‘Merdeka adalah jomblo selama-lamanya’

Tiba-tiba saja kalimat itu yang muncul dari otak saya seusai menelphone seorang teman yang cukup menarik untuk dijadikan pasangan.  Entahlah, saya selalu belum cukup beruntung untuk memiliki pasangan yang tepat selama beberapa tahun terakhir.

Sejak hubungan dengan si X berakhir, saya perlu penyesuaian yang tidak mudah. Saya bersama dengan si X cukup lama (3 tahun 7 bulan). Saat ini, 6 tahun dari si X, saya merasa tidak terlengkapi oleh siapapun. Bersatu dalam ikatan untuk saling melengkapi dan menguatkan terasa hanya kiasan dan angan-angan. Setelah trauma terakhir, membuat saya tidak lagi dengan mudah bisa mempercayakan hati dan hidup saya pada orang-orang baru yang (saya teramat takut terulang lagi) salah.

Terbukti kemudian pasangan-pasangan saya berikutnya membuat saya kembali merasakan kepahitan-kepahitan lagi. Katanya banyak orang, “Kamu memang belum bertemu orang yang tepat, Gil.” (terus kapan ketemunya??? Saya ini sudah terlalu tua walau tidak setua Niken, sih. Tapi, ya, sudah merasa sangat tua dan kesepian). Bicara soal kesepian, bos saya yang saat ini berumur tepat 44 tahun dan masih single bilang, “Perempuan sukses dan terutama pemimpin memang selalu orang-orang yang tidak lepas dari kesepian, Non, tidak apa-apa. Itu kenapa kita perlu berbagi, jangan sungkan cerita apapun padaku.” Begitulah hati perempuan yang begitu sensitif, peka dan peduli dengan ‘rasa’.

Berbicara tentang rasa, saat ini sebenarnya saya sedang berbunga-bunga tapi sekaligus ketakutan sehingga saya tidak mudah untuk menikmatinya (Niken pasti senang membaca cerita saya yang ini, image saya kan selalu Ragil yang tidak pernah berhenti menggebet dan mendekati femmeh #Iyuh). Dia cerdas, cantik, dan yang paling membuat saya takut adalah kultur kami yang berbeda. Perempuan Chinese memang selalu memiliki tempat yang menarik untuk saya. Pun laki-lakinya. Bukan bermaksud rasis, tapi budaya kerja dan hidup mereka membuat kita harus mengakui banyak kekurangan dalam budaya Kejawen kita berkaitan dengan kedisiplinan, etos kerja, dan jiwa enterprenure kita.

Kita masih terjajah secara pemikiran (yang ini pasti akan diamini dengan penuh sorak kebahagiaan oleh salah satu calon presiden yang gagal), cerita lama yang sering saya dengar di Halaqoh Tarbiyah dulu bagaimana sebuah kaum yang sangat cerdas menguasai dunia dengan melakukan segala bentuk perang. Di antaranya adalah perang pemikiran di mana buku-buku dan segala sistematika pendidikan membuat umat muslim menjadi orang-orang goblok. Aneh ya? Iya aneh. Tanpa konspirasi kaum Y pun itu sudah mendarah daging, dan tanpa campur tangan merekapun, Negara ini belum memiliki eksekutor dan pemikir yang bisa membuat system pendidikan yang tepat untuk generasi penerus bangsa. Lihatlah, berapa banyak anak negeri yang berlarian mencari pengetahuan di negeri lain? Merdekakah kita???

Terlepas dari itu semua, berbicara tentang kemerdekaan mengingatkan saya tentang dia. Perempuan muda yang masih di bawah 25 tahun ini begitu merdeka. Pandangannya tentang segala hal yang out of mainstream benar-benar di luar semua batasan dan norma. Kalau kata Alex di Orange Is The New Black dalam menggambarkan Piper adalah “foot in mouth”. Kata-katanya menampar semua orang di media sosialnya. Belum pada hitungan menit setelah saya mengikuti media sosialnya, sebuah mention membuat saya terpukau mengikuti sekian banyak percakapan yang penuh amarah dari banyak orang yang komentar dibalas dengan jawaban cerdas dan sesekali terpancing emosi olehnya.

Isi tulisannya sebenarnya hanya tentang sebuah artikel hasil penelitian di negara berkembang mengenai kepuasan seksual yang menunjukkan bahwa hasil kepuasan maksimal bisa diperoleh oleh pasangan lesbian dengan prosentase di atas 70%. Jauh dari prosentase orientasi seksual lainnya.

Bukan tentang orientasi atau kepuasannya yang ingin saya bahas, tapi tentang kebebasan berpikir dan mengutarakan pendapat dengan keberanian yang luar biasa menyuarakan sebagai minoritas di antara para fanatik mayoritas yang sudah terdoktrin sempurna.

Dengan budaya patriarkis yang sudah mengurat/mengakar di dunia ini, dikuatkan dengan peraturan perundangan yang tidak banyak digunakan melainkan hanya untuk bagian-bagian tertentu yang menguntungkan siapa yang berkuasa, keberanian perempuan yang saya sebutkan tadi kemudian membuat saya tertampar. Seberani-beraninya Niken menantang semua orang dengan sifat impulsifnya itupun tidak cukup mampu menyaingi si dia #Eh?

Dulu saya mungkin seberani dia, vokal, menantang siapa saja untuk beradu argumentasi dan pemahaman. Tapi semakin beranjak tua, saya seperti kehilangan taring. Mulai memilih setiap kata-kata, menempuh sikap-sikap mencari aman.

Dari debat argumentasi di media sosialnya membuat saya kembali membuka jurus lama yang sudah tidak saya ingat lagi detailnya. Saya terpaksa browsing Declaration United Of Human Right. Dasar utama pembuatan hukum di setiap Negara di dunia. Biar yang lain pada ngerti, ini nih isinya:

http://lambaricerdas.wordpress.com/2012/06/10/deklarasi-universal-hak-hak-asasi-manusia-universal-declaration-of-human-right-duham/

Jadi apakah kita sudah merdeka?

Flashback lagi kejadian akhir-akhir ini:

Kontak saya dihapus oleh adik-adik-an saya gara-gara kami berbeda pandangan mengenai calon presiden. Kami hanya berbeda pandangan, hanya memiliki keyakinan yang tidak sama untuk mempercayai dua pasang calon yang berbeda, dan itu kemudian membuat saya kembali miris dengan bagaimana bentuk penghargaan atas keyakinan dan cara pandang yang Bhinneka Tunggal Eka di Negara Republik demokrasi kita.

Sudahkah kita merdeka?

Sama seperti Niken yang suka leave group kalau marah karena nggak terima pendapat atau sikap orang lain. Kekanak-kanakan banget kan? :-P

Mencermati lagi bagaimana represifnya pemerintah kita dengan penarikan buku berjudul Why karena memberikan edukasi dini pada masyarakat tentang gender dan seksualitas. Berita yang digulirkan teman-teman di pemerintahan untuk membuat undang-undang anti homoseksual di Indonesia saat ini juga kembali menghangat. Setelah sebelumnya diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan di pasal 26 yang nyleneh dan aneh berikutnya akan dipanaskan lagi dengan Undang-Undang. Semakin waow dan iyuh.

Negara ini boleh saja menggaung garang ke negara lain tentang kemerdekaan dan keberhasilan pemerintahannya dalam aspek nasional dan internasional, tapi ketika semakin masuk ke dalam politik ternyata negara ini masih dikuasai isme-isme tertentu, mengakar dalam ke masing-masing ideologi rakyatnya dalam bentuk ketidakberaadaannya penghargaan dan kebebasan memiliki pemikiran, pandangan apalagi isme yang lain. Hal ini jelas bertentangan dengan DUHAM yang merupakan deklarasi hak dasar manusia.

Sampai saat inipun, penduduk Sampang yang memiliki keyakinan Kslam berbeda diusir dari tanahnya. Jaminan memiliki kebebasan berbeda dari mayoritas tidak benar-benar diberikan oleh pemerintah kita. Apakah benar falsafah Bhineka Tunggal Eka dan rativikasi DUHR/DUHAM itu telah dilakukan?

Kalau dari saya pribadi, kemerdekaan oleh Negara itu simple: jaminan atas perlindungan diri saya sendiri atas hak-hak saya oleh Negara, di mana saya menjadi warganya. Dan itu masih sangat jauh dari harapan saya. Saat inipun saya tidak memilki jaminan kehidupan yang layak, pekerjaan yang tidak jelas, kesehatan yang tidak dijamin secara baik, hak untuk berkeyakinan dan beragama yang bebas, berpolitik bebas, dan lain sebagainya yang harusnya hanya dasar dari segala dasar hidup. Negara ini masih membiarkan rakyatnya berjuang keras sendirian untuk sekedar SURVIVE. Dan ini jelas bukan indikator MERDEKA yang diharapkan siapapun di dunia ini.

Kalau kata Chairil Anwar:

Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida

Pernah
Aku percaya pada sumpah dan cinta
Menjadi sumsum dan darah
Seharian kukunyah-kumamah

Sedang meradang
Segala kurenggut
Ikut bayang

Tapi kini
Hidupku terlalu tenang
Selama tidak antara badai
Kalah menang

Ah! Jiwa yang menggapai-gapai
Mengapa kalau beranjak dari sini
Kucoba dalam mati.

14 Juli 1943



0 comments to "Merdeka Itu Jomblo Selama-lamanya?"

Posting Komentar

just say what you wanna say