Di jaman modern ini, relasi antar anak dan ibu telah jauh berkembang. Semua menjadi warga dunia yang hampir sewarna, sehingga saya pikir relasi-relasi antara Ibu – anak jauh lebih terbuka daripada dekade lalu. Relasi dalam keluarga tersebut memang tidak serta merta akan berubah karena ada nilai agama dan tentu adat ketimuran. Relasi orangtua Ibu – anak dalam agama pun menempati suatu patron yang jelas. Kita lihat kedudukan ibu dalam Islam begitu dihargai, kemudian dalam Katolik ada Bunda Maria, dalam Budha ada dewi Kwan Im dan sebagainya.
Sebenarnya sejak di dalam rahim kita telah menjalin relasi dengan orangtua terutama dengan ibu. Anda bisa bayangkan kita yang hanya sejumput mani kemudian menjadi daging, diberikannya ruh, mengalami perkembangan otak, syaraf dan tubuh ada di rahim. Makanan, udara, nutrisi didapatkan janin dari asupan sang Ibu. Hal-hal psikis, seperti kondisi emosional Ibu, sentuhan bahkan suara-suara katanya dapat dirasakan dan didengar oleh sang janin. Begitu kita keluar saat diputusnya plasenta, maka yang kita cari adalah payudara Ibu. Kehidupan.
Dalam bukunya, Side by Side: The Revolutionary Mother-Daughter Program for Conflict-Free Communication, Dr Charles Sophy mengatakan, pada dasarnya ibu dan anak perempuan menginginkan hal yang sama: cinta, pengertian, dan penghargaan. Mereka berdua saling menginginkannya dari satu sama lain. Ibu menginginkan cinta, penghargaan, dan pengertian dari anak yang dilahirkannya ke dunia. Anak perempuan menginginkan hal yang sama dari perempuan yang memberikannya kehidupan.

Bukankah kita demikian sahabat?

Tak banyak kita lihat hubungan antara ibu dan anak perempuannya begitu bahagia, karena terdapat pula hubungan keduanya yang tidak baik dan bahagia. Lalu, mengapa hubungan antara ibu dan anak perempuannya bisa serumit itu? Psikolog lainnya, Lesley Miles menyatakan, bahwa hal tersebut disebabkan sang ibu terkadang memiliki kesulitan untuk membedakan apa yang harus dilakukannya untuk anak laki-laki dan perempuannya.
Biasanya, anak perempuan cenderung lebih dekat dengan sang ayah dan anak laki-laki lebih dekat dengan ibunya, namun tidak menutup kemungkinan bagi sang anak untuk dekat dengan keduanya. Menurut Lesley, biasanya hubungan ibu dan anak perempuan bisa saling mengidentifikasi secara kuat dengan menjadikannya inspirasi satu sama lain, dan hubungan ini lebih sering diisi dengan ikatan emosional yang lebih dalam.
Satu hal yang bertentangan bagi anak perempuan yaitu aspirasi sang ibu. Seorang ibu tentu ingin anak perempuannya mengikuti tradisi yang konvensional, namun di sisi lain ibu juga ingin anak perempuannya memiliki karir yang sukses dan menjadi profesional. Apa yang dikehendaki sang ibu itulah yang biasanya menjadi pertentangan, dan terkadang membuat anak perempuan menghadapi kebingungan, apa yang sebenarnya diinginkan oleh sang ibu.
Lesley mengungkapkan, saat ibu memasuki usia 30-40 tahun, anak perempuannya akan memasuki usia remaja, dan seringkali timbul ketidakcocokan antara keduanya yang bisa menimbulkan masalah diantara keduanya. Selain itu, masalah yang ditimbulkan bisa dipicu karena ketidaksamaan pemikiran keduanya atau ekspektasi yang tidak realistis satu sama lain.
Saya sangat iri dengan saudara dan sahabat yang mempunyai hubungan baik dengan ibunya. Bahkan seperti sahabatnya sendiri. Saat ini bisa dikatakan saya tengah membangun relasi dengan Ibu. Saya jarang menulis tentang Ibu. Tulisan saya tentang orangtua saat saya berseragam putih abu-abu, membuat kami, saya, ayah dan Ibu saya berbicara panjang lebar yang berakhir Ibu menangis, ayah meninggalkan ruangan dengan kesal dan saya membisu penuh kemarahan. Saat itu saya menulis untuk artikel majalah sekolah dengan judul: Aku Tidak Butuh Docmart. Inti tulisan itu adalah kritik pada Ibu yang selalu membelikan sesuatu yang ngetrend saat itu (ehmm saya generasi 90 tahu kan docmart) padahal  saya tidak membutuhkan.
Setelah insiden itu, saya tidak pernah menulis tentang Ibu kecuali satu puisi yang malahan saya dituduh Malin Kundang oleh pesohor puisi. Namun di  usia saya yang mulai menua ini saya hanya mampu memahami satu hal untuk Ibu, sebejat-bejatnya saya, saya  harus mampu bersikap baik dengan Ibu saya.
Saya akan membagi sedikit tips dengan bagi sahabat-sahabat yang sulit membangun relasi dengan Ibu :
  1. Sadari saja ibu tidak akan bisa digantikan oleh siapapun, kalau sahabat bisa demikian menyayangi partner kenapa kita tidak bisa dengan Ibu? Mulai dengan senyum tulus dan stop apriori
  2. Berbicara rutin, semakin tua kadang orangtua semakin sensitif, percakapan biasa-biasa saja/remeh dari kita bagi beliau dianggap suatu perhatian. Kita yang menelepon partner bisa lama kenapa dengan Ibu tidak ?
  3. Menceritakan hal-hal lucu, tertawa sudah tentu sehat.
  4. Mengajak sahabat ke rumah, kadang seorang Ibu iri terhadap sahabat kita, seringkali generasi tua menganggap anak-anaknya lebih terbuka ke sahabat (meskipun iya), tetap upayakan bahwa Ibu adalah penting bagi kehidupan kita. Suksesnya kita tidak dianggap melulu dari segi finansial, tapi juga karena kita memiliki sahabat yang berarti.
  5. Beraktifitas bersama, meski itu dimulai dari sekedar nonton sinetron bareng (silahkan pilih mau belanja, ke spa, makan di luar atau liburan bareng)
  6. Berhati-hati memilih perkataan saat menanyakan siapa pasangan anda. Nah untuk terakhir ini memang suatu pilihan. Jujur itu beda tipis dengan tidak berkata apa pun. Menurut saya coming out memang masih menjadi momok bagi saya. Ada yang bisa membantu saya?


0 comments to "Belajar Mencintaimu, Ibu"

Posting Komentar

just say what you wanna say