Telah seribu hari aku meninggalkanmu. Menyia-nyiakan pengorbananan ayahandaku, keluarga besarku agar aku menyandang gelar sarjana. Tinggal mencapai finish, aku mundur.

Aku tidak berharap DO, dipaksa keluar dari tempat aku mengerti apa itu geologi, apa itu menerjemah fisika, kimia, biotan, demi kehidupan yang lebih baik. Demi idealismeku, aku adalah petani yang berpendidikan dan bisa menghirup betapa indahnya hidup berlimpah pengetahuan. Dari Pak Marhaen hingga Profesor Tan sang begawan Kimia Tanah. Dari WS Rendra hingga Dr. Cahyo sang materialisme Tanah jebolan Jerman.

Telah seribu hari aku meninggalkanmu, kampus Unej (Universitas Negeri Jember). Aku sungguh tidak ingin meninggalkan Tegalboto dengan gelar pecundang. Tahukah kamu untuk bersekolah tidak hanya niat saja. Butuh, sangat butuh tekad yang luar biasa dan dana yang cukup.

Dan aku sangat marah pada diriku, hanya karena uang aku tidak bisa kembali ke Tegalboto. Kalau saja aku hidup sendirian, tidak perlu memikirkan orang lain yang sangat terpaksa kuakui dan mengakuiku sebagai anak dan kakaknya agar bisa makan, aku yakin bisa kembali ke sana. Tapi tidak bisa aku bersikap egois, karena aku yakin yang terpenting pendidikan adalah membuat manusia lebih beradab selain mempertajam akal dan kemampuan.

Telah seribu hari aku meninggalkan tegalboto. Aku ingin kuliah lagi. Sungguh ingin yakin bisa ke sana. SEMOGA.


0 comments to "Rindu Tegalboto"

Posting Komentar

just say what you wanna say