Suatu kali, saya pernah berdiskusi dengan beberapa teman lesbian. Topiknya seru dan panas, tentang seks. Seks menjadi pembicaraan yang tidak ada habisnya. Berhubungan dengan tema yang satu ini memang selalu panas, topik yang seksi.
Seksi, kata ini saja begitu berefek dengan pola pikir kita, kata seksi sudah bisa menjadikan fantasi kita mengarah pada keindahan fisik yang membuat darah dan setiap bagian tubuh kita bereaksi, berkedut tanpa bisa kita kendalikan. Secara tidak langsung, area lateral orbitofrontal dari korteks serebri yang harusnya bertanggungjawab mengontrol perilaku dibanjiri oksitosin yang membuat kita ingin melakukan kedekatan fisik yang lebih dengan orang yang kita cintai.   

Seks bukan hanya tentang kebutuhan, tapi juga kesenangan yang bahkan sampai berefek kecanduan.  Saya akan membahas safe sex dari sisi seks yang tidak sehat. Seks seharusnya bisa menjadi hal yang normal apabila bisa dikendalikan. Jika seks tidak tersedia, memang bisa mengecewakan, tapi tidak merusak. Apabila seseorang sudah mengalami kecanduan seks, pecandu menjadi tidak bisa mengontrol kebutuhan seksualnya. Seks mendominasi kehidupan individual dengan mengesampingkan kegiatan lainnya.

Sebuah kecanduan seksual paling sering diwujudkan dengan dua cara: seks untuk cinta dan seks untuk mengejar sesuatu yang berbeda, bervariasi atau kegiatan seksual ekstrim yang berfokus pada tindakan seks, bukan pada hubungan antara dua orang.  Ini tentu akan punya akibat tidak sehat dalam hubungan.  Pasangan pencandu seks tentu akan menjadi korban karena pecandu akan sangat sulit mengatur batas dirinya sendiri dengan kenyamanan pasangan.

Belum sampai seminggu ini saya baru selesai membaca novel tentang kecanduan seks ini, judulnya Fifty Shades of Grey. Bercerita tentang laki-laki yang addicted dengan seks dan berperilaku abusive pada pasangan seksnya.  Dengan latar belakang psikologis yang kacau karena kekerasan fisik dan seksual yang pernah dialami Grey membuat dia mencitrakan diri dengan kekerasan yang sesungguhnya dalam bentuk kebutuhan seksualnya. Sampai akhirnya Grey bertemu Annastasia, perempuan yang membuatnya merasakan dicintai dan mencintai dengan sepenuh jiwa. Keinginan kuat yang didasari karena ketidakinginan ditinggalkan Annastasia, membuat Grey bisa melewati perang psikologis dalam dirinya selama ini. Jadi dengan keberanian kuat akhirnya Grey bisa terbuka dengan Annastasia tentang kelainan seksualitasnya. Hingga kemudian ada kompromi-kompromi di antara mereka berdua untuk menyelesaikan permasalahan kecanduan yang menyimpang tersebut.

Dalam hubungan seks yang sehat, seseorang akan merespon kebutuhan pasangannya yang kecanduan seks. Apalagi bila mereka jelas mengungkapkan apa yang  mereka butuhkan, bagaimana perasaan masing-masing, dan bagaimana kecanduan ini berefek pada mereka berdua.

Berbicara tentang keterbukaan, untuk safe sex juga diperlukan saling jujur antara pasangan tentang latar belakang seksualitas masing-masing. Menjadi penting, karena banyak teman-teman lesbian yang beranggapan seks yang paling aman adalah seks dalam hubungan lesbian. Tidak ada ancaman penyakit berbahaya (HIV/AIDS), palingan juga cuma Infeksi Menular Seksual. Benarkah?

Yang perlu dipahami dari pemikiran ini adalah bagaimana virus ini berkembang dalam tubuh orang yang awalnya negatif HIV/AIDS.  Virus ini dapat tumbuh dalam tubuh manusia hanya apabila cukup (volumenya), dan itupun harus ada jalan masuk/pintu masuk yang antara lain:
  1. Darah yang masuk dalam tubuh inang baru. Misal melalui transfusi, jarum suntik yang tidak steril (bergantian pemakainya), atau luka yang masih segar beradu dengan luka di dua tubuh yang berbeda (yang mana salah satunya positif HIV/AIDS)
  2. Cairan sperma dan cairan vagina. Jadi jelas, penularannya hanya dari seks, dan harus ada perlukaan yang bisa menjadi pintu masuk virus.
  3. Air susu ibu. Siapa saja yang meminum air susu dari ibu hamil atau menyusui yang positif HIV/AIDS berisiko tertular virus tersebut.

Selain tiga hal tersebut, virus ini tidak akan mudah berkembang dalam tubuh lain. Termasuk di antaranya dari air liur (kissing) hanya akan bisa menular apabila dalam berciuman keduanya memiliki perlukaan yang bisa menjadi sarana masuknya virus dengan jumlah yang harus cukup banyak (kurang lebih 3 galon air liur) atau ketika dua-duanya sama-sama sedang sariawan dan ada darah yang masuk dari luka sariawan tersebut. 

Perlunya keterbukaan latar belakang seksual bertujuan untuk mengetahui apakah pasangan yang akan diajak bercinta memiliki latar belakang yang memungkinkan adanya virus itu dalam tubuhnya. Ada banyak kemungkinan yang perlu dipikirkan mengenai apakah pasangan kita “aman” dari virus ini atau tidak. Salah satunya tentang latar belakang penyalahgunaan obat-obatan (jarum suntik yang tidak steril), latar belakang seksual (dengan laki-laki atau perempuan berisiko), latar belakang kesehatan keluarga (ayah atau ibu). 

Kalau keterbukaan antara pasangan ini terjadi, dipastikan tidak akan ada lagi penyebaran virus karena akan ada tindakan preventif yang bisa dilakukan atas kesepakatan bersama untuk menghindari infeksi HIV/AIDS. 

Berbicara mengenai IMS (Infeksi Menular Seksual) kebanyakan penyakit ini menular dari kegiatan seksual. Dua hal yang sangat berbahaya berkaitan dengan keamanan seksual yang hanya bisa diselesaikan dengan keterbukaan antara pasangan. 

Penting bagi kita yang peduli dengan kesehatan psikologis maupun fisik untuk menyikapi bagaimana safe sex yang seharusnya. Karena ini bukan hanya berhubungan dengan ketenangan dan kenyamanan diri kita sendiri tapi juga pasangan yang kita cintai untuk bisa hidup bersama dalam batas yang sehat secara mental dan fisik. 


0 comments to "Safe Sex: Mencandui Seks Boleh Saja, Tetapi…."

Posting Komentar

just say what you wanna say