Apa beda antara pemberani  dan pengecut?
Pemberani mati sekali, pengecut mati berkali-kali
.... Jawaban Putri Indonesia 2007 – Asal Blitar.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendefinisikan apa itu pemberani atau pengecut. Tulisan ini hanya bermaksud  membangun kontemplasi, hanya ingin merenung.

Manusia seperti halnya blog ini, lahir, tumbuh dan masih berkembang. Lahir atas kesepakatan, tumbuh oleh karena kecintaan mungkin juga akan berkembang atau stagnan karena dinamika. Apa benang merah dari itu semua? Komitmen.

Seingat saya, saya pernah menyatakan berhenti menulis di blog ini saat tulisan saya mencapai 100. Tetapi saya kembali menulis karena kreator lain yang notabene adalah sahabat, berkomitmen untuk terus menulis dan mengekspresikan komitmen. Maka blog ini harus tetap ada. Dan saya tergerak untuk menulis kembali.

Itu komitmen saya untuk berteman, komitmen untuk menulis.  Dan konsekuensinya, ya, saya harus menyetor  tulisan yang entah layak publish atau tidak, yang penting saya menjalani komitmen dulu untuk menulis.

Komitmen erat kaitannya dengan konsekuensi. 

Si X menjadi perempuan karena terberi dan walau secara tidak disadari dia akan menjadi perempuan dalam gambarannya yang mungkin dipengaruhi oleh keluarga, agama,lingkungan dan stereotipe dan identitas pilihannya akan membawa konsekuensi. Si X memilih orientasi menjadi gay murni karena keinginan (atau kecelakaan?) akan membawa konsekuensi yang harus dia tanggung dan mau tidak mau harus dihadapi. Dan efek dominonya adalah memilih coming out atau tidak, apa memilih mempunyai partner tetap atau tidak. Dan seterusnya.

Bagaimana menjaga komitmen?

Anjing menggonggong khafilah berlalu...
Memilih tinggal di negeri ini mesk hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri ini....
Pejah gesang nderek Bung Karno
Sami’na wa’atho’na Gus Dur....
Pener ra pener sing penting klubku...
Menandatangani pakta integritas untuk partai tertentu

Saya pikir tagline di atas merupakan slogan-slogan pilihan dan komitmen. 
Menjaga komitmen adalah bukti manusia menjadi dewasa. Banyak perubahan yang terjadi baik diinginkan dan tidak diinginkan, namun komitmen akan menjaga sikap kita atas pilihan-pilihan yang kita buat.

Untuk itu menasbihkan komitmen setidaknya kita harus mengenal diri kita. Bukan atas dasar hipotesa filsuf-filsuf dunia siapa aku. Tapi definisi aku yang lahir dari hati anda sendiri.  Pastilah suatu ketika anda akan mampu mendefinisikan siapa anda, apa yang anda inginkan. Maka saat itu anda memiliki komitmen untuk diri anda sendiri.

Siapa yang menjaga komitmen? Komitmen itu sendiri ataukah orang/hal yang berada dalam komitmen? Hanya anda yang mampu menjawabnya. Semisal saya berkomitmen untuk selalu membeli buku pengarang X karena saya fans si X, maka saya tidak akan peduli isinya apa. Bila saya tidak punya uang membelinya tetap saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membelinya. Dan mungkin saya akan membela mati-matian bila buku penulis tersebut dibakar. Apakah hal-hal yang membabi buta itu adalah karena komitmen kita atau karena bukunya ataukah pengarangnya? 

Pilihan atas dasar logika seringkali membawa komitmen dan konsekuensi yang hitam-putih/jelas, sedangkan pilihan atas dasar perasaaan seringkali membawa komitmen dan konsekuensi yang abu-abu/tidak jelas. Buktinya, kasus-kasus selingkuh, KDRT bahkan traficking yang dilakukan oleh pasangan seringkali dimaafkan oleh pasangannya dan mereka tetap melanjutkan hidup bersama. Kemudian hal-hal seperti itu akan terulang lagi. Banyak alasan mereka bertahan mulai dari alasan, "...cinta itu bukan dari logika, tapi dari hati...." atau "bahwa sudah menjadi komitmen bahwa kami bersama hingga maut memisahkan, kalaupun dia selingkuh karena orang lain toh juga akan kembali ..." "dia melakukan KDRT karena dia mabuk..."

Saya hanya tak mampu memahami bahwa saat kita berkomitmen dengan seseorang, salah satu dari kita mempertahankan komitmen walau membuat salah satu pihak menjadi rugi. Bagi saya komitmen tanpa respek adalah sesuatu yang dzolim. Dan respek itu hanya bisa dibangun oleh dua orang karena kesepakatan komitmen itu. Karena respek pada komitmen maka ia akan mampu menjadi lebih baik, karena respek pada pasangan ia akan menjaga komitmen dengan segala cara. Saya mungkin naif dan terlalu mencintai prinsip saya.

Barangkali saya harus mengucap tabik pada teman-teman yang memilih bertahan pada hubungan tidak sehat yang diatasnamakan komitmen karena memang : “kita seringkali lupa cinta yang melandasi luka”, kata Arman Dhani, seorang blogger pemilik http://terumbukarya.blogspot.com



2 comments to "Komitmen"

Posting Komentar

just say what you wanna say