Ruang karaoke itu riuh oleh suara musik dan teriakan melengking mengikuti lirik yang terbaca sekilas lalu. Dia tidak terlalu melihat ke arah layar lebar di depannya. Sekali waktu matanya terpejam merasai makna dari kata-kata yang terlagukan.

“And I'm here, to remind you
Of the mess you left when you went away
It's not fair, to deny me
Of the cross I bear that you gave to me
You, you, you oughta know
You seem very well, things look peaceful
I'm not quite as well, I thought you should know
Did you forget about me, Mr. Duplicity?
I hate to bug you in the middle of dinner
It was a slap in the face
How quickly I was replaced
And are you thinking of me when you fuck her?
'Cause the love that you gave that we made
Wasn't able to make it enough for you
To be open wide, no
And every time you speak her name
Does she know how you told me
You'd hold me until you died
'Til you died, but you're still alive”
(Alanis Morissette – You Ought To Know)

Namanya n1nna, parikesit n1nna. Entah kenapa dia suka menggunakan angka 1 sebagai pengganti huruf I di namanya, n1nna. Otaknya memang jauh di atas rata-rata, itu kenapa dia bisa masuk ke program studi fakultas yang tidak sembarang orang bisa masuk dan bertahan di sebuah universitas terkenal di kotaku tinggal. Kota yang ramai dengan latar belakang metropolis. Sampai saat ini dia masih kuliah untuk mencapai gelar satu tingkat di atas standar mahasiswa.

Jadi, gampang saja buat dia menghafal sekian lirik lagu yang bahasanya susah untuk lidah orang Jawa dalam melafalkan dengan lancar. Begitulah kami biasa mereduksi penat. Karaoke setengah meneriakkan isi hati, curcol atau curahan hati colongan istilah anak mudanya. Kalau kata teman-temanku: “dasar tua bangka bau tanah, nggak tau diri masih saja merasa muda. Hahaha,” terserah mulut mau bicara apa, kesenangan dan apresiasi diri dengan cara yang positif tanpa merugikan siapapun tetap harus berjalan. Dan, malam itupun kami melanjutkan kegilaan, menghabiskan suara berdua saja di ruang karaoke berukuran kecil di dekat tempatku bekerja.

Okey, flashback dari mana kami kenal sepertinya harus aku jelaskan. Aku dan satu orang unik ini kenal dari tahun 2010. Waktu itu aku yang eksis di media jejaring sosial mengadakan acara bakti sosial atau baksos dengan teman-teman komunitas lesbian di kotaku. Melalui satu teman yang ternyata juga temannya, maka terlibatlah dia di acara itu. Aku yang katrok atau kepo merasa dipecundangi oleh kawanan komunitasnya yang ternyata mengejutkan. Sangkaku, dari mengenal temannya itu, aku hanya akan mengenal sekian gelintir orang. Tapi ketika hari H diadakannya baksos bulan puasa itu, sekian puluh massa temannya si n1nna yang aku panggil LCD atau eL itu berkumpul. Aku yang waktu itu sok sibuk sebagai pemilik tempat singgah yang difungsikan sebagai sekretariat berkumpul melihatnya tetap duduk di atas motor matic dengan muka tersangar yang membuatku muak. Bagaimana tidak, dia yang aku tidak kenal tidak sekalipun mau menyapa atau mengakrabkan diri padaku sebagai penguasa tempat.

Kami sama-sama saling cuek. Peduli setanlah si anak jutek. Aku fokus dengan kesibukan membungkusi sekian ratus takjil yang akan kami sebar di perempatan protokol jalan-jalan besar yang dipastikan macet saat pulang kantor menjelang waktu berbuka.

Selesai bungkus-membungkus, aku membuat strategi dengan eL membagi sekian puluh manusia itu dalam beberapa kelompok. Terbagilah kami dalam 4 kelompok untuk masing-masing titik yang menjadi fokus kami membagikan takjil. Sebalnya, aku satu kelompok dengan si jutek. Tapi karena niat baksos lebih mulia, nikmati sajalah kesempatan menjadi diri yang famous tapi tidak terlihat di mata si jutek.

Acara perdana itu benar-benar sukses. Sekian ribu bungkus kami bagikan dalam satu bulan puasa di setiap minggu berjalan efektif. Dari kesuksesan acara itulah kami menjadi dekat. Dengan adanya acara-acara penutupan kepanitiaan, maupun kumpul-kumpul berikutnya.

Singkat kata, ternyata dia menarik juga. Arogansi, egois, pembawaan diri dan sukanya membully membuatku mengingat seseorang. Yang pasti seseorang yang penting, dong ya, di masa lalu. Beberapa hal dalam dirinya mengingatkanku dengan Ing. Perempuan pertama yang aku kejar-kejar sampai membuatku penasaran dan akhirnya terdampar di kota ini.

Dari sekedar nongkrong ramai-ramai, karaokean, itulah kami kemudian merasa saling cocok. Dia seorang Aries, sama sepertiku. Tapi pembawaan dirinya agak berbeda denganku. Lebih keras, tegas, dan yang pasti, bukan martir.

Seringnya bertemu membuat kami lebih dekat. kemudian dia mulai sering ke tempat aku kerja paruh waktu, makan-makan hanya berdua, ngobrol mencari-cari peluang untuk lebih saling mengenal. Kedekatan yang intens itu kemudian membuatku yang sudah sekian tahun jadi magamon (manusia gagal move on) merasa menemukan orang baru yang cukup menarik. Dia domba (baca: Aries) yang sebenarnya lebih mirip Birgus latro si ketam kenari yang merupakan makhluk yang suka sendiri dibawah tanah atau celah-celah bebatuan. Dia menggali tempat bersembunyi di pasir atau tanah gembur. Dia membuat tempat bersembunyi untuk melindungi dirinya sendiri. Dan itulah dia, membuat benteng arogansi dengan sikap juteknya untuk memilah-milah teman yang (banyak) tidak benarnya.

Dari caranya memilah teman itulah aku kemudian belajar dengan tanpa malu-malu darinya tentang menghargai diri sendiri. Selama tiga tahun pasca putus dengan pasanganku, aku menjadi diri yang tidak terkendali. Setiap hari party, dengan geng mbambeters. Minum-minum, menjadi playgirl yang dengan mudah berganti teman “jalan”, menghabiskan uang untuk kesenangan-kesenangan sesaat yang berdampak negatif. Pertemanan yang tidak sehat itu cukup membuatku tidak diterima dengan baik dalam beberapa kelompok yang mengekslusifkan gengku. Aku lebih dikenal sebagai biang party daripada aktivis yang getol membangun komunitas yang berideologi humanis ketika masih bersama dengan pasanganku dulu. I finally back to myself lah setelah dekat dengannya.

Umurnya beberapa tahun dibawahku, tapi memiliki prinsip-prinsip hidup yang matang. Pembawaannya sebenarnya santai, tapi karena benteng yang dia bangun begitu tinggi, banyak yang tidak melihat sisi lainnya yang sebenarnya sejenis dengan ketam kenari, rapuh dalam beberapa hal (sehingga dia perlu untuk membuat benteng yang tinggi), memiliki sisi lunak di perutnya yang rentan terlukai. Darinya aku belajar untuk menerima kelemahan diri dan, konsisten dengan kelebihan, terus mengembangkan diri dan keuletannya untuk tidak berhenti belajar membuatku iri untuk juga mengembangkan diri.

Begitulah kebersamaan kami. Kebersamaan yang mengajarkan untuk selalu mendukung, menguatkan, berbagi hal yang positif untuk tidak lelah belajar menyempurnakan hidup menuju mimpi yang lebih baik.


0 comments to "parikesit n1nna"

Posting Komentar

just say what you wanna say