Begitu membaca tema bulan ini saya jadi ngowoh, laki-laki terindah? Gee, siapa yang boleh saya sebut laki-laki terindah sementara yang kebanyakan saya kenal brengsek?

Tapi kemudian saya teringat laki-laki itu, tidak benar-benar indah sih, sebenarnya karena yang saya kenal hanya sisi positifnya. Hahaha.

Sekitar enam tahun yang lalu saya mengenalnya. Namanya Krishna. Fisikly, sebenarnya cukup manis kalau saja rambutnya yang gondrong sering dicuci dan agak dirapikan, tubuhnya mau akrab dengan air dan sabun yang bersih, juga bajunya sedikit di semprot parfume. Tapi itu yang membuatnya unik.

Dia seorang aktivis yang belakangan baru saya tahu dia merupakan adik tingkat saya di universitas yang sama tempat saya pernah kuliah, bedanya dia mengambil jurusan sastra. Nyastranya ini yang membuat saya cepat merasakan ketertarikan itu.

Berawal dari  pertemuan yang tidak kami sengaja di acara diskusi dengan lembaga jaringan tentang perkembangan politik saat itu. Diskusi kami yang asyik kemudian berlanjut dengan nongkrong ngopi bareng di warung kopi pinggir jalan. Tanpa komunikasi personal, keramaian dengan enam orang teman yang seru malam itu ditutup begitu saja.

Tidak saya sangka, esoknya ada sms dari nomer yang tidak saya kenal. Berisi puisi romantis yang membuat saya salah tingkah. Fans mana nih yang begini romantis bikinin saya puisi? (Sifat aries kampungan yang sok pede dan suka ke GR an saya menjadi, saya kira puisi itu dari pedekatean saya yang juga memang puitis).  Saya hanya membalas singkat “Terimakasih. Ini siapa ya?”. Setengah jam kemudian, nomer yang sama menelphone

“Hai, kamu malam ini sibuk? Mau nemenin aku di acara pertemuan Sastrawan Muda di Balai Pemuda nggak?”

“Siapa nih?”

“Ee, iya aku lupa, kamu belum tahu nomerku ya. Aku minta nomermu dari mbak Wahab. Aku Kris, yang semalam ketemu di Cmars. Bisa kan nanti malam?”

Damn! Ini cowok nggak tau kalau aku lesbian atau dia memang hanya ingin berteman? Tapi pertemuan sastrawan? Wow, sepertinya menarik. Jomblo pilih-pilih nggak laku belum punya rencana juga kan untuk malam ini? Sekian detik berpikir, saya menjawab “Oh hai Kris. Okey. Jam berapa?”

Aku jemput di warnet tempat kamu kerja ya?”

Ouch, dia tahu aku kerja di warnet?

“Emang kamu tahu warnet ku?”

“Iya tahu, seberang Br@wn kan? Aku jemput jam tujuh. Sampai ketemu nanti malam”

Dan dia tahu warnet saya di mana juga tempat tongkrongan saya? Waow lagi.

Malam yang gerimis itu saya menunggu laki-laki itu. Saya kencan dengan laki-laki? Tentu saja ini bukan kencan, mungkin dia hanya tahu saya suka membaca atau sedikit menulis tidak jelas.

Dia muncul dengan hanya memakai celana pendek dan berjaket orange tebal parasit di depan saya dengan senyumnya yang manis. “Hai, maaf kamu lama menunggu ya? Hujan. Tadi ada kecelakaan juga di dukuh kupang. Maaf ya. Kita berangkat sekarang?”

Saya tertegun. It's so weird, why he looked so gorgeous yak? Atau karena bulir-bulir air hujan di tubuhnya? Sekian detik otak saya mencerna, dan saya hanya berucap:

“Kamu nggak pakai jas hujan Kris?" "Iya, nggak papa. Nggak lama kok. Okey, ayo berangkat”

Saat dia melihat helm yang aku bawa, dia bilang, “Nggak usah bawa helm, aku udah bawain,” ditutup dengan senyuman.

Ha? Dia memperhatikan detail, bahkan sempat berpikir membawakan helm? (Okey, penilaian meningkat. Jarang banget kan ada cowok yang segila dia?) Baru ketemu sekali, mengirimi puisi romantis, kemudian langsung menelephone ngajak jalan berdua di saat lagi gerimis, ke acara yang aku suka pula, nekat meskipun hujan tetap jalan, tanpa memakai jas hujan, dia pecinta hujan juga?

Saya tidak pernah suka percakapan di perjalanan dengan kendaraan motor. Kuping saya yang mulai rusak sejak delapan tahun yang lalu membuat saya kurang bisa mendengar dengan baik. Lagipula, saat naik motor itu menyenangkan, merasakan angin menerpa kulit kita, suara bising di sekitar kita yang terdengar jelas membuat perjalanan lebih menarik dengan memperhatikan sekitar. Apalagi saat itu gerimis. Sempurna buat menikmati jalanan.

Ketika sedang asyik merasai air hujan, dia bertanya “Kamu belum makan kan? Kita ke Balai Pemuda dulu, ya? Nggak keburu kalo mampir makan.”

“Iya”

“Kamu suka hujan, ya?”

“Kok tahu?”

Dia hanya tertawa. Sepertinya dia memperhatikan tingkah saya dari kaca spion nya.

Di acara itu, dia menjadi salah satu pembaca puisi. Suara dan ekspresinya benar-benar menghayati setiap kalimat di puisi yang dia baca. Sesekali dia melihat ke arah saya. Setelah selesai ngobrol dan kenalan dengan teman-teman lainnya, kami berpamitan pulang.

Yang mengejutkan berikutnya adalah, dia mengajak saya makan di tempat yang seumur tahun saya di Surabaya baru tahu. Cafe di pinggir sungai yang cukup besar di tengah kota. Dengan air yang mengalir deras, rintik hujan, duduk di tepi sungai diteduhkan payung besar. Kami makan dan bertukar cerita (tepatnya saya mendengar dia bercerita). Klepek-klepek deh sama yang romantis gini. Kalau saja dia cewek, udah langsung saya tembak kali, yak? Hahahaha...

“Kamu menarik, aku suka membaca tulisan-tulisanmu di facebook. Aku tahu kamu lesbian. Tapi kamu ekstraordinari.”

Pasca pertemuan itu, kami sering chat membicarakan buku, puisi, agama, politik, bahkan lukisanPandangan saya tentang agama membuatnya tersenyum, bahkan dia mempunyai pengetahuan lebih luas tentang dasar pemikiran saya. Pernah satu kali dia mengirimkan pesan di handphone, katanya, “Coba lihat lukisan di RKZ, di loby”. Ketika saya tanya, “Lukisan apaan? Aku nggak pernah memperhatikannya”, dia hanya menjawab, “Lihat saja. Menarik”. Ketika kemudian saya ke RKZ dan melihatnya, Yesus (yang katanya adalah Tuhan) sedang menangkupkan tangannya, berdoa.

Hampir setiap hari, selalu ada puisi yang mampir di inbox, belum termasuk perhatiannya yang luar biasa. Yang saya yakini kemudian dari pembicaraan-pembicaraan kami, dia sangat lembut, tidak suka bersikap kasar apalagi memukul. Kepekaannya dengan kebutuhan saya juga tidak tanggung-tanggung, sering ketika dalam percakapan yang asyik atau saat jalan berdua dia akan bertanya, “Aku nggak berlebihan kan? Kalau kamu mulai merasa nggak nyaman bilang ya."

Satu waktu, ketika saya baru saja kecelakaan menabrak rombong bakso sehabis mengantar dampingan yang dalam masa trauma, setelah agak sembuh dia menelphone dan minta ketemu. Matanya melihat saya penuh kecemasan, dia bilang, “Kenapa sih kamu keras kepala sekali memaksakan diri mengurus orang lain sampai nggak tidur?”. Saya hanya menjawab “Hahaha kamu sudah tahu alasanku, sama persis seperti kamu kan? Waktu kita nggak banyak, semua orang punya batas waktu mengada, setidaknya aku nggak egois hanya memanfaatkan waktu ini untuk diriku sendiri ."

“Aku punya sesuatu buat kamu." Dia mengeluarkan kertas gambar dari tasnya, digulung rapi dengan karet gelang. Saat dia membukanya, ada lukisan saya, beberapa lembar. “Aku tidak berhenti memikirkan kamu, mencemaskan kamu. Kamu selalu bisa menjaga orang lain, tapi tidak ada yang bisa menjaga kamu. Aku punya satu lagi, meskipun kamu tidak akan pernah menerimaku, aku akan tetap membukukan tulisan-tulisanku tentang kamu.”

Sampai saat ini, meskipun sudah mempunyai satu anak, dia masih sering sembunyi-sembunyi mengabari atau sekedar bertanya kabar.

Jadi itulah sekilas lelaki yang menurut saya keren. Lembut, memiliki idealisme kuat, perhatian, romantis, memilki kepedulian yang besar dengan sekitarnya, cerdas. Sekian, terimakasih.


2 comments to "Laki-laki Sempurna Ala Erna"

Posting Komentar

just say what you wanna say