup menarik. Dia domba (baca: Aries) yang sebenarnya lebih mirip Birgus latro si ketam kenari yang merupakan makhluk yang suka sendiri dibawah tanah atau celah-celah bebatuan. Dia menggali tempat bersembunyi di pasir atau tanah gembur. Dia membuat tempat bersembunyi untuk melindungi dirinya sendiri. Dan itulah dia, membuat benteng arogansi dengan sikap juteknya untuk memilah-milah teman yang (banyak) tidak benarnya.

Dari caranya memilah teman itulah aku kemudian belajar dengan tanpa malu-malu darinya tentang menghargai diri sendiri. Selama tiga tahun pasca putus dengan pasanganku, aku menjadi diri yang tidak terkendali. Setiap hari party, dengan geng mbambeters. Minum-minum, menjadi playgirl yang dengan mudah berganti teman “jalan”, menghabiskan uang untuk kesenangan-kesenangan sesaat yang berdampak negatif. Pertemanan yang tidak sehat itu cukup membuatku tidak diterima dengan baik dalam beberapa kelompok yang mengekslusifkan gengku. Aku lebih dikenal sebagai biang party daripada aktivis yang getol membangun komunitas yang berideologi humanis ketika masih bersama dengan pasanganku dulu. I finally back to myself lah setelah dekat dengannya.

Umurnya beberapa tahun dibawahku, tapi memiliki prinsip-prinsip hidup yang matang. Pembawaannya sebenarnya santai, tapi karena benteng yang dia bangun begitu tinggi, banyak yang tidak melihat sisi lainnya yang sebenarnya sejenis dengan ketam kenari, rapuh dalam beberapa hal (sehingga dia perlu untuk membuat benteng yang tinggi), memiliki sisi lunak di perutnya yang rentan terlukai. Darinya aku belajar untuk menerima kelemahan diri dan, konsisten dengan kelebihan, terus mengembangkan diri dan keuletannya untuk tidak berhenti belajar membuatku iri untuk juga mengembangkan diri.

Begitulah kebersamaan kami. Kebersamaan yang mengajarkan untuk selalu mendukung, menguatkan, berbagi hal yang positif untuk tidak lelah belajar menyempurnakan hidup menuju mimpi yang lebih baik.



I Want to Die

Kebanyakan orang pasti pernah mengalami keadaan ingin mati, aku sendiri pernah mengalaminya beberapa kali. Salah satunya saat aku kehilangan motor yang baru saja kupakai selama satu bulan, rasanya seperti hidup sudah tidak berguna lagi dan merasa kasihan pada bapak yang sudah bersusah payah membelikannya (dengan menyicil tiap bulan karena gaji beliau tidak seberapa besar).

Selama tujuh hari tujuh malam aku  menangis, berduka bukan karena kehilangan motor tapi lebih karena merasa tidak berguna dan tidak bisa menjaga kepercayaan bapak.

Sebenarnya masih banyak cerita di mana aku merasa mati itu lebih baik.

Seiring perjalanan waktu, aku sudah tidak pernah terpikir untuk mati lagi. Bagi aku lebih baik hidup dengan memberikan manfaat kepada sesama, membuat orang-orang di sekitar kita bahagia dan tersenyum tidak hanya di bibir mereka saja tapi juga di hati dan pikiran. Lebih indah rasanya.

Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu hari nanti pikiran itu muncul kembali di pikiranku. Sekedar tips saja, jika muncul lagi pemikiran "I want to die" maka take a break dari segala aktifitas, do something that you like.

I hope everyone can always be happy.

NB: Untuk seseorang yang kusayangi, keep fighting. Aku akan selalu ada untuk menggandeng tanganmu dalam keadaan apapun.


Survey membuktikan, tiga dari empat deNL adalah Aries.

Meg, eL (LDC), n1nna, lalu Erna, Niken, n1nna.
Jadi, untuk pembukaan ini, kami ucapkan selamat ulang tahun untuk Meg, eL, n1nna, Erna dan Niken. Semoga panjang umur, Semoga senantiasa dihiasiNya dengan kesucian dan penutup aib, ditutupi dengan pakaian kecukupan dan kerelaan diri, dituntun untuk senantiasa bersikap adil dan taat, dan diselamatkan dari apa yang ditakuti.

Bulan April adalah bulan makan-makan buat deNLers, terutama untuk mereka yang rutin muncul di arisan bulanan, Arisan Iwak Peyek. Biasanya bulan April juga menjadi bulan pembukaan arisan, arisan pertama dimulai di bulan ini. Tapi karena tahun ini arisan diikuti oleh lebih banyak orang, perputarannya tak lagi dua belas untuk dua belas bulan, jadi tahun depan sudah pasti arisan tidak dimulai di bulan April.

Maret-April 2007 adalah ulang tahun bersama yang dirayakan kali pertama  oleh deNL, saat masih berempat, karena Aya/Hening Swara berulang tahun di bulan Juli. April 2013 adalah April kedua tanpa eL dan kesekian tanpa Meg. We miss them so much.

Setelah liburan bersama Aya, Erna, n1nna saat ulang tahun Erna (juga untuk mematahkan mitos yang melingkupi Erna seputar kesialan di hari ulang tahun) ke Jogjakarta, dan bersama Niken saat ulang tahun Niken ke Blitar, minggu depan adalah waktunya arisan pertama 2013/2014 yang kemungkinan besar ada makan-makan. Asyik.

Untuk tema bulan ini adalah sahabat. Siapapun boleh menulis tentang yang lain, misal n1nna tentang Erna atau sebaliknya. Kami tunggu kontribusi tulisannya :)