Tantangan diselesaikan menjelang deadline itu sesuatu yang seringkali menggairahkan. Namun juga kadang menjadi blunder kalau kita tidak segera bertindak. Blog ini memilih tema secara aklamasi setelah adu pendapat. Jadi tema bulan ini adalah memasak.

Bagi saya memasak seperti menulis, tidak ada ide, tidak ada fantasi maka tidak ada tulisan. Pekerjaan meng-create, menulis, memasak adalah pertama kali tergantung bahan atau gagasan. Penulis ternama seringkali mempunyai gagasan yang unik, atau mungkin hanya sederhana tapi pasti cara menyajikan/menuliskannya akan menjadikan fans tetap setia padanya.  

Begitu pula memasak, fantasi, ide, kreasi adalah hal dasar.  Ide-ide yang brilian dan kita mendapatkannya dalam hasil akhir seperti burger, ayam lodho, steak, jajanan dan berbagai kuliner lainnya. Penjual kue atau masakan tradisional maupun master chef restoran terkenal adalah pencetus ide-ide yang sangat kreatif. Setelah bahan/gagasan ditentukan, maka bahan dasar dan bumbu adalah sesuatu yang mutlak harus ada. Memilih bahan, bumbu tergantung gagasan kita. Bila kita semakin ahli maka kita akan menyeleksi bahan-bahan tersebut. Cara memasak juga mempengaruhi keberhasilan masakan. Itu adalah tergantung pengetahuan, kreasi dan teknik anda.  Apakah masakan itu tetap mengandung gizi, apakah akan beracun  apalagi pengetahuan tentang siapa yang memakan, apakah ia alergi bahan tertentu, apakah ia trauma dengan makanan tertentu? Apakah ia harus menghindari makanan tertentu karena penyakit lainnya? Maka seperti menulis, meningkatkan teknik memasak dan pengetahuan akan orang lain hanya ada satu cara, terus berlatih dan terus mengenal siapa orang yang akan menikmati masakan kita.

Lihatlah dapur orang-orang miskin, kreasi adalah nomor satu dan gizi adalah nomor berikutnya. Di dapur orang-orang miskin ada “ngrowot”, ada sayur “lompong”, sayur “blendhi”, tempe “gembos”, tempe “bungkil”, kompyang dan sebagainya. Jangan lupakan Cap Jay dari Tiongkok, ada yang bilang bahwa asal muasal Cap Jay adalah sisa-sisa sayuran dari dapur orang kaya yang diberikan pada pengemis. Cap adalah angka 11 dalam bahasa Tiongkok, konon  Cap Jay yang pakem adalah mempunyai 11 jenis sayur bercampur daging-dagingan. Salut untuk mereka. 

Memasak juga adalah ritual dan tradisi. Kuliner, gastronomi adalah salah satu identitas. Bagaimana tradisi lemang, tradisi “njenang”, tradisi bakar batu, tradisi “rewang”, bahkan tradisi “ngeliwet” adalah identitas Negara ini yang mungkin saat ini kita semua hanya tahu namanya tidak tahu prosesnya.

Saya cukup berbahagia tumbuh besar di desa, yang ketika era Soeharto kami belum mendapat listrik dan gas, asupan gas. Kami masih menggunakan dapur tungku atau bahasa lokal menyebutnya tumang/pawon/luweng, masih men-tradisikan membuat jajanan dan masakan di atasnya. Sebut Wajik, Madumongso, Jenang adalah penganan yang rasa dan aromanya menjadi signature keluarga kami berkat luweng.

Saya pikir tiap orang mesti punya signature dalam memasak, meski itu hanya membuat mi instan, menggoreng telur. Ada jejak pribadi apabila kita memasak untuk sekedar kita makan sendiri, apalagi bila kita memasak untuk orang tercinta.  Memasak yang sederhana adalah untuk survival, memasak bagi orang tercinta apalagi memasak untuk komersial bukan sekedar kewajiban dan hal main-main. Kita harus mengenal diri kita, orang lain, apakah bahan yang kita masak dan cara memasak kita benar-benar bermanfaat baik secara spiritual maupun fisik? Bila kita sudah expert memasak, apakah hasil memasak itu sekedar show-off bahwa kita bisa atau hanya modus seperti yang Ragil atau Hening lakukan dalam memikat gebetan

Kalau saya masih belajar dan mengkhususkan diri expert dalam hal sambel tempe, ada komposisi bawang, cabai, garam, gula, tempe yang selalu membuat saya belajar menciptakan kelezatannya. Maka saya sangat berharap bila bro dan sis menikmatinya dengan kondisi lapar dan mencintai saya apa adanya. Karena dengan lapar dan mencintai, anda akan sanggup memakan apapun yang dihidangkan. Kalau racun? Lupakan, itu bukan makanan. Dan percayalah orang yang mencintai anda akan belajar lebih, lebih untuk menciptakan masakan yang lebih baik. Cinta bukan saja datang dari mata namun juga dari perut.

Selamat berlibur di long week end, selamat memasak.


0 comments to "Sambel Tempe Ala ‘Aku’, Mana yang Ala Kamu?"

Posting Komentar

just say what you wanna say